tirto.id - Nyamuk Wolbachia yang diklaim dapat menurunkan kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia mulai disebar di beberapa wilayah, salah satunya Bali. Namun, terjadi penolakan oleh masyarakat setempat sehingga penyebaran nyamuk Wolbachia ini akhirnya ditunda.
Dikutip dari Antara News, Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, mengatakan bahwa masyarakat masih pro dan kontra menghadapi rencana penyebaran nyamuk Wolbachia. Karena itu, perlu dilakukan sosialisasi secara menyeluruh agar masyarakat paham dan mau menerima teknologi Wolbachia.
Sebagai informasi, nyamuk Wolbachia adalah terobosan baru dari the World Mosquito Program (WMP) untuk menanggulangi penyakit DBD. Wolbachia sendiri adalah bakteri alami yang umum ditemukan dalam tubuh serangga seperti kupu-kupu, ngengat, dan nyamuk.
Wolbachia diketahui dapat menghambat replikasi virus dengue di tubuh nyamuk Aedes aegypti. Ketika replikasi virus dengue terhambat, maka virus penyebab DBD ini juga sulit ditularkan pada manusia.
Meski Wolbachia dapat ditemukan di beberapa jenis nyamuk, faktanya nyamuk Aedes aegypti tidak memiliki bakteri jenis ini. Karena itu, para ilmuwan akhirnya menyuntikkan bakteri Wolbachia dalam nyamuk Aedes aegypti dan mengembangbiakkannya dalam jumlah banyak.
Nyamuk yang mengandung Wolbachia ini kemudian disebar di banyak wilayah demi menurunkan penularan DBD. Di Indonesia, DI Yogyakarta pernah menjadi tempat uji coba nyamuk Wolbachia dan menunjukkan hasil yang positif.
Meski demikian, kemunculan nyamuk Wolbachia tetap menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, seperti yang terjadi di Bali baru-baru ini. Terlebih, belakangan ini muncul isu-isu negatif yang menyebutkan bahwa nyamuk Wolbachia bisa menyebabkan terjadinya pandemi seperti COVID-19.
Apakah Nyamuk Wolbachia Berbahaya dan Picu Penyakit Lain?
Salah satu ketakutan masyarakat adalah nyamuk Wolbachia bisa membahayakan kesehatan manusia dan malah memicu timbulnya penyakit lain.
Menanggapi hal ini, Peneliti Pusat kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada sekaligus anggota peneliti WMP Yogyakarta, dr. Riris Andono Ahmad, MPH., Ph.D., menegaskan bahwa Wolbachia tidak akan menginfeksi manusia. Tak hanya itu, Wolbachia juga dianggap aman bagi hewan maupun lingkungan sekitar sehingga bakteri ini tergolong aman untuk dimanfaatkan.
Dilansir dari laman UGM, Kemenristekdikti dan Balitbangkes dari Kementerian Kesehatan pernah melakukan analisis risiko untuk menguji keamanan Wolbachia pada 2016. Hasilnya, nyamuk Wolbachia terbukti memiliki tingkat risiko rendah bagi manusia dan lingkungannya.
Nama Wolbachia memang terdengar asing bagi masyarakat awam, tapi bakteri ini sangat umum ditemukan dalam tubuh 50 persen spesies serangga yang ada di muka bumi.
Salah satu serangga yang mengandung Wolbachia adalah nyamuk jenis Culex pipiens. Nyamuk ini sering ditemukan di rumah-rumah dan pasti banyak orang yang pernah digigitnya.
Meski demikian, sampai saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Wolbachia atau serangga ber-Wolbachia bisa membahayakan kesehatan manusia. Karena itu, nyamuk Aedes aegypti yang mengandung Wolbachia pun diyakini tidak berbahaya dan diharapkan bisa mengatasi masalah DBD di Indonesia.
Dampak Penyebaran Teknologi Nyamuk Wolbachia Sejauh Ini
Efektivitas Wolbachia telah diteliti oleh WMP Yogyakarta sejak 2011 silam. Uji coba penyebaran nyamuk Wolbachia pun telah dilakukan di Kota Yogyakarta pada 2017 dan hasilnya diumumkan pada Agustus 2020.
Hasil uji coba menunjukkan bahwa Wolbachia berhasil menurunkan angka kejadian DBD di wilayah tersebut. Kasus DBD diketahui menurun hingga 77 persen, sedangkan angka rawat inap akibat DBD juga mengalami penurunan hingga 86 persen.
Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani juga mengungkapkan bahwa jumlah kasus DBD di Kota Yogyakarta pada bulan Januari-Mei 2023 telah berada di bawah garis minimum jika dibandingkan dengan kondisi tujuh tahun sebelumnya (2015-2022).
Tak hanya Yogyakarta, Semarang yang termasuk dalam lima kota pilot project nyamuk Wolbachia juga merasakan dampaknya. Penyebaran nyamuk Wolbachia pertama kali dilakukan di 12 kelurahan di Kecamatan Tembalang pada 8 September 2023, dilanjut ke 11 kelurahan di Kecamatan Banyumanik pada 23 Oktober 2023.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Mochamad Abdul Hakam, mengungkapkan bahwa kasus DBD di Tembalang cenderung mengalami penurunan. Dari Januari hingga September, tercatat hanya 51 kasus DBD, jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya pada periode yang sama yang saat itu ada 98 kasus DBD.
Kasus DBD di Kecamatan Banyumanik juga tercatat menurun. Jika di tahun sebelumnya (periode Januari-September) ada 83 kasus, tahun ini turun menjadi 29 kasus saja.
Penulis: Erika Erilia
Editor: Nur Hidayah Perwitasari