tirto.id - Dalam pertemuan tahunan yang diselenggarakan Berkshire Hathaway 2018, Warren Buffett membandingkan $10 ribu yang diinvestasikan dalam bentuk emas dengan jumlah yang sama untuk investasi saham pada 1942. Menurut legenda hidup investasi pasar saham ini, investasi di emas tidak menghasilkan apa-apa dan jauh lebih buruk ketimbang membeli saham.
"Untuk setiap satu dolar yang Anda hasilkan dari bisnis di AS, Anda dapat kurang dari satu sen keuntungan dengan membeli lagi nilai sebuah perusahaan melalui saham dan itu bisa dilakukan terus-menerus," ucap Buffett di suatu Sabtu bulan Mei 2018, dilansir Bussiness Insider.
Pendapat Buffett masih sama seperti pidato yang ia sampaikan di Universitas Harvard dua dekade lalu. Kala itu, pemikiran Buffett tentang emas adalah: “[Emas] digali dari tanah di Afrika, atau di suatu tempat. Kemudian dilebur, menggali lubang lain, menguburnya lagi, dan membayar orang untuk berdiri menjaganya. Itu tidak memiliki utilitas," ucap Warren, dikutip Forbes.
Buffett boleh saja punya pandangan miring soal emas. Namun, tetap ada beberapa alasan kenapa emas masih layak dimiliki sebagai salah satu keranjang investasi. Pertama, nilai emas tahan banting alias kebal terhadap fenomena naik turun nilai tukar mata uang dan gejolak ekonomi. Ketidakpastian kondisi ekonomi dan keuangan domestik maupun global, investor harus pintar-pintar memilih portofolio investasi.
Komoditas emas menunjukkan prospek menggiurkan sepanjang 2018. Mengutip situs logam mulia, harga pembelian emas Aneka Tambang (Antam) meningkat 4,22 persen setara Rp27 ribu per gram di 2018. Awal tahun, harga satu gram emas Antam dibanderol Rp640 ribu per gram. Tutup tahun, harga naik menjadi Rp667 ribu. Harga tersebut bertahan sampai dengan perdagangan emas per 3 Januari 2019.
Emas menjadi pelarian investor dari fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar di 2018. Investor lokal cenderung mempertebal investasi bersifat aset safe haven. Ini terlihat dari penjualan emas PT Antam Tbk sepanjang 9 bulan pertama 2018 yang menembus 22,4 ton. Jumlah itu naik 221 persen dibanding tahun 2017 yang hanya terjual 6,97 ton emas (PDF).
Akhir 2018, diperkirakan penjualan emas bisa mencapai 26 ton. Dengan begitu, perusahaan pelat merah ini berharap dapat menaikkan penjualan emas sebanyak 10 persen menjadi 30 ton sepanjang 2019. “Kami optimis karena kinerja per Oktober sudah bisa dibuktikan dengan penjualan 24 ton dibanding tahun lalu yang hanya 13 ton,” tutur Arie Prabowo Ariotedjo, Direktur Utama Antam seperti dilansir Kontan.
Di pasar internasional, emas juga jemawa. Permintaan emas global kuartal III-2018 sebanyak 964,3 ton, naik 6,2 ton secara tahunan. Data World Gold Council menyebut permintaan khusus emas batangan dan koin melonjak hingga 28 persen menjadi 298,1 ton.
“Banyaknya permintaan karena investor ritel mengambil untung dari harga emas yang turun sekaligus juga mencari investasi yang mampu memberikan perlindungan terhadap pelemahan nilai tukar dan jatuhnya pasar saham,” tulis World Gold Council dalam laporannya berjudul Gold Demand Trends Q3 2018.
Ada Faktor-faktor Kenaikan Harga
Hari raya Imlek yang akan jatuh pada 5 Februari 2019, akan memengaruhi tingginya permintaan dan harga logam mulia ini secara musiman pada kuartal I-2019. Tingginya permintaan emas juga akan terjadi pada hari raya Diwali, yang akan berlangsung pada paruh kedua 2019 terutama di India. Cina dan India yang merupakan negara konsumen utama komoditas emas, menopang kenaikan permintaan dan harga emas dunia, mulai dari tiga bulan pertama 2019.
Hari raya Diwali yang dirayakan masyarakat India, secara historis mampu meningkatkan permintaan emas secara signifikan hingga ke tingkat pengecer. Pada 2017 (PDF), pedagang emas eceran online meraup rekor penjualan tertinggi didorong oleh festival Diwali tersebut. Penjualan emas di toko melonjak disertai permintaan yang tinggi sehingga mampu menggiring kenaikan harga emas.
Di sini, hukum supply dan demand berlaku. Tingginya permintaan akan memengaruhi penawaran harga. Kenaikan harga emas terasa mulai hari pertama perdagangan emas 2019. Di pasar spot, perdagangan emas menunjukkan geliat kenaikan, karena menyentuh level tertinggi selama lebih dari enam bulan terakhir.
Emas di pasar spot naik 0,2 persen pada perdagangan pada 2 Januari 2019 menjadi $1.284,71 per ons troi. Harga emas kembali naik pada perdagangan 3 Januari ke posisi $1.288,49 per ons troi. Level tertinggi yang sempat disentuh adalah $1.288,66 per ons troi pada 15 Juni 2018.
Hari raya membuat permintaan emas dalam bentuk perhiasan diramal mengalami kenaikan. Setidaknya ini tergambar dari historis permintaan perhiasan emas yang naik 6 persen sepanjang sembilan bulan pertama 2018. Harga yang sempat melandai di periode Juli dan Agustus di mana level terendah $1.184 per ons troi pada 16 Agustus 2018, cukup ampuh menarik minat konsumen membeli perhiasan emas.
Cina dan India, menjadi negara penyumbang permintaan emas terbesar selain negara-negara berkembang lainnya. Rekor permintaan emas di Cina dan India pada sembilan bulan pertama 2018 bahkan mengalahkan rekor permintaan di kawasan Timur Tengah. Iran tercatat memiliki permintaan emas koin tertinggi selama lima setengah tahun.
Pada 2019, Cina diperkirakan juga masih akan menjadi konsumen emas terbesar di dunia. Ini karena, volatilitas pasar saham dan pelemahan mata uang, mendorong masyarakat Cina memborong emas sebagai aset investasi yang aman. Permintaan emas di Cina periode Januari-September 2018 tumbuh sampai dengan 25 persen. Negeri Tirai Bambu pun menjadi pasar emas batangan dan koin terbesar di dunia.
Tingginya permintaan emas dikarenakan masih adanya kekhawatiran terkait meluasnya defisit anggaran pemerintah Amerika Serikat (AS) dan juga perang dagang dengan Cina. Jika kesepakatan tidak tercapai, maka nilai tukar mata uang kembali bergolak.
“Akhirnya perang dagang akan kembali menggigit AS. Perang dagang bisa memakan waktu lebih lama, bisa lebih cepat. Investor akan mengamankan diri dan mendapat keuntungan di emas. Kita semua tentu tahu, perang dagang tidak baik untuk ekonomi," kata Francisco Blanch, Kepala Riset Komoditas Global dan Derivatif Bank of America Merrill Lynch (PDF).
"Komoditas emas akan meningkat di Cina tahun ini," tulis Bank of America (BofA) Merrill Lynch dalam laporan Global Research yang sama.
Faktor lain yang membuat kilau emas semakin silau, berasal dari ketidakpastian ekonomi global akibat kenaikan suku bunga federal yang dilakukan bank sentral AS, The Federal Reserve. Kenaikan Fed Fund Rate (FFR) menurut Stephen Innes, Kepala Perdagangan Oanda Asia-Pacific, membuat asumsi pertumbuhan ekonomi AS dan juga global melambat di 2019.
“Nilai tukar dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia termasuk negara berkembang diperkirakan juga akan berada dalam tren melemah. Dengan begitu, emas menjadi komoditas yang dilirik sebagai investasi safe haven,” tutur Stephen seperti melansir Bloomberg TV.
Rencana kenaikan suku bunga FFR sebanyak dua kali lagi tahun ini, mendorong kenaikan harga emas. Sebab, kenaikan suku bunga berarti mengerem laju pertumbuhan ekonomi dan menambah kekhawatiran kondisi pertumbuhan ekonomi negeri Paman Sam. Kenaikan suku bunga acuan dalam jangka pendek disikapi dengan menguatnya kurs dolar AS dan mendominasinya tingkat suku bunga federal yang tinggi.
“Tapi dalam jangka panjang, kenaikan suku bunga membuat defisit anggaran pemerintah AS menjadi sangat besar. Kondisi ini mendorong kenaikan harga emas,” imbuh Francisco Blanch.
Oleh karena itu, BofA Merrill Lynch (PDF) memperkirakan harga emas di 2019 bisa menyentuh $1.350 per ons troi. Harga ini memang masih jauh dari rekor tertinggi pada 2011 sebesar $1.900 per ons troi. Kenaikan harga emas juga diprediksi oleh Goldman Sachs, yang memperkirakan harga emas 2019 bisa mencapai $1.325 per ons troi. Namun, Bank Dunia dan New York Commodities Exchangememperkirakan harga emas tahun ini justru rata-rata melemah dibandingkan 2018.
“Jika pertumbuhan ekonomi AS melambat, maka emas dapat mendapat keuntungan dari permintaan penjualan yang lebih tinggi untuk aset defensif investasi,” kata Goldman.
Investor memang berhati-hati menyikapi kondisi ekonomi dan pasar keuangan saat ini. Pasar ekuitas AS mencatatkan kinerja terburuk dalam 10 tahun terakhir. Selain itu, indikator utama mengukur kesehatan ekonomi suatu negara yaitu pasar perumahan, menunjukkan kekhawatiran serius di AS. Investasi bisnis di kuartal III-2018 mengering dan efek pemotongan pajak perusahaan yang dilakukan Donald Trump, hampir menghilang.
“Kami melihat pelaku pasar sangat menghindari risiko sekarang, dengan membeli aset safe haven” kata Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA, dalam laporan Reuters.
Pembelian emas yang dilakukan oleh bank sentral termasuk The Federal Reserve, turut menambah dorongan kenaikan harga emas. Permintaan emas dari bank sentral naik 22 persen secara tahunan menjadi 148,4 ton. Menjadikan level tersebut tertinggi dalam pembelian bersih tiga bulanan sejak 2015.
Editor: Suhendra