Menuju konten utama

Agar Tak Asal-asalan Memilih Komisaris

Presiden Jokowi memberi arahan agar dilakukan penyatuan BUMN menjadi tujuh agar perusahaan pelat merah profesional dan andal. Diperlukan pula revisi UU BUMN agar proses pengangkatan seorang komisaris akuntabel dan transparan.

Agar Tak Asal-asalan Memilih Komisaris
File - foto Komisaris Utama PGN Iman Sugema. Imam merupakan ekonom dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menjadi salah satu tim ekonomi Jokowi-JK. [ANTARA FOTO/HO/Handoko]

tirto.id - Presiden Joko Widodo memiliki harapan besar terhadap 118 BUMN yang ada di negeri ini. Berdasarkan hasil rapat terbatas yang diarahkan Presiden, ditetapkan bakal muncul tujuh holding BUMN di akhir tahun, yang bertujuan agar BUMN menjadi perusahaan yang profesional dan andal.

Menteri BUMN Rini Soemarno bahkan menargetkan harus terealisasi lima penyatuan atau holding BUMN dalam waktu dekat. Kelima holding, yakni BUMN bidang logistik dan perdagangan, perkebunan, farmasi, perkapalan, konstruksi dan infrastruktur, pertambangan, serta pertahanan strategis.

"Kementerian BUMN menggagas jangka pendek lima holding. Kajiannya sedang diselesaikan tim Pak Aloy (Deputi Kementerian BUMN Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN)," kata Sekretaris Menteri BUMN Imam A Putro pada Seminar Sinergi BUMN, pada Kamis (11/8/2016).

Adapun holding BUMN bidang logistik dan perdagangan, meliputi empat BUMN. Yakni PT Pos Indonesia, PT Banda Ghara Reksa, PT Varuna Tirta Prakasya dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Holdingi BUMN perkebunan terdiri dari PTPN. Holding bidang farmasi meliputi PT Kimia Farma, PT IndoFarma dan PT Bio Farma. Selanjutnya holding bidang perkapalan meliputi PT Pelindo I-Pelindo IV.

Sementara holding BUMN bidang konstruksi dan infrastruktur meliputi PT Adhi Karya, PT Waskita Karya, PT Hutama Karya, PT Wijaya Karya, PT Nindya Karya, PT Amarta Karya, PT Istaka Karya, PT Brantas Abipraya, PT Virama Karya, PT Indah Karya, PT Yodya Karya, PT Bina Karya, serta PT Indra Karya.

Tak Akuntabel dan Transparan

Pemerintah punya rencana besar untuk membuat BUMN menjadi perusahaan yang kuat, andal, serta menjanjikan keuntungan. Sayangnya, upaya itu terasa kontraproduktif jika melihat bagaimana pemerintah menunjuk jajaran komisaris, yang sebagian besar tidak melalui prosedur yang semestinya. Padahal, komisaris merupakan bagian penting yang mengontrol kinerja BUMN.

Menurut Dani Setiawan, pakar ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi-Politik Indonesia (AEPI), mekanisme sistem rekrutmen komisaris di hampir seluruh BUMN di Indonesia tidak lumrah.

“Nggak lumrah semua. Penunjukkan berbasis apa? Kompetensi atau representasi dari masyarakat atau stakeholder?” katanya kepada tirto.id, pada Selasa (13/9/2016). Bahkan menurutnya, ada komisaris yang ditujuk hari ini melalui telepon, besok sudah jadi komisaris.

Masih menurut Dani, seluruh proses rekrutmen komisaris BUMN belum dilakukan melalui satu prosedur yang menjamin prosesnya berjalan akuntabel dan transparan. “Karena itu, penunjukkan komisaris harus diatur dalam revisi UU BUMN yang baru,” tambahnya.

Sejatinya, proses rekrutmen komisaris BUMN telah diatur melalui Peraturan Menteri (Permen) BUMN nomor PER-02/MBU/02/2015 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN. Permen diteken Menteri Rini Soemarno pada 17 Februari 2015.

Pada Lampiran Bab II yang mengatur persyaratan, diatur tiga persyaratan yakni persyaratan formal, persyaratan materiil, serta persyaratan lain. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam persyaratan lain. Yakni (1) Bukan pengurus Partai Politik dan/atau calon anggota legislatif dan/atau anggota legislatif. Calon anggota legislatif atau anggota legislatif terdiri dari calon/anggota DPR, DPD, DPRD Tingkat I, dan DPRD Tingkat II. (2.) Bukan calon Kepala/Wakil Kepala Daerah dan/atau Kepala/Wakil Kepala Daerah. (3) Tidak menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas pada BUMN yang bersangkutan selama 2 (dua) periode berturut-turut.

Sementara pada Bab III diatur tentang “Tata Cara Pengangkatan”. Pada huruf D tentang “Usulan Pengangkatan”, pada angka (3) dijelaskan, Penetapan seseorang menjadi anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dapat dilakukan melalui cara: (a) Keputusan Menteri apabila seluruh saham/modal BUMN dimiliki oleh negara. Sedangkan (b) Keputusan RUPS atau keputusan seluruh pemegang saham secara sirkuler apabila tidak seluruh saham dimiliki oleh negara.

Apa yang dimaksud dengan keputusan secara sirkuler? Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memang mensyaratkan para pemegang saham untuk hadir secara fisik guna memutuskan hal-hal yang diperlukan terkait kepentingan perseroan. Masalahnya, seringkali terjadi kesulitan untuk menghadirkan para pemegang saham secara bersama-sama, meskipun putusan RUPS diperlukan untuk memutuskan suatu permasalahan.

Oleh sebab itulah, UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) memberikan solusi diperbolehkannya pengambilan keputusan RUPS melalui keputusan sirkuler. Aturan mengenai keputusan sirkuler (circulair resolution) termaktub pada Pasal 91 UUPT. Bunyinya; “Pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara, menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan.”

Pengambilan keputusan di luar RUPS, tampaknya bisa menjadi celah munculnya tudingan soal tak adanya jaminan proses rekrutmen berjalan akuntabel dan transparan. Hal yang pasti, UU BUMN harus direvisi agar tak ada lagi praduga atas pengangkatan seorang komisaris.

Baca juga artikel terkait EKONOMI atau tulisan lainnya dari Kukuh Bhimo Nugroho

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti