Menuju konten utama

Trump Terapkan Tarif Film Impor, Apa Imbasnya ke RI & Hollywood?

Trump akan mengenakan tarif 100 persen pada film-film yang dibuat di negara asing. Apa dampaknya?

Trump Terapkan Tarif Film Impor, Apa Imbasnya ke RI & Hollywood?
Presiden AS Donald Trump mengangkat salinan Laporan Estimasi Perdagangan Nasional 2025 saat ia berpidato dalam acara pengumuman perdagangan “Make America Wealthy Again” di Rose Garden, Gedung Putih pada 2 April 2025 di Washington, DC. Trump yang menyebut acara tersebut sebagai “Hari Pembebasan” diperkirakan akan mengumumkan tarif tambahan yang menargetkan barang-barang yang diimpor ke AS. Chip Somodevilla/Getty Images/AFP (Foto oleh CHIP SOMODEVILLA / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / Getty Images via AFP)

tirto.id - Manuver Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terkait strategi ekonomi kebijakan tarif nampak belum usai. Terbaru, politisi Partai Republik itu menyebut akan mengenakan tarif 100 persen pada film-film yang dibuat di negara asing. Hal ini tidak lepas dari kebijakan tarif dagang dengan negara-negara di seluruh dunia.

Trump mengaku telah memberi wewenang kepada Perwakilan Dagang AS (US Trade Representative) untuk memulai proses penerapan pungutan tersebut karena industri film Amerika dinilai sedang sekarat.

Trump pun menyalahkan "upaya bersama" negara-negara lain yang menawarkan insentif untuk menarik minat pembuat produsen film dan studio. Trump menilai hal tersebut sebagai ancaman keamanan nasional.

"Itu, selain semua hal lainnya, adalah pesan dan propaganda!" kata Trump di platform Truth Social miliknya, dikutip BBC, Senin (5/5/2025).

Trump menambahkan, "KAMI INGIN FILM-FILM YANG DIBUAT DI AMERIKA, LAGI!" Trump melanjutkan.

Sejak kembali ke Gedung Putih pada Januari, Trump telah mengenakan sejumlah tarif pada negara-negara di seluruh dunia.

Ia berpendapat, tarif akan meningkatkan produsen AS dan melindungi lapangan pekerjaan. Akan tetapi, ekonomi global mengalami kekacauan yang mengakibatkan kenaikan harga barang di seluruh dunia.

Sebagai catatan, Trump menunjuk tiga bintang film, yakni Jon Voight, Mel Gibson, dan Sylvester Stallone, untuk menjadi duta besar khusus yang bertugas mempromosikan peluang bisnis di Hollywood jelang dilantik sebagai presiden. Trump menggambarkan Hollywood sebagai tempat yang hebat, tetapi sangat bermasalah.

"Mereka akan bertugas sebagai Utusan Khusus bagi saya untuk tujuan membawa Hollywood, yang telah kehilangan banyak bisnis selama empat tahun terakhir ke Negara Asing, KEMBALI—LEBIH BESAR, LEBIH BAIK, DAN LEBIH KUAT DARI SEBELUMNYA!" tulis Trump.

Reaksi Hollywood

Dalam beberapa tahun terakhir produksi film dan televisi telah ‘meninggalkan’ Hollywood menuju lokasi dengan insentif pajak yang membuat biaya produksi lebih murah. Sejumlah perusahaan produksi film dan media besar, termasuk Walt Disney, Netflix, dan Universal Pictures, diketahui melakukan produksi di luar negeri di negara-negara seperti Kanada dan Inggris.

Seperti yang dilaporkan Reuters, firma riset ProdPro menyebut pada tahun 2023, sekitar setengah dari pengeluaran produser AS untuk proyek film dan TV dengan anggaran lebih dari 40 juta dolar AS dilakukan di luar negeri.

Sementara itu, sebuah survei oleh FilmLA, menemukan bahwa jumlah produksi di wilayah Los Angeles turun seperempat dari 2018 hingga 2023, sementara Inggris, New York, dan lokasi lain menambah ruang studio.

Mantan pejabat senior Departemen Perdagangan, William Reinsch, yang kini menjadi peneliti senior di Center for Strategic and International Studies (CSIS), mengatakan bahwa pembalasan terhadap tarif film Trump justru akan sangat merusak industri film di AS.

"Pembalasan akan membunuh industri kita. Kita punya lebih banyak yang akan hilang daripada yang bisa didapat," katanya dikutip dari Reuters.

Ilustrasi Hollywood

Ilustrasi Hollywood. FOTO/istockphoto

CNN melaporkan kebijakan Trump ini turut membuat para pembuat film dan investor di AS bingung. Beberapa dari mereka bahkan sangat marah, karena mereka percaya bahwa presiden tidak mempertimbangkan konsekuensi dari usulan tersebut, yang bisa menghancurkan industri ini.

Jay Sures, Wakil Ketua United Talent Agency, berkata pada CNN bahwa pada dasarnya para sutradara dan aktor di AS lebih suka untuk bekerja di dekat rumah (memproduksi film di AS). Namun, karena beberapa faktor penting yang dipertimbangkan seperti biaya mereka lebih memilih untuk memproduksi film di luar AS.

"Kenyataannya, lebih murah bagi studio Hollywood untuk membayar semua orang naik pesawat, membayar hotel, karena biaya tenaga kerja, kurangnya insentif, dan kemampuan produksi di luar negeri jauh lebih murah," ujarnya seperti dikutip dari CNN, Senin (5/5/2025).

