tirto.id - Penyebaran nyamuk Wolbachia di Bali ditunda oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Kemenkes belum menyebutkan sampai kapan penundaan ini akan dilakukan.
Namun, menurut Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali alasan penyebaran nyamuk Wolbachia di Bali ditunda karena adanya masalah sosial. Seiring dengan penundaan tersebut, Kemenkes akan terus melanjutkan proses sosialisasi kepada masyarakat.
Sebelumnya Kemenkes bersama pemerintah setempat berencana menyebarkan bibit nyamuk Wolbachia di beberapa wilayah Bali pada pertengahan November 2023. Penyebaran bibit nyamuk Wolbachia merupakan bagian dari upaya menekan kasus demam berdarah dengue (DBD) di Bali.
Nyamuk Wolbachia terbentuk dari hasil persilangan nyamuk Aedes aegypti dengan nyamuk yang sudah dimasukkan bakteri Wolbachia di tubuhnya. Keberadaan nyamuk Wolbachia menjadi salah cara penularan penyakit DBD.
Bakteri Wolbachia memiliki peran penting dalam menurunkan replikasi virus dengue di tubuh nyamuk Aedes aegypti. Hal ini menurunkan kemampuan nyamuk Aedes aegypti untuk menularkan virus dengue penyebab DBD kepada manusia.
Penyebaran bibit nyamuk Wolbachia terbukti efektif dalam mencegah penularan virus dengue melalui gigitan nyamuk. Salah satu wilayah yang berhasil menerapkan metode Wolbachia saat ini adalah Yogyakarta.
Dikutip dari situs Kemenkes, penyebaran nyamuk Wolbachia di Yogyakarta berhasil menurunkan angka kasus dengue sebesar 77 persen dan menurunkan proporsi dirawat di rumah sakit sebesar 86 persen.
Alasan Penyebaran Teknologi Nyamuk Wolbachia di Bali Ditunda
Penyebaran jentik-jentik nyamuk Wolbachia di Bali terpaksa ditunda akibat masih mengalami penolakan dari sebagian masyarakat. Menurut Kemenkes, belum semua masyarakat di Bali siap menerima kebijakan pelepasan nyamuk pencegah penyakit DBD ini.
"Sekarang sedang kita bahas dengan Pemerintah Provinsi Bali untuk menunda dulu pelepasan Wolbachia dan melakukan sosialisasi sampai masyarakat siap," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi, seperti dikutip Antara, Jumat (17/11/2023) lalu.
Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, mengatakan pro kontra penyebaran nyamuk Wolbachia masih terjadi di masyarakat.
Oleh sebab itu, penundaan pemerintah memutuskan untuk menunda penyebaran dan melanjutkan proses sosialisasi agar tetap menciptakan kenyamanan.
"Perlu sosialisasi, ada penolakan dari masyarakat, kan kita tidak ingin masyarakat terbelah. Yang pro dan kontra ini harus dibagusin dulu," kata Sang Made.
Sementara itu, belum disebutkan sampai kapan proses penyebaran nyamuk Wolbachia di Bali ditunda. Terkait kapan penyebaran nyamuk Wolbachia di Bali masih menunggu keputusan Kemenkes selanjutnya.
Provinsi Bali rencananya menjadi wilayah uji coba penerapan nyamuk Aedes aegypti yang mengandung bakteri Wolbachia. Pelepasan nyamuk ini melengkapi program intervensi kasus DBD sebelumnya, yakni pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
Uji coba nyamuk Wolbachia di Bali turut bekerja sama dengan World Mosquito Program (WMP) dari Monash University, Australia. WMP berkolaborasi dengan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam penelitian nyamuk Wolbachia.
Rangkaian proses uji coba ini didanai oleh lembaga nirlaba yang didirikan oleh keluarga filantropis Jean Tahija, yaitu Yayasan Tahija.
Uji coba nyamuk Wolbachia dilandasi dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaraan Proyek Percontohan (Pilot Project) Implementasi Wolbachia. Inovasi penanggulangan penyakit DBD ini telah diterapkan pada lima kota, yaitu Semarang, Bandung, Jakarta Barat, Bontang, dan Kupang.
Apakah Nyamuk Wolbachia Aman bagi Manusia?
Bakteri Wolbachia merupakan bakteri alami yang ada di tubuh 6 dari 10 jenis serangga. Ketika Wolbachia masuk ke dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, bakteri tersebut menurunkan replikasi virus dengue. Alhasil peran nyamuk tersebut sebagai pembawa virus dengue untuk ditularkan ke manusia lewat gigitan dapat ditekan.
Mekanisme kerja bakteri Wolbachia sampai bisa mengganggu replikasi virus dengue dengan berkompetisi makanan antara keduanya. Bakteri Wolbachia turut mengonsumsi makanan yang juga disantap virus dengue.
Hal ini menyebabkan jumlah makanan yang dikonsumsi virus dengue berkurang, sehingga perkembangbiakannya di tubuh nyamuk dapat ditekan dan bahkan digagalkan.
Jika virus dengue tidak berkembang lewat replika, lama-kelamaan jumlahnya sangat sedikit. Pada akhirnya virus akan hilang dari tubuh nyamuk Aedes aegypti karena mati semua.
Dengan demikian, nyamuk tersebut tidak menimbulkan penyakit DBD saat menghisap darah manusia karena tidak ada virus dengue yang berpindah tempat (menular).
Di sisi lain, keberadaan nyamuk Wolbachia dinilai aman bagi manusia. Bakteri Wolbachia yang masuk ke tubuh nyamuk berada dalam keadaan identik seperti di inang aslinya, yakni Drosophila melanogaster. Bakteri tersebut diklaim masih alami dan bukan hasil modifikasi genetik.
Keamanan penyebaran nyamuk Wolbachia sudah dikonfirmasi lewat hasil analisis risiko oleh Kemenristekdikti dan Balitbangkes, Kemenkes pada 2016 yang melibatkan 20 orang pakar berbagai bidang dalam tim independen.
Mengutip laman UGM, hasil risiko tersebut menemukan bahwa Wolbachia mempunyai risiko kesehatan yang rendah bagi manusia dan kesehatan. Potensi adanya peningkatan risiko sampai 30 tahun ke depan dapat diabaikan.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Iswara N Raditya & Yonada Nancy