Menuju konten utama
TirtoEco

Ancaman Kerusakan Lingkungan dari Puntung Rokok

Kecil tapi sarat muatan toksik. Puntung rokok bukan sekadar residu konsumsi personal, melainkan agen pencemar lingkungan yang menyusup ke tanah & perairan.

Ancaman Kerusakan Lingkungan dari Puntung Rokok
Ilustrasi puntung rokok. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Para perokok barangkali jenuh diingatkan bahwa konsumsi rokok berdampak buruk bagi kesehatan. Informasi risiko kanker paru-paru, penyakit jantung, stroke, hingga kematian dini telah tertera dalam hampir setiap kampanye kesehatan publik.

Konkretnya, risiko bahaya tersebut juga terpampang di bungkus rokok. Hal ini sesuai dengan pencantuman gambar peringatan bahaya merokok, tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012.

Selama ini, perdebatan publik dan regulasi lebih sering berpusat pada bahaya rokok terhadap kesehatan, baik bagi perokok aktif maupun pasif. Namun, di luar bahayanya terhadap kerangka biologis manusia, ada bahaya lain yang kerap terabaikan. Bahaya tersebut ialah limbah sisa dari setiap batang rokok yang dihisap.

Seberapa sering kita bertanya: apa yang terjadi pada puntungnya setelah api padam? Padahal puntung-puntung ini menyimpan zat toksik dan berkontribusi pada krisis lingkungan yang berlangsung senyap.

Fakta ini menjadi signifikan ketika kita menengok posisi Indonesia dalam lanskap produksi dan konsumsi rokok global. Berdasarkan data The Tobacco Atlas, Sixth Edition, Indonesia menempati peringkat ke tujuh sebagai produsen tembakau terbesar di dunia, dengan volume produksi mencapai 197.250 ton per tahun. Dari data tersebut, secara struktural, Indonesia adalah bagian dari jantung industri tembakau dunia.

Sedangkan dari segi konsumsi, kedudukan Indonesia juga cukup tinggi. Dalam artikel ilmiah bertajuk “Cigarette butt littering: The story of the world’s most littered item from the perspective of pollution, remedial actions, and policy measures”, disebutkan bahwa jumlah rokok yang dikonsumsi oleh orang dewasa (usia 15 tahun ke atas) di Indonesia mencapai 406,858 juta batang per tahun. Jumlah ini cukup tinggi dibanding dengan negara tetangga, seperti Thailand (39,675 juta), Vietnam (139,348 juta), Australia (16,953 juta) dan Myanmar (24,296 juta).

Di balik angka konsumsi tersebut, tersembunyi konsekuensi ekologis yang tidak pernah dikalkulasi: jutaan puntung rokok yang dibuang sembarangan setiap tahunnya.

Dampak Puntung Rokok Bagi Ekosistem Laut dan Darat

Tak hanya menyebabkan kerusakan internal dalam tubuh manusia, rokok juga menyisakan warisan eksternal yang merusak ekosistem.

Salah satu bentuk kerusakan ekosistem yang jarang diamati ialah filter rokok, atau yang lebih dikenal sebagai puntung. Puntung rokok merupakan bagian ujung rokok yang berfungsi menyerap sisa hasil pembakaran tembakau dan asap rokok.

“Orang menganggap rokok ini bermasalah di asapnya. Tapi filternya atau puntungnya itu tidak pernah disinggung, padahal kalau dilihat banyak riset, ini berbahaya,” ujar Amiruddin, seorang aktivis dari Ecological Observation Wetlands Conservation (Ecoton).

Pernyataan ini diperkuat oleh artikel ilmiah di jurnal Polymers: puntung rokok mengandung berbagai zat toksik, seperti nikotin dan logam berat yang dapat mencemari lingkungan ketika puntung dibuang sembarangan.

Tidak hanya itu, puntung rokok memiliki material dasar berupa selulosa asetat, yaitu bahan plastik semi-sintetik yang mudah diproduksi namun sulit terurai secara alami.

Produk tembakau modern bahkan mengandung tambahan lapisan berbahan polilactic acid, yang hampir sama seperti selulosa asetat. Bahan ini menambah kompleksitas beban pencemaran lingkungan.

Ilustrasi puntung rokok

Ilustrasi puntung rokok. FOTO/iStockphoto

Parahnya, puntung rokok menjadi jenis sampah yang paling sering ditemukan di laut. Berdasarkan laporan tahunan International Coastal Cleanup (ICC), puntung rokok telah menjadi item sampah paling umum dikumpulkan selama lebih dari 25 tahun berturut-turut. Konsistensinya menandakan bahwa ini bukan fenomena sesaat, melainkan masalah struktural yang terus berulang.

Pada tahun 2017 saja, lebih dari 2,4 juta puntung rokok ditemukan di lokasi pembersihan pesisir di berbagai negara. Jumlah ini bahkan melampaui botol plastik, kantong kresek, sedotan, dan jenis sampah populer lainnya yang selama ini lebih banyak disorot.

