tirto.id - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abdul Wachid, mengungapkan keinginan komisinya untuk merevisi Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Hal ini karena ia menilai bahwa peraturan yang ada saat ini belum cukup untuk menangani bencana secara komprehensif.
Hal itu dia sampaikan saat Komisi VIII DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk membahas penanggulangan bencana dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Yogyakarta.
"Kami melihat adanya kebutuhan mendesak untuk merevisi undang-undang terkait bencana. Kami sudah merencanakan untuk segera mengajukan RUU terkait bencana, setelah menyelesaikan pembahasan mengenai UU Haji dan Keuangan Haji. Kami berharap pada tahun 2026, revisi ini dapat segera terlaksana," kata Abdul Wachid dikutip dalam keterangan resminya pada Kamis (27/3/2025).
Dalam kunjungan itu, Abdul Wachid menilai BPBD Yogyakarta saat ini menghadapi banyak kendala dalam hal mitigasi bencana dan keterbatasan sumber daya, terutama anggaran. Padahal, kata dia, Yogyakarta adalah daerah yang rentan terhadap bencana letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, gempa bumi, hingga tsunami.
"Banyak yang harus dibenahi, termasuk mitigasi yang belum berjalan optimal. Ketika bencana terjadi, mereka juga kesulitan memberikan bantuan karena keterbatasan dana yang ada. Ini adalah tantangan besar yang harus segera diatasi," jelasnya.
Sejalan dengan hal itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, juga mengusulkan perlunya revisi terhadap UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Menurutnya, banyak aspek dalam regulasi tersebut yang sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
"Bencana tidak hanya disebabkan oleh faktor alam seperti gempa atau erupsi gunung. Salah satu penyebabnya adalah ketidakpatuhan terhadap Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang disusun pemerintah. Banyak pembangunan yang seharusnya tidak dilakukan di kawasan rawan bencana justru terus berjalan," tutur Fikri dalam keterangan.
Fikri juga mengkritik ketidakjelasan standar penanggulangan bencana yang berbeda-beda antar daerah. Termasuk, standar bangunan hotel yang seharusnya tahan gempa, tetapi di lapangan banyak yang tidak diuji kelayakannya.
"Kami perlu segera menetapkan standar yang jelas dan konsisten di seluruh daerah, termasuk Yogyakarta, agar infrastruktur lebih tahan terhadap bencana," ujarnya.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Bayu Septianto