Menuju konten utama

UU Otsus Papua Disahkan, Amnesty: Hak OAP Semakin Terancam

Jaminan perlindungan hak-hak orang asli Papua berpotensi semakin terancam setelah Otonomi Khusus Papua jilid II berlaku.

UU Otsus Papua Disahkan, Amnesty: Hak OAP Semakin Terancam
Sejumlah mahasiswa Papua melakukan aksi penolakan perpanjangan otonomi khusus (Otsus) Papua Jilid II di depan gedung Kementerian Dalam Negeri, Rabu (24/2/2021). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Dewan Perwakilan Rakyat mensahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang Otsus Papua, Kamis (15/7/2021).

Ada 20 poin perubahan pada revisi UU Otsus Papua yang terdiri atas perubahan 18 pasal dan penambahan dua pasal baru.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyatakan meskipun undang-undang sebelumnya memuat banyak pasal yang melindungi hak orang asli Papua (OAP). Menurut dia ada banyak fakta bahwa pemerintah tidak serius melaksanakannya selama Otsus Papua jilid perdama pada 20 tahun terakhir.

"Bahkan sering melanggar hak-hak tersebut selama 20 tahun. Kini, kebijakan otonomi khusus itu ditolak, terlebih karena tanpa konsultasi yang memadai dari orang asli Papua,” kata Usman, Kamis (15/7/2021).

Pemerintah harus memastikan bahwa undang-undang yang baru akan benar-benar melindungi masyarakat adat.

Ini hanya bisa dilakukan jika pemerintah betul melibatkan masyarakat Papua dalam perancangan dan pelaksanaan otonomi khusus. Sebelum itu terjadi, pengesahan RUU itu sebaiknya ditunda. Usman melanjutkan, substansi dalam naskah final RUU Otsus juga bermasalah.

Misalnya, Pasal 76 jelas melanggar undang-undang sebelumnya, melemahkan wewenang Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural orang asli Papua dan memperkuat wewenang pemerintah pusat di Papua, termasuk melalui pembentukan badan khusus otsus yang diketuai Wakil Presiden.

"Ke depan, jaminan perlindungan hak-hak orang asli Papua berpotensi semakin terancam," jelas Usman.

Pasca-pengesahan UU Otsus Papua jilid II, salah satu fokus utama dari regulasi tersebut adalah tentang perlindungan hak-hak orang asli Papua, yakni masyarakat adat. Istilah "masyarakat adat" dan "masyarakat hukum adat" muncul 62 kali dalam teks undang-undang tersebut. Dalam praktiknya, perlindungan itu tidak berjalan. Pengelolaan sumber daya alam seringkali diabaikan oleh peraturan yang bertentangan.

Hal ini dapat dilihat dengan berlanjutnya deforestasi di wilayah Papua. Menurut data Forest Watch Indonesia, antara tahun 2000 dan 2009, laju deforestasi di Papua sekitar 60.300 hektare per tahun. Antara tahun 2013 dan 2017, angka ini meningkat lebih dari tiga kali lipat menjadi 189.300 hektare per tahun.

"Implementasi undang-undang yang tidak konsisten telah mengakibatkan ketidakpuasan yang meluas terhadap otonomi khusus, yang menyebabkan sejumlah protes di Papua dan daerah lain merebak di Indonesia selama setahun terakhir," ujar Usman.

Ketua Tim Panitia Khusus RUU Otsus Papua Komarudin Watubun mengklaim Otsus Papua akan melindungi OAP.

"RUU ini mengakomodir perlunya pengaturan kekhususan orang asli Papua dalam bidang politik, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan perekonomian, serta memberi dukungan bagi masyarakat adat," kata dia, melansir Antara.

UU Otsus yang baru itu diklaim memberi ruang yang luas bagi OAP untuk berkiprah dalam politik, serta lembaga-lembaga seperti Majelis Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Tingkat Kabupaten/Kota (DPRK).

Baca juga artikel terkait OTONOMI KHUSUS PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Politik
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali