Menuju konten utama

Ahli Hukum Unud Desak DPR Larang Rangkap Jabatan Pengurus BUMN

Dengan adanya aturan tegas terkait larangan rangkap jabatan, pengawasan terhadap BUMN dinilai bisa lebih ditingkatkan.

Ahli Hukum Unud Desak DPR Larang Rangkap Jabatan Pengurus BUMN
Ilustrasi suasana rapat kerja Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/agr

tirto.id - Pakar Hukum Universitas Udayana, Jimmy Z. Usfunan, mendorong agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memasukkan aturan terkait larangan rangkap jabatan bagi organ Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mulai dari jajaran direksi dan komisaris hingga dewan pengawas.

Hal ini penting untuk diatur karena baik wakil menteri maupun pejabat eselon I kementerian yang merangkap jabatan sebagai pimpinan BUMN rawan mengalami konflik kepentingan.

Padahal, adanya konflik kepentingan akan membuat para pimpinan BUMN tersebut kesulitan mengelola perusahaan-perusahaan pelat merah secara profesional.

"Terkait dengan soal beberapa jabatan, saya juga sepakat kalau seandainya apakah dimungkinkan tidak hanya mengatur menteri dan wakil menteri tapi eselon I juga tidak masuk Komisaris BUMN. Iya saya sepakat," kata Jimmy dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, dikutip Kamis (25/9/2025).

Belum lagi, pola pikir yang harus dibawa oleh para pimpinan BUMN dengan para pejabat negara yang merupakan birokrat sangat berbeda. Sebagai organ perusahaan milik negara, yang harus dipikirkan oleh para petinggi BUMN adalah bagaimana caranya mencapai profit tinggi. Sedangkan sebagai birokrat, para pejabat negara harus mendasarkan kinerjanya untuk memberikan pelayanan terbaik kepada publik.

"Ini kan berbeda. Karena birokrasi lain bicara soal punblic Service sedangkan masuk dalam kotak BUMN adalah bicara soal profitnya," lanjut Jimmy.

Dengan adanya aturan tegas terkait larangan rangkap jabatan ini, pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan pelat merah juga bisa lebih ditingkatkan. Pada akhirnya, tanpa adanya rangkap jabatan oleh organ-organ BUMN, operasional BUMN akan berjalan lebih efektif.

Tidak hanya itu, sebagai penyelenggara negara, organ-organ BUMN juga harus dipastikan bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, serta nepotisme, sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999. Hal ini penting dipastikan karena jajaran direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN merupakan pihak-pihak yang mengelola aset dan uang negara.

Sayangnya, Pakar Hukum Universitas Indonesia, Parulian Paidi Aritonang, menilai bahwa aturan ini dikecualikan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN.

"UU 17 Tahun 2003 masih ada, dan masih kita pakai, di mana memang dalam UU BUMN yang baru berusaha untuk dikecualikan. Dalam UU ini tentunya terkait dengan keuangan negara," kata dia dalam kesempatan yang sama.

Karenanya, untuk memastikan tidak ada fraud di tubuh BUMN dan agar duit negara dapat dikelola dengan baik oleh BUMN, ia mengusulkan agar dewan legislatif memasukkan aturan tegas terkait larangan adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme di BUMN.

"Lex specialis harusnya selaras dengan lex generalis-nya. Jadi tidak bertolak belakang, sehingga harmonis hukumnya ada. Bahkan, bisa mendetailkan," kata Parulian.

Baca juga artikel terkait BUMN atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Insider
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana