tirto.id - Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Gede Edy Prasetya, menyarankan agar Kredit Usaha Rakyat (KUR) dapat dijadikan sebagai alternatif pembiayaan masyarakat daripada pinjaman online (pinjol).
Pasalnya, menurut studi yang dilakukan oleh Bank Dunia (World Bank), KUR dapat membantu masyarakat untuk memasuki sektor keuangan formal.
"Studi Bank Dunia menyebutkan bahwa KUR membantu mereka memasuki sektor keuangan formal, dan kemudian KUR mengatakan pinjaman komersial dan mudah-mudahan juga nanti pinjol," kata Gede dalam acara KUR Meets the Press di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (13/11).
Usulan ini disampaikannya menyusul semakin banyaknya masyarakat yang terjerat masalah pinjol ilegal. Pun dengan kebocoran data yang banyak terjadi pada debitur pinjol.
Dengan KUR, menurutnya, masyarakat akan relatif lebih aman. Belum lagi, KUR juga menawarkan bunga kompetitif dan tidak membutuhkan tambahan agunan untuk nilai pinjaman maksimal Rp100 juta.
“Kita edukasi lah, edukasi supaya bahwa di KUR itu yang sulit itu di awal. Tapi kemudian berikutnya pasti akan lebih mudah. Tapi kalau di pinjol dan sebagainya, itu kan mudah di awal, tapi susah di belakangnya,” terang Gede.
Sementara itu, dalam pengajuan KUR, bank pemberi KUR akan terlebih dulu mengecek riwayat pinjaman/kredit calon debitur dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam pengajuan itu, Gede menilai bahwa perbankan bakal membantu calon debitur sampai pengajuan KUR mereka disetujui.
“Bikin usaha yang bagus dulu, penuhi persyaratannya, nanti akan mendapatkan (KUR). Dan itu pasti akan membantu mereka lah. Karena kan bunganya sangat murah,” ujar dia.
Terlepas dari itu, Gede mengklaim bahwa kredit macet (Non-Performing Loan/NPL) KUR saat ini masih cukup rendah yakni 2,19 persen, jika dibandingkan penyaluran hariannya yang mencapai Rp1 triliun.
Rasio kredit macet itu juga jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan NPL sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang per Juni tercatat di angka 4,04 persen.
“Jadi kalau catatan kami atau data statistik kami menunjukkan angkanya 2,19, jauh di bawah perata NPL keseluruhan kredit UMKM yang lainnya. Kemarin ada teman wartawan yang menanyakan, menanyakan bahwa NPL kita 5 persen. Jadi tidak benar. Yang benar adalah 2,19. Yang kita catat adalah 2,19,” tegas Gede.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Bayu Septianto