Menuju konten utama

Usulan Pajak Motor Bensin Naik Hanya Bebani Rakyat, Pak Luhut

YLKI menilai wacana menaikkan tarif pajak kendaraan bermotor BBM yang diusulkan Luhut Binsar Pandjaitan seharusnya ditolak.

Usulan Pajak Motor Bensin Naik Hanya Bebani Rakyat, Pak Luhut
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan†menyampaikan keterangan pers saat kegiatan media briefing di Nusa Dua, Badung, Jumat (22/12/2023). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/rwa.

tirto.id - Wacana Luhut Binsar Pandjaitan yang mengusulkan agar pemerintah menaikkan tarif pajak kendaraan bermotor bahan bakar minyak (BBM) atau bensin disambut keluhan sejumlah warga. Arief, misalnya, menganggap rencana tersebut akan membuat dirinya semakin sulit dalam bekerja. Pria berusia 28 tahun itu bekerja sebagai pengemudi ojek daring.

“Sekarang gini deh, apa-apa naik yang susah siapa? Kite juga yang di bawah harus cari akal biar cari duit lebih,” kata Arief ditemui reporter Tirto usai salat Jumat, di halaman sebuah masjid di kawasan Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat, Jumat (19/1/2024).

Arief menyatakan ia baru mendengar wacana ini dari pemberitaan daring. Dia menyoroti banyaknya masyarakat yang mengeluh serupa dirinya di media sosial (medsos).

“Nih lihat aja sendiri nih (memperlihatkan sebuah postingan berita di medsos), kolom comment-nya ngeluh semua orang-orang,” ujar Arief sambil terkekeh.

Kawan duduk Arief, Dayat, yang merupakan pedagang bakso pentol di halaman masjid, menyampaikan komentar serupa. Pria asal Karawang, Jawa Barat tersebut mengaku kaget karena baru mengetahui wacana pemerintah tersebut.

“Ini jadi pajak tahunan motor kita naik gitu yah nanti tuh? Wah yah, jangan sampai lah,” ujar Dayat di lokasi yang sama.

Dayat menilai pemerintah semena-mena kepada rakyat jika tarif pajak kendaraan bermotor BBM tiba-tiba digenjot. Dia meminta pemerintah seharusnya turun dulu ke bawah (masyarakat) untuk mendengarkan aspirasi masyarakat sebelum memutuskan sesuatu.

“Harusnya mah baiknya ditanya itu tuh ke rakyat ada pengaruh enggak, jangan langsung-langsung saja kalau ada yang naik-naik,” kata dia.

Rencana kenaikan tarif pajak kendaraan bermotor BBM dihembuskan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Dia menyebut rencana tersebut merupakan upaya peralihan dana subsidi BBM ke transportasi publik seperti LRT atau kereta cepat.

“Kami tadi rapat dan berpikir untuk menaikkan pajak untuk kendaraan sepeda motor non-listrik sehingga nanti itu bisa memberikan subsidi ongkos-ongkos seperti LRT atau kereta cepat,” kata Luhut dikutip dari Antara.

Lebih lanjut, hal ini disebut Luhut sebagai salah satu cara mengurangi polusi udara. Luhut menjelaskan, pihaknya telah merumuskan sejumlah langkah-langkah mitigasi mengenai perubahan iklim, ketahanan energi. Rencana ini akan Luhut bicarakan bersama dalam rapat terbatas untuk mendapatkan keputusan dari Presiden Joko Widodo pada pekan mendatang.

“Dengan demikian, kita mencoba melihat ekuilibrium dan juga dalam konteks menurunkan polusi udara,” terang Luhut.

Selain itu, Luhut menuturkan perkembangan industri kendaraan listrik di dalam negeri merupakan bagian penting dalam menjaga daya saing Indonesia sebagai hub otomotif di ASEAN. Dia berharap masyarakat Indonesia dapat segera mengubah kebiasaan dengan beralih dari kendaraan berjenis BBM ke kendaraan battery electric vehicle (BEV), untuk lingkungan hidup yang lebih baik dan sehat.

“Nanti presiden memutuskan karena menyangkut pajak dan lain-lain untuk kepentingan kita semua,” ujar Luhut.

Ketua Umum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai wacana menaikkan tarif pajak kendaraan bermotor BBM seharusnya ditolak. Dia menyebut hal tersebut akan memberatkan pemilik kendaraan dan memicu tingginya penunggak pajak.

“Kenaikan pajak untuk motor akan memicu makin tingginya penunggak pajak motor. Saat ini saja penunggak pajak kendaraan bermotor mencapai 25 persen,” kata Tulus ketika dihubungi reporter Tirto, Jumat (19/1/2024).

Dia menambahkan, rencana kenaikan pajak kendaraan bermotor BBM dengan tujuan agar konversi ke angkutan umum seharusnya diiringi komitmen jelas. Jangan sampai justru masyarakat tidak pula mendapatkan keuntungan dari aturan yang akan membebani mereka.

“Ada komitmen jelas untuk dikonversi untuk angkutan umum massal bukan hanya LRT. Apa lagi untuk KA Cepat Whoosh. Kereta Api cepat tak layak disubsidi karena angkutan eksekutif,” tutur Tulus.

Di sisi lain, Tulus melihat jika rencana ini digunakan untuk mendorong masyarakat beralih ke kendaraan bermotor listrik justru tidak berkeadilan. Sebab, kendaraan listrik belum terjangkau untuk dapat dibeli masyarakat luas.

“Kenaikan pajak motor juga tidak fair, kalau untuk mendorong kendaraan bermotor listrik. Masih mahal harganya dan biaya perawatan,” ungkap Tulus.