Motion Picture Association (MPA), asosiasi yang mewakili studio-studio besar di AS, menolak mengomentari pernyataan Trump, tetapi mencatat bahwa laporan dampak ekonomi terbaru dari kelompok dagang itu menunjukkan bahwa industri film dan TV AS mencatat surplus perdagangan sebesar 15,3 miliar dolar AS pada 2023 dan memiliki neraca perdagangan positif di “setiap pasar utama di dunia.”

MPA menyebut industri film sebagai salah satu mesin penggerak ekonomi di AS. Ketika sebuah film atau acara televisi melakukan syuting di suatu lokasi, hal itu membawa lapangan kerja, pendapatan, dan pengembangan infrastruktur terkait, memberikan dorongan langsung bagi perekonomian lokal.

“Industri ini membayar lebih dari 21 miliar dolar AS per tahun kepada lebih dari 194.000 bisnis di kota-kota besar dan kecil di seluruh Amerika Serikat—dan industri ini sendiri terdiri dari lebih dari 122.000 bisnis, dengan 92 persen di antaranya mempekerjakan kurang dari 10 orang, bahkan, hingga 1,3 juta dolar AS bisa disuntikkan ke ekonomi lokal per hari saat sebuah film melakukan syuting di lokasi,” tulis MPA dalam keterangan resmi di situsnya.

Asosiasi tersebut juga mengungkap bahwa dalam beberapa kasus, film dan acara televisi populer juga dapat meningkatkan pariwisata.

“Sebagai contoh, film Black Panther produksi Marvel melibatkan lebih dari 3.100 pekerja lokal di Georgia yang memperoleh lebih dari 26,5 juta dolar AS dalam bentuk upah, sementara serial televisi populer This Is Us dari 20th Century Fox memberikan kontribusi lebih dari 61,5 juta dolar AS bagi perekonomian California,” tulis MPA.

Tidak Berdampak ke Industri Perfilman Indonesia

Pengamat perfilman, Hikmat Darmawan, menyebut yang akan paling berdampak dari penerapan tarif 100 persen pada film-film yang dibuat di negara asing adalah industri film dalam negeri AS sendiri.

“Karena film yang syuting di luar negeri dengan biaya paling mahal adalah film-film blockbuster Amerika sendiri. Memangnya syuting di mana itu yang Mission Impossible? Terus Dune, itu di mana emang? Lord of the Rings itu di New Zealand,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Jumat (9/5/2025).

Hikmat menilai adanya kebijakan ini merupakan suatu tindakan yang ignorance dari Trump baik secara ekonomi ataupun secara sektoral industri film. Alih-alih dilakukan untuk melindungi dan membangkitkan industri film di AS, kebijakan ini cenderung lebih ke merusak industri film di negara Paman Sam tersebut.

Existing product yang sudah syuting di luar itu kan banyak yang memang blockbuster dan itu akan menambah beban bagi konsumen dan juga kemudian tentu saja industrinya sendiri untuk kenaikan harga yang pasti dibebankan atau dipikul oleh either pelaku atau konsumen kan,” ujarnya.

Ia menambahkan, jika jadi diterapkan dampak dari kebijakan ini akan terlihat secara instan, terutama kepada film-film yang akan tayang pada musim summer ini.

“Film summer itu kan mission impossible kan udah jadwal. Ya kalau ini diterapkan immediate berarti kan itu kena. Misalnya filmnya ada adegan tokohnya liburan atau spy yang aksinya di Paris gitu kan. Ya kena juga dong,” ujarnya.

Hollywood

Hollywood. FOTO/iStockphoto

Padahal menurutnya, film-film AS yang syuting di luar negeri biasanya akan menambah pangsa pasar baru bagi film tersebut di negara tempat syuting itu. Ia mencontohkan, dalam dekade terakhir seringkali film menyertakan talent atau aktor dari luar negeri umumnya untuk menarik pangsa baru penonton di negara tersebut.

"Penyertaan bintang atau talent dari luar AS itu kan untuk menarik pasar di tempat asal para talent dan bintang tersebut. Lihat aja ada beberapa film Marvel yang nyebut Indonesia. Terus dengan kebijakan mengisolasi diri seperti ini apa jadinya,” ujarnya.

Hikmat menilai kebijakan ini tidak terlalu berpengaruh terhadap industri perfilman tanah air. Menurutnya, dalam beberapa waktu terakhir tak banyak film hollywood yang syuting di Indonesia. Meski begitu, ia mencontohkan ada film Indonesia yaitu 'Agak Laen' yang belum lama ini dirumorkan akan di remake oleh pihak luar.

“Kalau yang remake gitu misalnya kan syutingnya juga nggak di Indonesia. Kita ya sudah cukup dapet devisa gitu dari itu dari akuisisi itu PH di Indonesia sudah dapat untung lah gitu. Terus apa lagi kan yang memikul biaya kan orang Amerika sendiri. PH dan distributor Amerika,” ujarnya.

Selain itu, ia menilai secara industri pasar film Indonesia saat ini sudah memiliki pasar non Amerika yang kuat seperti Asia Tenggara, Turki dan negara lainnya. Menurutnya, untuk saat ini pasar film Indonesia sendiri sudah lebih besar bahkan dari pasar film AS. Badan Perfilman Indonesia (BPI) sendiri mencatat pada 2022 market share film Indonesia lebih mendominasi pasar domestik ketimbang film asing termasuk Hollywood dengan market share 61 persen.

Baca juga artikel terkait TARIF TRUMP atau tulisan lainnya dari Alfitra Akbar

tirto.id - News Plus
Reporter: Alfitra Akbar
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Anggun P Situmorang