Menuju konten utama

Turis Polandia di Papua: Dituduh Makar dengan Bukti Dangkal

Jakub Fabian Skrzypski, turis Polandia, ditangkap dan dituduh makar dengan bukti yang dangkal.

Turis Polandia di Papua: Dituduh Makar dengan Bukti Dangkal
Suasana sidang daring beragenda pembacaan vonis terhadap tujuh tahanan politik (tapol) Papua atas kasus makar di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (17/6/2020). ANTARA FOTO/Maya/jhw/foc.

tirto.id - Mei 2018, Jakub Fabian Skrzypski, warga negara Polandia, karyawan swasta, berusia 40 tahun, untuk kali ke sekian menapaki tanah Indonesia untuk melancong ke sejumlah daerah. Salah satu tujuannya adalah Papua. Ia berangkat ke pulau paling timur itu pada Juni.

Di Papua Jakub mengunjungi banyak tempat dan acara, termasuk Festival Danau Sentani, Pantai Base-G Jayapura, dan Museum Loka Budaya Uncen. Jakub juga sempat mengunjungi Timika. Di sana dia melihat bagaimana masyarakat asli hidup 'berdampingan' dengan perusahaan tambang raksasa PT Freeport.

Nasib sial menghampiri Jakub pada 26 Agustus. Polisi datang malam hari ke kamar hotelnya, Hotel Mas Budi, Wamena. Barang bawaannya digeledah. Ia dibawa ke Polres Jayawijaya. Dia memang dilepaskan, tapi dua hari kemudian, pukul 8 pagi, polisi datang lagi. Kali ini mereka menangkap Jakub. Sejak itu, ia resmi menjadi tahanan Polda Papua.

Ia ditangkap bersama Edward Wandik alias Edo. Ia menemani Jakub ke Vanimo, ibu kota Provinsi Sandaun di Papua Nugini, untuk memperbarui paspor bulanan yang hanya berlaku 30 hari.

Sehari sebelum penangkapan, Polres Jayawijaya menerbitkan peraturan bagi siapa pun untuk tidak terlibat dan berkomunikasi dengan--istilah polisi--'Kelompok Kriminal Politik' dan 'Kelompok Kriminal Bersenjata' baik langsung mapun tidak langsung. Jika terbukti melakukan pelanggaran maka akan dikenakan pidana. Jakub menduga bisa saja itu jadi salah satu dasar penangkapan.

Juru Bicara Polda Papua Suryadi Diaz mengatakan Jakub ditangkap karena terlibat dalam "penjualan amunisi" dengan "kelompok-kelompok tersebut." Maksudnya, kelompok yang hendak memerdekakan diri dari Indonesia. Suryadi mengatakan jual-beli senjata "masuknya dari Papua Nugini" dan diduga kuat dari Australia.

Ia juga dituding berkomunikasi dengan Benny Wenda, Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), organisasi politik 'payung'--terdiri dari berbagai organisasi--yang punya cita-cita memerdekakan Papua dari Indonesia.

Melalui kuasa hukumnya, Latifah Anum Siregar, kepada Tirto, Kamis (25/6/2020), pria kelahiran sebuah kota di timur laut Polandia ini menjawab lugas: "Itu dusta." Saya tidak tertarik dengan Papua sebelumnya. Saya memutuskan pergi ke Papua karena memiliki waktu dan uang yang lebih dari biasanya."

"KNPB hanyalah sebagian kecil dari orang yang saya temui di Papua. Tidak ada [hubungan] antara saya dan mereka, tapi propaganda polisi mengekspos ini."

Pertemuannya dengan KNPB atau Komite Nasional Papua Barat, organisasi politik rakyat Papua yang memeperjuangkan kemerdekaan lewat referendum--non-kekerasan, terjadi satu bulan sebelum ditangkap. Awalnya, pada 8 Juli, Jakub bertemu dengan seseorang yang ia kenal dari Facebook bernama Simon Magal, di Hotel Emerald, Timika. Jakub meminta Simon mengantarkan ke kantor KNPB yang berada di tengah kota. Keduanya mengobrol satu jam.

Simon tidak bisa mengantarkan Jakub karena ia harus memantau pilkada. Jakub tetap berangkat, sekadar penasaran. Di sana dia disambut Steven Itlay.

Jakub mengaku tidak ingat persis apa yang ia dan Itlay bicarakan. Bahasa Inggris Itlay tak begitu baik, pun dengan bahasa Indonesia Jakub.

Meski hanya bertemu Simon satu kali, keduanya sering berkontak lewat Facebook. Pada 15 Juli, Simon mengirimkan pesan singkat berisi pertanyaan soal senjata. Tapi itu pun bukan bukti karena "Simon mengatakan itu adalah lelucon." "Memang itu tidak serius karena dia bukan anggota organisasi bersenjata mana pun dan saya bukan pedagang senjata. Tidak ada bukti material bahkan tidak ada rencana. Tidak ada hubungan Simon dan KNPB."

Tanpa Bukti

Jakub dipindahkan ke Wamena pada 2 November untuk menghadapi sidang di Pengadilan Negeri Wamena. Meski menjadi tahanan pengadilan, Jakub berstatus titipan Polres Jayawijaya.

Versi pengadilan, Jakub ditangkap karena makar; menyalahgunakan izin paspor dengan bertemu OPM (Organisasi Papua Merdeka) untuk memperkenalkan dan menyampaikan isu Papua kepada Eropa dalam bentuk jurnal atau tulisan; menemui pihak KNPB; dan berinteraksi dengan Simon Magal ihwal pengadaan persenjataan.

"Langkah-langkah pematangan pemufakatan melakukan makar, dan upaya membangun hubungan dengan luar negeri dalam hal ini yang disebutkan dalam percakapan adalah kerja sama dengan Polandia, dan untuk membantu persenjataan dalam mewujudkan makar,” begitu petikan berkas putusan pengadilan.

Dalam sidang Edo Wandik menjadi saksi bagi polisi. Edo menyatakan Jakub memang berencana bergabung dengan kelompok bersenjata, tapi dia nihil bukti untuk mendukung cerita itu.

Saksi dari polisi yang kedua bernama Lidya Salmah Fakaubun. Dia adalah pelatih selancar Jakub. Lidya menceritakan menemukan brosur "akses gratis ke senjata api di Polandia" di tas Jakub dalam interogasi pada 31 Agustus 2018. Namun ia tak hadir dalam persidangan dengan dalih stres. Lebih dari itu, tidak ada pula yang bisa memperlihatkan bukti brosur tersebut.

"Di mana brosur ini sekarang? Tidak ada yang pernah melihatnya. Lalu apa buktinya?" ucap Jakub. "Saya tidak di Polandia sejak 2009," katanya menegaskan.

Jakub menduga kedua kenalannya itu diintimidasi polisi.

Meski tak ada bukti, Jakub dituntut 10 tahun kurungan. Pada 2 Mei 2019, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Wamena memvonis Jakub lima tahun penjara serta membebankan para Terdakwa membayar biaya perkara Rp2.000.

Di tingkat Banding, vonisnya tetap sama, tidak ada perubahan. Kemudian di tingkat Kasasi, hukuman Jakub ditambah dua tahun alias jadi tujuh tahun penjara.

Baca juga artikel terkait KASUS DUGAAN MAKAR atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Reja Hidayat