Fakta bahwa puntung rokok telah mencemari lautan telah teruji dari hasil penelitian dalam jurnal Environmental Science and Pollution Research. Para peneliti meninjau 15 pantai yang tersebar di wilayah pesisir Jawa Timur: Malang (menghadap Samudra Hindia), Situbondo (Laut Jawa), dan Banyuwangi (Selat Bali). Hasil pengukuran menggunakan Cigarette Butt Pollution Index (CBPI) menunjukkan bahwa sebagian besar lokasi tersebut telah menyandang status “severe pollution” atau pencemaran parah akibat akumulasi puntung rokok.

Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa 58 persen dari puntung yang dikumpulkan berukuran 0,5–2,5 cm, ukuran yang secara toksik paling berisiko, sementara 41 persen berukuran 2,5–5 cm, dan 1 persen melebihi 5 cm.

Masalah puntung rokok di laut tidak berhenti pada jumlahnya. Ketika puntung ini masuk ke lingkungan laut, ia akan terpapar oleh berbagai kondisi alam seperti air asin, gesekan partikel pasir, fluktuasi suhu, dan terutama sinar ultraviolet (UV).

Semua faktor ini mempercepat proses fragmentasi material filter menjadi mikroplastik, partikel plastik berukuran kurang dari 5 mm yang sangat sulit dideteksi.

Ukuran mikroplastik yang sangat kecil membuat partikel ini begitu mudah masuk ke tubuh organisme laut sehingga membawa potensi bahaya ekologis yang serius. Penelitian yang dipublikasikan dalam Environmental Science & Technology menguatkan hal tersebut.

Studi ini menemukan bahwa partikel puntung rokok yang terdegradasi di laut dapat mengganggu proses biologis organisme laut. Salah satu spesies yang diuji adalah Capitella teleta, cacing laut penggali sedimen yang memiliki peran penting dalam ekosistem dasar laut. Pada konsentrasi tinggi (10 mg/g sedimen), cacing ini mengalami penurunan jumlah telur dan frekuensi reproduksi. Gangguan ini mencerminkan efek toksik yang merusak fungsi vital.

Jika laut menjadi lanskap paling terlihat dari krisis limbah puntung rokok, maka daratan bukanlah pengecualian. Puntung rokok juga membawa ancaman di darat, terutama merusak kesuburan dan regenerasi vegetasi.

Penelitian dalam jurnal Sustainability menunjukkan bahwa kandungan dari puntung rokok dapat menyebabkan kerusakan serius pada tanaman pesisir. Kesimpulan tersebut didapat melalui uji terhadap tanaman seperti, selada (Lactuca sativa) dan rumput taman (Lolium perenne). Hasilnya, ditemukan penurunan drastis tingkat perkecambahan dan pertumbuhan akar, alias terjadi hambatan pertumbuhan atas tanaman-tanaman tersebut.

Warisan racun dari puntung rokok yang terbuang sembarangan tak hanya mencemari laut, tetapi juga daratan.

Ilustrasi puntung rokok

Ilustrasi puntung rokok. FOTO/iStockphoto

Fakta ini menambah panjang daftar kerusakan yang ditimbulkan oleh rokok. Baik kerusakan terhadap kerangka biologis manusia, maupun jejak kerusakan ekologis yang ditinggalkan terhadap lingkungan hidup.

Efek besar negatif yang ditimbulkan oleh selinting kecil bekas puntung rokok, barangkali mengingatkan kita dengan petuah Rachel Carson melalui bukunya yang berjudul Silent Spring (1962: 100). Ia menegaskan bahwa kerusakan lingkungan kerap dimulai dari hal kecil yang dampaknya menjalar.

We poison the gnats in a lake and the poison travels from link to link of the food chain and soon the birds of the lake margins become its victims.”

(Kita meracuni serangga kecil di danau, dan racun itu menjalar dari satu mata rantai makanan ke mata rantai berikutnya, hingga akhirnya burung-burung di tepi danau menjadi korbannya).

Dalam kutipan tersebut, "gnats" (sejenis serangga kecil) diracuni oleh bahan kimia berupa insektisida berbasis organoklorin yang dilepaskan oleh manusia. Namun, racun itu tidak berhenti di situ. Bahan toksik itu menyebar melalui rantai makanan, hingga ikut membunuh burung yang memakan serangga tersebut atau hidup di sekitar danau.

Ini berarti, tidak ada tindakan manusia terhadap lingkungan yang sepenuhnya terisolasi. Setiap bahan beracun yang dilepas (sekecil apa pun) akan memiliki dampak berjenjang terhadap organisme lain dan keseimbangan alam.

Baca juga artikel terkait PENCEMARAN LINGKUNGAN atau tulisan lainnya dari D'ajeng Rahma Kartika

tirto.id - TirtoEco
Kontributor: D'ajeng Rahma Kartika
Penulis: D'ajeng Rahma Kartika
Editor: Irfan Teguh Pribadi