Menuju konten utama

Apa yang Terjadi di Prancis & Benarkah Pemerintahan Kolaps?

Perdana Menteri Francois Bayrou digulingkan melalui mosi tidak percaya pada Senin (8/9). Apa yang terjadi di Prancis & benarkah pemerintahan kolaps?

Apa yang Terjadi di Prancis & Benarkah Pemerintahan Kolaps?
Paris, Prancis. Antara Foto/Ismar Patrizki.

tirto.id - Anggota parlemen Prancis menggulingkan Perdana Menteri (PM) Francois Bayrou pada Senin (8/9/2025). Apa yang terjadi di Prancis dan benarkah pemerintahan kolaps?

Francois Bayrou kalah telak dalam mosi tidak percaya di Majelis Nasional yang berkaitan dengan masalah utang Prancis.

Dengan hasil tersebut, dalam dua tahun terakhir Presiden Macron akan mencari pengganti perdana menterinya untuk yang kelima. Hal ini menandai catatan suram dan ketidakseimbangan masa jabatan kedua Presiden Macron.

Benarkah Pemerintahan Prancis Kolaps?

Pemerintahan Prancis memang mengalami kejatuhan, tetapi bukan "kolaps" secara total, melainkan runtuhnya pemerintahan Perdana Menteri Francois Bayrou dalam sistem parlementer.

Pada 8 September 2025, Majelis Nasional Prancis menggelar pemungutan suara mosi tidak percaya terhadap pemerintahan yang dipimpin oleh PM Francois Bayou.

Mosi tidak percaya terhadap Francois Bayrou muncul karena kombinasi alasan politik, ekonomi, dan ketidakpuasan sosial. Bayrou mengusulkan pemangkasan anggaran sekitar 44 miliar euro untuk tahun 2026, termasuk pemotongan pada sektor kesehatan, pendidikan, dan belanja sosial.

Dikutip dari Guardian, proposal ini ditentang keras oleh oposisi, serikat buruh, dan bahkan sebagian anggota partai pendukung pemerintah, karena dianggap terlalu berisiko bagi rakyat biasa.

Rencana penghematan memicu kemarahan publik. Ratusan ribu orang sudah berdemonstrasi, dengan ancaman mogok nasional. Polisi menyiagakan puluhan ribu personel untuk mengantisipasi kerusuhan lebih lanjut.

Melansir laman BBC, kondisi ini mendorong parlemen melakukan mosi tidak percaya. Pada 8 September 2025, Perdana Menteri Prancis François Bayrou kalah dalam voting mosi tidak percaya di Majelis Nasional. 364 anggota parlemen menyatakan mosi tidak percaya pada pemerintah. Sementara 194 suara lainnya menyatakan percaya.

Jumlah suara yang menolak Bayrou jauh di atas ambang batas suara yang dibutuhkan (280 suara), sehingga cukup untuk menjatuhkan pemerintah. Artinya, Bayrou dipaksa mundur setelah hanya sembilan bulan menjabat, mengikuti jejak pendahulunya, Michel Barnier, yang kalah dalam mosi tidak percaya Desember lalu.

Kantor kepresidenan Prancis dalam sebuah pernyataan menerangkan bahwa Macron memperhatikan hasil tersebut dan akan menunjuk perdana menteri baru dalam beberapa hari mendatang. Hal ini juga mengakhiri spekulasi yang muncul bahwa presiden mungkin akan mengadakan pemilihan umum dadakan.

Presiden Macron akan bertemu Bayrou pada hari Selasa untuk menerima pengunduran diri pemerintahannya, mengutip laporan AFP. Dengan kekalahan tersebut, Presiden Prancis Emmanuel Macron akan menunjuk perdana menteri baru dalam beberapa hari mendatang.

Saat ini, komposisi Majelis Nasional Prancis menunjukkan Partai Reli Nasional pimpinan Marine Le Pen yang berhaluan kanan ekstrem dan sekutunya memegang kursi terbanyak dengan 138 kursi.

Di belakang mereka adalah aliansi sentris Presiden Macron, Ensemble, dengan 91 kursi. Diikuti oleh partai-partai sayap kiri, France Unbowed, dan Partai Sosialis beserta sekutunya.

Beberapa pihak berspekulasi bahwa Macron kini akan beralih ke perdana menteri sayap kiri, setelah gagal dengan Barnier yang konservatif dan Bayrou yang berhaluan tengah. Namun, Partai Sosial Demokrat (PS) menyatakan ingin sepenuhnya melepaskan diri dari kebijakan pro-bisnis Macron.

Francois Bayrou adalah perdana menteri keenam di bawah Presiden Macron sejak ia pertama kali terpilih pada tahun 2017. Pemecatannya akan membuat Macron menghadapi masalah domestik baru di saat ia memimpin upaya diplomatik terkait perang Ukraina.

Ketidakstabilan politik Prancis ini dapat ditelusuri kembali ke keputusan Macron untuk mengadakan pemilihan umum dadakan pada tahun 2024.

Pada pemilihan umum tersebut, Macron kehilangan kursi dari sayap kanan ekstrem dan sayap kiri ekstrem. Tak hanya itu, parlemen juga terpecah dalam mengambilan keputusan-keputusan penting.

Baca juga artikel terkait INTERNASIONAL atau tulisan lainnya dari Sarah Rahma Agustin

tirto.id - Edusains
Kontributor: Sarah Rahma Agustin
Penulis: Sarah Rahma Agustin
Editor: Yantina Debora