tirto.id - Dosen Hukum Lingkungan Unika Atma Jaya Kristanto P. Halomoan mengatakan,bahwa penting bagi pemerintah untuk membuat kajian terkait polusi udara secara menyeluruh.
"Perlu dibuat kajian-kajian, berapa ruang terbuka hijaunya, berapa polusi yang dikeluarkan oleh kendaraan, dan sebagainya," ungkap Kristanto dalam diskusi 'Udara Bersih untuk Semua' di Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (2/8/2019).
Tujuannya, kata Kristanto, untuk mengukur apa saja penyebab, hingga langkah yang dapat diambil, untuk mengatasi polusi udara.
Salah satunya, kata dia, adalah mengukur berapa ruang hijau yang memang masih dibutuhkan untuk menjadi penyeimbang polusi udara.
"Nah ini bisa kita dorong untuk membuat kebijakan yang lebih aplikatif," ujar Kristanto.
Kristanto juga menilai langkah untuk memperbanyak alat pengecek kualitas udara di Jakarta bisa membantu pembuatan kajian polusi udara.
Kristanto pun menganalogikan kajian tersebut sebagaimana diagnosis dokter kepada pasien.
"Kalau diagnosisnya sudah keliru, penyakitnya [polusi] gak sembuh-sembuh [gagal ditangani]," ujar dia.
Selain itu, Kristanto pun menyampaikan penting adanya partisipasi publik. "Bisa melibatkan diri dalam pembentukan kebijakan walaupun bentuknya masukan," kata dia.
Laporan Kementerian KLH pada 2018 memaparkan bahwa selama 196 hari udara di Jakarta masuk kategori tidak sehat, 122 sedang, serta hanya 34 hari yang sehat. Untuk data bulan Januari-Februari, 10 hari baik, 38 hari sedang, serta 11 hari tidak sehat.
Sebagai catatan, ambang batas normal yang ditetapkan WHO untuk kandungan polusi PM2.5 adalah 25 mikrogram/m³ dan ambang batas normal polusi PM2.5 yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup adalah 65 mikrogram/m³.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Zakki Amali