Menuju konten utama

Apa Arti Over Claim Skincare yang Sedang Tren dan Dampaknya?

Ketahu arti over claim skincare yang sedang tren di kalangan pengguna produk perawatan kulit. Simak dampak skincare over claim.

Apa Arti Over Claim Skincare yang Sedang Tren dan Dampaknya?
Ilustrasi Skincare. foto/IStockphoto

tirto.id - Istilah over claim di dunia perawatan kulit alias skincare sedang menjadi tren. Lantas, apa arti overclaim skincare dan dampaknya?

Over claim menjadi frasa yang belakangan banyak digunakan oleh para pengguna skincare lantaran seorang dokter kecantikan yang menjuluki dirinya sebagai Dokter Detektif memaparkan dan mengkritik produk skincare yang melakukan over claim melalui media sosial TikTok.

Dokter Detektif dalam video ulasan skincare yang diunggahnya melalui akun TikTok @dokterdetektif menyertakan lampiran hasil uji lab yang dikeluarkan oleh SIG Laboratory. Menurut pengakuan Dokter Detektif, aksinya itu membuat dirinya beberapa kali di-blok oleh para pemilik brand skincareover claim.

Sejak sejumlah video ulasan skincare Dokter Detektif tersebut viral, para pengguna skincare banyak yang mulai waspada dengan produk skincare yang mereka gunakan dan mencoba memastikan produk skincare tersebut sesuai dengan klaimnya.

Apa Arti Over Claim Skincare?

Produk skincare merupakan primadona dalam bisnis kecantikan saat ini, deretan produk skincare baru bermunculan, sehingga membuat persaingan semakin meningkat.

Di tengah ketatnya persaingan, banyak cara yang dilakukan oleh produsen skincare untuk meningkatkan penjualan, misalnya dengan menawarkan promosi, menggaet influencer, dan menggelar sejumlah acara pengenalan produk. Tidak jarang para produsen skincare bahkan nekad melakukan over claim.

Over claim berasal dari kata dalam bahasa Inggris yang berarti “klaim berlebihan”. Lebih lanjut, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) klaim didefinisikan sebagai “pernyataan suatu fakta atau kebenaran sesuatu”.

Dalam konteks produkskincare, istilah over claim digunakan untuk merujuk kepada produk perawatan kulit yang melebih-lebihkan klaim fungsi atau keunggulan yang dimiliki. Biasanya hal ini berkaitan dengan ketidak cocokan persentase kandungan bahan dengan klaim yang tertera pada kemasan produk.

Umumnya, sasaran over claim adalah bahan utama produk yang terkenal berfungsi meningkatkan kesehatan kulit. Misalnya, produk A menjual serum wajah dengan klaim mengandung niacinamide 10%. Namun, setelah diuji lab, ternyata kandungan niacinamide dalam produk serum A hanya berada pada angka 4%.

Dampak Over Claim Skincare

Kerugian adalah dampak over claim skincare yang paling nyata dialami oleh pengguna. Pengguna tentu membeli skincare dengan tujuan untuk mengatasi sejumlah masalah kulit yang dialaminya. Namun, jika terjebak dengan produk over claim, hasil yang didambakan akan lambat terwujud.

Produk niacinamide misalnya, merupakan bahan aktif skincare yang terkenal karena fungsinya dalam mencerahkan, mengurangi tanda penuaan, melembapkan kulit, dan memperkecil pori-pori.

Konsentrasi 10% dinilai ideal digunakan untuk merasakan manfaatnya pada kulit dalam kurun waktu yang relatif cepat. Semakin rendah konsentrasi, semakin lama pula reaksi manfaat dirasakan.

Alhasil, apabila menggunakan produk skincare over claim, pengguna akan dirugikan karena mengeluarkan dana untuk membeli produk yang tidak sesuai dengan klaim yang seharusnya mereka dapatkan, singkatnya ini sama dengan penipuan.

Produk over claim juga akan berdampak pada produsen skincare. Ketika pengguna skincare mengetahui fakta bahwa produk yang dijual tidak sesuai klaim, pengguna yang selama ini menjadi pelanggan hampir bisa dipastikan mempertimbangkan untuk berhenti menggunakan produk.

Tidak hanya itu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) juga telah mengeluarkan pernyataan resmi bahwa setiap produsen skincare yang ketahuan melakukan over claim akan ditindak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Baca juga artikel terkait KASUS VIRAL atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra