Menuju konten utama

Amnesty International: Butuh Kemauan Politik Ungkap Kasus Munir

7 September 2024 menandai dua dekade pembunuhan aktivis yang gigih memperjuangkan hak asasi manusia, Munir Said Thalib.

Amnesty International: Butuh Kemauan Politik Ungkap Kasus Munir
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyampaikan keterangan terkait tindakan tim terpadu inisiasi Kemenko Polhukam atas deklarasi damai terhadap kasus pelanggaran HAM berat Talangsari 1989 di gedung Ombudsman, Jakarta, Senin (4/3/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/ama.

tirto.id - Amnesty International Indonesia mengingatkan bahwa 7 September 2024 menandai dua dekade pembunuhan aktivis yang gigih memperjuangkan hak asasi manusia, Munir Said Thalib. Namun, ironisnya dalang pelakunya belum tersentuh oleh hukum.

“Pembunuhan Munir bukan kejahatan biasa. Tapi kejahatan luar biasa yang terjadi secara sistematis dengan indikasi kuat keterlibatan petinggi negara, khususnya unsur intelijen yang menyalahgunakan wewenang mereka, termasuk melalui orang-orang tertentu di penerbangan milik pemerintah,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam keterangannya, Sabtu (7/9/2024).

“Kemampuan aparat penegak hukum kita sebenarnya tidak perlu diragukan lagi. Tak ada yang bisa diungkapkan, sesulit apa pun kejahatannya. Sayangnya, kemampuan itu terhalang oleh keengganan politik untuk mengambil langkah-langkah hukum dalam menuntaskan kasus ini. Padahal masih ada peluang hukum, yaitu investigasi kepolisian serta peninjauan kembali oleh kejaksaan,” lanjut Usman.

Usman menghormati penjelasan komisioner Komnas HAM yang mengatakan, saat ini proses penyelidikan kasus Munir masih berjalan dengan pengumpulan alat bukti dan permintaan keterangan saksi.

Kata Usman, Komnas HAM dan sejumlah organisasi hak asasi manusia juga berkali-kali mengingatkan Kejaksaan Agung terkait hasil-hasil penyelidikan Komnas HAM, termasuk membentuk pengadilan HAM ad hoc oleh Presiden dan DPR RI.

Namun, Amnesty International Indonesia menilai, kemauan politik untuk menyelidiki kauss Munir belum terlihat. Menurut Usman, jika Komnas HAM berhasil menuntaskan penyelidikan, hasilnya masih bergantung dari kemauan politik negara.

Menurut Usman, motif pembunuhan Munir tidak dapat dipisahkan dari perjuangan aktivis yang berani untuk mereformasi sistem keamanan dan kontrol sipil dalam demokrasi di Indonesia tersebut. Sebelum dibunuh, Munir aktif mengkritik RUU Badan Inteijen Negara, RUU TNI Tahun 2004 dan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Tahun 2004, serta kegiatan publik lainnya.

Usman mengatakan, setelah puluhan tahun terlewati, pemerintah masih memiliki tanggung jawab hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, termasuk kasus Munir.

Pemerintahan era Presiden Joko Widodo, yang pada awal masa jabatannya berjanji untuk menuntaskan kasus ini pun hingga kini belum menunjukkan langkah nyata untuk memenuhi janji. Usman menilai hal tersebut semakin mempertegas adanya keengganan negara untuk menegakkan keadilan bagi Munir dan keluarganya serta ribuan korban pelanggaran HAM lainnya.

“Kami terus mendesak negara untuk segera mengambil langkah hukum yang tegas dan transparan dalam mengusut tuntas kasus pembunuhan Munir,” kata Usman.

“Munir adalah simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Dua puluh tahun setelah kematiannya, kita masih menuntut hal yang sama, kebenaran dan keadilan. Negara harus bangun dari tidur panjangnya," lanjutnya.

Baca juga artikel terkait MUNIR atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Hukum
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Anggun P Situmorang