Menuju konten utama

Wamenpar Dorong Pengusaha Pariwisata Tak Bergantung APBN & APBD

Ketergantungan terhadap APBN dan APBD tidak dapat menjadi strategi jangka panjang untuk mendongkrak pemasukan usaha pariwisata.

Wamenpar Dorong Pengusaha Pariwisata Tak Bergantung APBN & APBD
Wakil Menteri Pariwisata, Ni Luh Enik Ermawati, ketika memberikan keterangan kepada media di acara Hari Lingkungan Hidup, Pantai Kuta, Kamis (05/06/2025). Tirto.id/Sandra Gisela

tirto.id - Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar), Ni Luh Puspa, mengungkap bahwa instansi pemerintah diperbolehkan kembali menggelar rapat serta kegiatan di hotel dan restoran. Namun dia mendorong agar pelaku usaha pariwisata melakukan inovasi dan tidak bergantung pada anggaran APBN dan APBD.

Puspa mengeklaim keputusan telah dibahas lintas kementerian, termasuk dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) setelah menengarkan masukan dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).

Dia berharap, keputusan ini dapat menjadi angin segar di dunia pariwisata, terutama sektor meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE).

"Kami memang sudah rapat sebelumnya untuk memberikan kelonggaran rapat-rapat di hotel. Namun, tidak semuanya. Kalau misalnya selama ini 10 rapat, 5 mungkin yang dilakukan di hotel. Jangan diada-adakan juga," jelas Puspa ketika ditemui wartawan di Shelter Baruna, Pantai Kuta, pada Kamis (05/06/2025).

Puspa menilai saat ini hotel bintang satu hingga tiga masih terlalu bergantung pada anggaran APBN dan APBD. Ketergantungan tersebut tidak dapat menjadi strategi jangka panjang untuk mendongkrak pemasukan para pelaku usaha pariwisata. Oleh sebab itu, pemerintah akan terus mendorong diversifikasi produk agar ketergantungan terhadap APBD dan APBN dapat dikurangi atau dihentikan.

"Kami mendorong teman-teman di sektor pariwisata, utamanya yang punya hotel. Ini bisnis, sehingga berarti harus bisa mengembangkan diversifikasi produknya," tegasnya.

Puspa menyebut pihaknya akan membantu pengembangan usaha pariwisata melalui promosi dan insentif. Namun, Kemenpar masih merancang bentuk insentif yang hendak diberikan kepada pelaku usaha di sektor pariwisata. Opsi yang dipertimbangkan adalah bundling paket agar lebih banyak masyarakat yang tertarik menginap di hotel.

Kemenpar berharap keputusan tersebut juga dapat mendongkrak okupansi hotel. Meskipun okupansi hotel, dampaknya tidak akan instan untuk mengembalikan tingkat keterisiannya seperti sebelum efisiensi.

"APBN dan APBD memang dibuka, tapi kerannya tidak dibuka 100 persen, jadi otomatis (okupansinya) tidak akan 100 persen. Anggaplah 40 persen atau 50 persen dari pemerintah dengan menggunakan APBD dan APBN bisa dilakukan di hotel. Sisanya itu yang harus kita sama-sama kreatifkan," tutupnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, memberikan lampu hijau bagi pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan dan rapat di hotel dan restoran. Dia mengeklaim, pemerintah harus memikirkan hotel dan restoran yang hidup melalui agenda MICE.

Terlebih, lapangan usaha perhotelan dan restoran memiliki jumlah karyawan yang tidak sedikit dan adanya rantai pasok yang dapat menghidupkan para produsen yang memasok barang atau bahan ke hotel dan restoran. Tito mengimbau pemerintah daerah (Pemda) untuk menargetkan hotel dan restoran yang kolaps karena kebijakan efisiensi anggaran.

Mendagri juga menyampaikan bahwa peluang paling besar untuk menggelar kegiatan dan rapat berada di daerah karena pemerintah pusat hanya memotong Rp50 triliun untuk 552 daerah di Indonesia. Angka tersebut dinilai tidak signifikan, sehingga alokasi anggaran lain tidak terganggu.

Baca juga artikel terkait PARIWISATA atau tulisan lainnya dari Sandra Gisela

tirto.id - Flash News
Kontributor: Sandra Gisela
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Siti Fatimah