tirto.id - Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda menolak, perpanjangan otonomi khusus (otsus) Papua. Menurutnya, otsus itu digunakan untuk menindas Bangsa Papua.
"Hanya ada satu solusi untuk permasalahan kita, yakni referendum untuk menentukan kemerdekaan Papua Barat," kata Wenda, melalui keterangan tertulis yang ia kirimkan ke reporter Tirto, Jumat (10/7/2020). Sebutan Papua Barat atau West Papua ini, merupakan nama negara Papua dan Papua Barat jika merdeka dari Indonesia.
Usai Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969 yang ia sebut "palsu" itu, pemerintah Indonesia menjajah Tanah Papua. Melalui UU 21/2001 tentang otonomi khusus, rakyat Papua justru ditindas.
"Ratusan ribu rakyat Papua Barat, termasuk sebagian besar keluarga saya, dibunuh oleh militer dan polisi Indonesia," tuturnya.
"Otonomi palsu itu," kata Wenda. "Digunakan untuk menutupi suatu genosida besar-besaran."
Status otsus tersebut, menurut Wenda, justru menyingkirkan Bangsa Papua. Lingkungan hidup dirusak dengan penambangan.
"Kami, rakyat Papua Barat, dengan sepenuh hati menolak ‘otonomi’ dan ‘pembangunan’ yang diberikan oleh suatu pemerintahan kolonial yang menduduki tanah Papua secara ilegal," tegasnya.
Wenda mengungkit kembali kasus pembunuhan empat anak sekolah di Painai pada tahun 2014. Selain itu, invansi militer Indonesia di Nduga dan pembunuhan lebih dari 200 rakyat Papua, pada 2019-2020. Ada pula pada 2019, enam pendemo ditembak mati saat bersembunyi di gedung-gedung umum daerah Deiyai. Pemerintah Indonesia menempatkan tentara tambahan dan melanggar hukum dengan memutus akses internet di Papua dan Papua Barat.
"Solusi yang adil, demokratis dan layak untuk Papua Barat: dipenuhinya hak rakyat Papua untuk menentukan pendapat sendiri melalui referendum untuk menentukan kemerdekaan Papua Barat," ujarnya.
Wenda menuturkan, pada 2019, ULMWP melayangkan enam tuntutan kepada pemerintah Indonesia. Hal itu diawali, Presiden Jokowi yang menyatakan siap bertemu kelompok pro-kemerdekaan Papua. Namun hingga kini, belum ada respons terhadap tuntutan tersebut.
"Kepada semua rakyat Papua Barat: nasibmu ada di tanganmu. Saat ini, tindakanmu akan menentukan jalan Papua Barat dan nasib generasi yang akan datang," ungkapnya.
Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta Komisi II DPR RI mengutamakan pembahasan RUU tentang Otonomi Khusus Papua. Sebab UU Otsus Papua UU 21/2001, akan berakhir pada tahun 2021.
"Nah ini [RUU Otsus Papua] urgent karena perlu diselesaikan tahun ini [2021]," kata Tito dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dieqy Hasbi Widhana