tirto.id - Nyamuk Wolbachia buatan mana menjadi pertanyaan masyarakat menyusul adanya sosialisasi penyebaran nyamuk ini oleh pemerintah. Lalu, apa saja manfaat nyamuk Wolbachia dan benarkah bisa mengatasi masalah DBD di Indonesia?
Nyamuk Wolbachia merupakan inovasi yang diciptakan oleh organisasi World Mosquito Program (WMP) dari Yogyakarta. Selama bertahun-tahun, WMP telah melakukan penelitian untuk menanggulangi penyakit yang disebabkan oleh nyamuk, salah satunya adalah DBD.
Penelitian ini dilakukan karena kawasan Yogyakarta dulunya sering mengalami wabah DBD yang cukup mengkhawatirkan. WMP kemudian bekerja sama dengan UGM dan didukung pula oleh Yayasan Tahija untuk mengembangkan metode nyamuk Wolbachia.
Penyebaran nyamuk Wolbachia rupanya terbukti mampu menekan angka kasus DBD di wilayah Jogja. Hal inilah yang semakin mendorong WMP untuk memperluas penyebaran nyamuk Wolbachia di berbagai wilayah.
Sementara itu, hasil positif ini juga telah direspon oleh pemerintah pusat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1341 Tahun 2022, inovasi nyamuk Wolbachia sudah mulai diterapkan di 5 kota di Indonesia, yaitu Semarang, Jakarta Barat, Bandung, Kupang, dan Bontang.
Manfaat Teknologi Nyamuk Wolbachia
Nyamuk Wolbachia adalah sebutan bagi nyamuk Aedes aegypti yang mengandung Wolbachia. Wolbachia sendiri adalah jenis bakteri alami yang dapat ditemukan di 50 persen jenis serangga, termasuk nyamuk.
Salah satu kelebihan Wolbachia adalah bakteri ini jelas bukan hasil rekayasa genetika atau non-GMO. Karena itu, bakteri ini dinyatakan aman bagi manusia, hewan, maupun lingkungan.
Perlu diketahui bahwa virus dengue penyebab DBD sebenarnya tidak secara alami berada di dalam tubuh nyamuk. Aedes aegypti memiliki virus dengue setelah nyamuk tersebut menggigit penderita DBD atau yang sudah terinfeksi virus.
Virus ini kemudian berkembang di dalam tubuh nyamuk. Ketika nyamuk tersebut menggigit orang lain, saat itulah virus dengue ditularkan dan penyakit DBD bisa tersebar.
Dari penelitian yang sudah dilakukan, Wolbachia diketahui dapat menghambat replikasi virus dengue pada nyamuk Aedes aegypti. Dengan demikian, tingkat penularan virus dengue atau DBD bisa menurun.
Tak hanya DBD, WMP mengklaim bahwa Wolbachia juga menurunkan kemampuan nyamuk dalam menularkan penyakit lain seperti Zika, chikungunya, dan demam kuning.
Akan tetapi, Wolbachia rupanya tidak secara alami berada dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, tapi bakteri ini ada di tubuh jenis nyamuk lainnya. Karena itu, bakteri Wolbachia ini harus dimasukkan terlebih dahulu pada nyamuk Aedes aegypti atau telurnya untuk menghasilkan nyamuk Wolbachia.
Nyamuk Wolbachia ini kemudian akan disebar di lingkungan. Nyamuk-nyamuk tersebut nantinya akan kawin dan berkembang biak dengan nyamuk lain sehingga menghasilkan keturunan nyamuk Wolbachia. Ketika semua nyamuk Aedes aegypti telah mengandung Wolbachia, maka penularan DBD diharapkan tidak terjadi lagi.
Dilansir dari laman WMP, uji coba metode Wolbachia ini sudah dilakukan di Yogyakarta pada 2017 lalu. Pada 2020, hasil uji coba ini menunjukkan adanya penurunan kasus DBD sebesar 77 persen dan juga penurunan rawat inap akibat DBD sebesar 86 persen.
Uji coba ini pun membuktikan bahwa metode Wolbachia memang efektif mengatasi penularan DBD. Hal ini pula yang mendorong pemerintah untuk terus memperluas penyebaran nyamuk Wolbachia ke berbagai wilayah di Indonesia.
Daftar Negara yang Gunakan Teknologi Nyamuk Wolbachia
Dikutip dari laman UGM, Direktur Regional WMP Asia, Claudia Surjadjaja, mengungkapkan bahwa saat ini WMP sudah beroperasi di 12 negara, mulai dari Indonesia, Sri Lanka, Vietnam, India, Australia, Brasil, Kolombia, Meksiko, Fiji, Vanuatu, Kiribati, dan New Caledonia.
Selain 12 negara tersebut, Malaysia diketahui juga sudah menerapkan inovasi nyamuk Wolbachia di wilayahnya. Pada 2017, proyek Wolbachia Malaysia dimulai dengan menyebarkan nyamuk ber-Wolbachia di 11 titik lokasi di Lembah Klang. Satu tahun kemudian, kasus penyakit DBD di wilayah tersebut dikabarkan menurun.
Negara Singapura juga menerapkan metode Wolbachia sejak 2016 untuk mengontrol penyebaran penyakit DBD. Singapura bahkan telah membangun sebuah lab khusus di Ang Mo Kio untuk mengembangbiakkan ratusan juta nyamuk Wolbachia.
Akan tetapi, kasus DBD di Singapura dilaporkan belum mengalami penurunan signifikan sejak proyek Wolbachia dimulai. Pada 2022, kasus DBD di negara ini tercatat masih cukup tinggi dan mencapai 32.173 kasus.
Penulis: Erika Erilia
Editor: Nur Hidayah Perwitasari