SAMSAT OUTLET DEPOK

Wajib pajak menunggu pengurusan perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) di Samsat Outlet di pusat perbelanjaan ITC Depok, Jabar, Kamis (30/3). Keberadaan Samsat outlet untuk layanan perpanjangan STNK itu bertujuan menekan praktek percaloan serta memberikan pelayanan yang cepat dan mudah untuk wajib pajak. ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo/pd/17.

Dampak di Masyarakat

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono, menilai rencana kenaikan tarif pajak kendaraan bermotor BBM akan bersifat distortif. Artinya, kata dia, kebijakan apa pun memiliki dampak pada perilaku masyarakat.

“Masyarakat tentu akan mempertimbangkan dampak negatif (biaya) dan dampak positifnya (manfaat) ketika beralih ke kendaraan listrik atau tetap menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil,” kata Prianto kepada reporter Tirto, Jumat (19/1/2024).

Prianto menjelaskan, pajak motor BBM diatur dalam UU HKPD sebagai PBBKB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor). UU HKPD menetapkan tarif PBBKB paling tinggi sebesar 10 persen nilai jual BBKB sebelum dikenakan PPN.

Dalam aturan tersebut, tarif PBBKB untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling tinggi 50 persen dari tarif PBBKB untuk kendaraan pribadi. Tarif PBBKB nantinya ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.

Untuk jenis BBKB tertentu, kata dia, pemerintah dapat menyesuaikan tarif PBBKB yang sudah ditetapkan di Perda untuk stabilisasi harga dalam rangka pengendalian risiko fiskal dan ekonomi. Berdasarkan ketentuan UU HKPD maka pemerintah dapat menaikkan tarif PBBKB lebih dari 10 persen melalui penerbitan Perpres.

“Opsi menaikkan tarif PBBKB bisa menjadi realistis ketika tujuannya adalah mempercepat peralihan pemakaian kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik. Akan tetapi, apakah kebijakan tersebut efektif atau tidak, saat ini tidak bisa dibuktikan,” jelas Prianto.

Sementara itu, Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE), Yusuf Rendy Manilet, menyatakan rencana ini tidak tepat dilakukan saat ini karena berpotensi menekan daya beli masyarakat terutama kelompok menengah bawah. Dia menilai, pemerintah seharusnya mencari tahu mengapa masyarakat memilih kendaraan pribadi dibanding transportasi umum saat ini.

“Transportasi publik terutama di beberapa kota di Indonesia itu memang tidak merata karena fasilitas dari transportasi publiknya sendiri pun yang memang tidak terbangun secara baik,” kata Yusuf kepada reporter Tirto.

Seharusnya, kata dia, pemerintah membangun sistem transportasi publik yang mumpuni dan terintegrasi agar di saat bersamaan ada periode transisi dari masyarakat beralih ke kendaraan umum. Pemerintah daerah punya peran penting untuk mewujudkan hal ini jika memang kenaikan tarif pajak kendaraan bermotor BBM ingin dilakukan.

Di sisi lain, Yusuf menyampaikan bahwa pemerintah sudah melakukan hal positif dalam konteks melakukan subsidi untuk kendaraan listrik. Namun kebebasan untuk memilih moda transportasi harus dikembalikan lagi ke masyarakat.

Ditambah, masyarakat juga punya pertimbangan memberatkan memilih kendaraan listrik. Seperti infrastruktur pengisiannya yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan stasiun pengisian bahan bakar konvensional (BBM).

“Selama kemudian masyarakat belum punya opsi transportasi publik yang terintegrasi terjangkau dan proper maka selama itu pula masyarakat masih akan menggunakan transportasi ataupun kendaraan pribadi yang berbahan bakar konvensional,” jelas Yusuf.

Media Briefing Kemenko Marves

Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan†menyampaikan keterangan pers saat kegiatan media briefing di Nusa Dua, Badung, Jumat (22/12/2023). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/rwa.

Klarifikasi Pihak Luhut Binsar Pandjaitan

Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, menuturkan Luhut tidak berencana untuk menaikkan pajak kendaraan motor non-listrik dalam waktu dekat. Wacana ini masih sebatas kajian rangkaian untuk perbaikan kualitas udara di DKI Jakarta.

“Tidak ada rencana untuk menaikkan pajak terkait kendaraan bermotor dalam waktu dekat. Semua ini adalah wacana yang masih berada dalam tahap kajian mendalam,” kata Jodi mewakili pernyataan Luhut dalam keterangan resmi, Jumat (19/1/2024).

Jodi menambahkan, Luhut bukan berbicara soal menaikkan pajak sepeda motor dalam waktu dekat. Menurut dia, wacana yang beredar sudah sempat dibahas dalam rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga beberapa hari lalu.

Usulan pajak kendaraan bermotor, kata Jodi, muncul dalam rapat koordinasi tersebut sebagai upaya memberikan faktor pendorong untuk mempersulit penggunaan kendaraan pribadi dan membuat masyarakat terdorong menggunakan angkutan umum.

Dia juga menyebut, rapat yang dilakukan termasuk juga membahas mengenai insentif, seperti diskon tarif bagi pengguna angkutan umum. Terutama, untung ruginya terkait dengan manfaat dan beban yang akan ditanggung masyarakat.

“Pemerintah tentu akan berhati-hati dalam menerapkan pajak baru dan memastikan bahwa dampaknya tidak memberatkan masyarakat,” terang Jodi.

Baca juga artikel terkait PAJAK MOTOR atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Mochammad Fajar Nur & Faesal Mubarok
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz