tirto.id - Di 10 hari terakhir Ramadhan, umat Islam disunahkan melaksanakan i'tikaf di masjid. Lantas, bagaimana jika iktikaf dilakukan di mushola rumah? Apakah niat i'tikaf di rumah berbeda dengan di masjid?
Apa itu itikaf? Iktikaf menurut bahasa berarti ‘berdiam diri dan menetap'. Menurut Asy-Syafi'iyah, iktikaf artinya berdiam diri di masjid dan melaksanakan amalan-amalan tertentu dengan niat karena Allah. Landasan pelaksanaan iktikaf adalah hadis Rasul berikut:
“Bahwa Nabi SAW melakukan iktikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan iktikaf setelah beliau wafat,” (HR. Muslim).
Iktikaf diisi dengan berbagai amalan seperti berzikir, berdoa, membaca Al-Qur’an atau salat malam. Amalan-amalan tersebut sangat dianjurkan. Terlebih, di antara 10 malam terakhir Ramadhan ada malam istimewa yang disebut Lailatulqadar.
Kapankah waktu i'tikaf yang paling baik? Yang terbaik ada 10 hari terakhir Ramadahan, seperti diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa ketika memasuki 10 malam terakhir, Rasulullah SAW menghidupkan malam, membangunkan keluarganya dan mengencangkan tali pinggangnya. Istilah ‘mengencangkan tali pinggangnya’ di sini berarti fokus memaksimalkan ibadah.
Umumnya, iktikaf akan dilaksanakan di masjid sehingga pada akhir Ramadan masjid-masjid akan diramaikan oleh para muslim. Lantas, apakah iktikaf bisa dilakukan di rumah dan sebenarnya bagaimana cara itikaf yang benar?
Apakah I’tikaf Boleh Dilakukan di Rumah?
Tempat iktikaf yang lebih utama adalah di masjid. Terkait adanya pertanyaan mengenai i'tikaf boleh dilakukan dimana? Laman PW MU menuliskan, masjid yang dipakai iktikaf diutamakan masjid jami’, yakni masjid yang biasa digunakan untuk melaksanakan salat Jumat.
Kendati demikian, melaksanakan iktikaf di masjid biasa juga diperbolehkan.
Dalam kitab al-Majmu Syarah al-Muhadzdzab Jilid 7 dijelaskan bahwa sah hukumnya beriktikaf di semua masjid, dan masjid jami' lebih utama sebagaimana disebutkan oleh Al Mushannif.
Untuk lokasi tepatnya, mazhab Syafi'i memperbolehkan beriktikaf di atap maupun teras masjid. Tidak ada perselisihan pendapat dalam hal ini karena keduanya termasuk area masjid.
Jika tidak memungkinkan berkumpul di masjid atau jika mendatanginya justru akan membawa mudarat, iktikaf akan lebih baik dilakukan di rumah.
Bagaimana Jika I'tikaf Dilakukan di Mushala Rumah?
Apabila tidak ada kendala tertentu, iktikaf lebih dianjurkan dikerjakan di masjid. Meski begitu terdapat beberapa pendapat terkait hal ini.
Menurut mazhab Hanafi, iktikaf di "masjid" rumahnya diperbolehkan bagi perempuan. Sementara itu, pada mazhab Syafi'i yang shahih, dijelaskan dalam kitab al-Majmu Syarah al-Muhadzdzab Jilid 7, bahwasanya tidak sah seorang perempuan yang beriktikaf di "masjid" atau mushala rumahnya.
Mazhab Hanafi merujuk pada pemaknaan kata masjid menurut pendapat Ibnu Abidin. Beliau menjelaskan bahwa masjid yang dimaksud di sini tidak harus masjid tempat ibadah yang lazim dikenal, melainkan juga lokasi khusus yang menjadi tempat ibadah, seperti mushala rumah.
Pendapat tersebut mengacu pada definisi masjid dalam bahasa Arab yang berarti ‘tempat sujud’. Kitab Haasyiah Ibnu Abidin menerangkan bahwa tempat sujud yang dikhususkan untuk beribadah bisa disebut masjid meskipun lokasinya berada di rumah.
Majelis Tarjih PP Muhammadiyah berpendapat, iktikaf dapat dilakukan di "masjid" rumah, yakni sudut rumah yang biasa menjadi digunakan sebagai tempat bersujud. Sebaiknya umat Islam menyediakan tempat khusus untuk beribadah di rumah dan tempat inilah yang dijadikan sebagai tempat iktikaf selama di rumah.
Sebagai catatan, keputusan untuk beriktikaf di rumah dapat diambil jika terdapat kondisi tertentu. Misalnya, jika mendatangi masjid akan membawa mudarat seperti di masa pandemi COVID-19.
Tata Cara Itikaf di Rumah
Inti dari iktikaf adalah berdiam diri dan fokus mendekatkan diri pada Allah. Amalan-amalan yang dikerjakan juga memiliki tujuan utama yang sama. Berikut ini beberapa amalan yang bisa dilakukan:
- Melaksanakan salat sunat seperti salat tahiyatul masjid dan salat malam lainnya.
- Membaca Al-Qur’an dan tadarus Al-Qur’an
- Berdzikir dan berdoa
- Membaca buku-buku agama
Ada beberapa langkah yang dapat diterapkan untuk menghidupkan 10 malam terakhir di bulan Ramadan bersama keluarga. Berikut uraiannya:
Pertama, mengajak diskusi keluarga, melakukan taqarrub ilaallaah untuk memaksimalkan Ramadan dengan iktikaf bersama. Iktikaf dapat diisi dengan berzikir, berdoa, atau membaca Al-Qur’an hingga menjelang waktu sahur.
Kedua, salat isya berjamaah pada awal waktu tanpa dilanjutkan dengan salat tarawih. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengakhirkan salat tarawih untuk diganti dengan salat tahajud pada sepertiga malam akhir. Opsi lainnya tetap tarawih bersama, tetapi mengakhirkan salat witirnya.
Ketiga, tidur setelah melaksanakan salat isya dengan niat bangun pada sepertiga malam. Setelah itu, dilanjutkan dengan memperbanyak doa atau berzikir bersama keluarga di rumah.
Taqarrub ilaallaah merupakan salah satu momen yang tepat untuk menguatkan keluarga. Hal ini pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz saat menjabat sebagai khalifah.
Usai berzikir dan beribadah kepada Allah, beliau melanjutkan dengan komunikasi untuk menguatkan kekeluargaan.
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Fadli Nasrudin
Penyelaras: Dhita Koesno