tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi restu bagi penyedia jasa pinjaman online atau fintech peer to peer (P2P) lending untuk mengakses identitas unik ponsel atau International Mobile Equipment Identity (IMEI).
Hal ini dianggap dapat meminimalisir kemungkinan peminjam menggunakan telepon seluler (ponsel) yang sama untuk melakukan pinjaman terlalu banyak atau disebut dengan istilah “gali lubang tutup lubang”.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengaku, ragu dengan kebijakan OJK. Menurutnya, pemberian akses IMEI pada pelaku P2P Lending dikhawatirkan dapat membuka masalah bagi penggunaan data pribadi.
Sebab, IMEI sendiri dapat menjadi pintu masuk bagi akses lokasi pemegang ponsel sampai membuka data pribadi yang kebetulan juga disimpan dalam perangkat itu.
“Enggak boleh itu. Kalau ke mana-mana data pengguna dalam posisi berbahaya. Lama-lama semua disadap. Kan, bisa dimonitor di mana pun kita berada,” ucap Heru saat dihubungi reporter Tirto pada Selasa (23/7/2019).
Heru menyatakan, penyedia jasa P2P Lending seharusnya cukup diberikan akses untuk masuk sampai nomor yang didaftarkan dari ponsel tersebut saja. Lagi pula, kata Heru, pemerintah juga sudah mewajibkan registrasi kartu SIM dengan KTP dan kartu keluarga.
“Aplikasi fokus pada nomor yang didaftarkan saat instal aplikasi saja,” ucap Heru.
Soal data pribadi ini, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Pasagi mengatakan, perlindungan data pribadi masih menjadi perhatian pemerintah. Sebab dampaknya dapat buruk bagi konsumen bila ada kebocoran data.
“Karena data digital pribadi ketika bocor itu potensinya akan merugikan Anda dan saya dan kita semua. Karena bisa jadi data digital pribadi yang ada di HP Anda bisa ke mana-mana,” ujar Hendrikus pada Senin (22/7/2019) kemarin.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dhita Koesno