Menuju konten utama

Kasus Ahmad Dhani: Etik, Seksisme, dan Vonis yang Dipertanyakan

Kasus pelecehan seksual atau asusila dengan terduga pelaku anggota DPR seharusnya diselidiki secara komprehensif dan konsisten.

Kasus Ahmad Dhani: Etik, Seksisme, dan Vonis yang Dipertanyakan
Anggota DPR fraksi Gerindra Ahmad Dhani meninggalkan ruangan usai mengikuti sidang etik di Mahkamah Kehormatan Dewan DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/5/2025). Mahkamah Kehormatan Dewan DPR menjatuhkan sanksi ringan kepada Ahmad Dhani karena terbukti melanggar etik sebagai anggota DPR dalam kasus dugaan penghinaan marga Pono. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.

tirto.id - Setelah dua kali membuat heboh media sosial akibat pernyataan publik yang dinilai melanggar norma, Anggota Komisi X DPR RI, dari Fraksi Partai Gerindra, Ahmad Dhani, duduk di kursi pesakitan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, pada Rabu (7/5/2025).

Pernyataan kontroversial Ahmad Dhani yang pertama pada saat dia mengusulkan kepada Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, untuk mengawinkan pemain dunia yang telah pensiun dengan perempuan Indonesia demi mendapat bibit pemain unggulan untuk Timnas masa depan. Pernyataan Ahmad Dhani dalam rapat kerja Komisi X pada Rabu (5/3/2025) kemudian diadukan oleh Pemuda Lira ke MKD.

Selain diadukan ke MKD, pernyataan Dhani juga menuai protes dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) karena bernada seksis dan melecehkan perempuan.

"Pernyataan ini mengindikasikan ketidakseriusan dalam melaksanakan tugas DPR RI, yaitu terkait peran pengawasan DPR RI pada ketersediaan dukungan dan tata kelola pembinaan persepakbola nusantara agar putra-putri bangsa Indonesia dapat berprestasi optimal di cabang olahraga ini," kata Komisioner Komnas Perempuan, Andy Yentriyani.

Kehebohan kedua yang dibuat Ahmad Dhani pada saat menyebut nama penyanyi Rayen Pono menjadi 'Rayen Porno'. Hal itu disampaikan konferensi royalti musik yang digelar di Artotel Senayan, Jakarta, Kamis (10/4/2025). Usai acara tersebut, Rayen Pono langsung mengadukan Ahmad Dhani ke Bareskrim Polri dan MKD.

Dalam proses persidangan, anggota majelis, Adang Daradjatun, juga mengingatkan bahwa sebagai wakil rakyat di DPR, Ahmad Dhani selalu terikat dengan kode etik. Oleh karenanya, Adang meminta Dhani untuk menjaga sikap dan lebih tahu diri di setiap mengeluarkan pernyataan.

"Saya masih melihat teradu masih menanyakan masalah kepatutan, titipan saya agar lebih membaca kembali ketentuan kode etik, kalau kita perdebatkan kembali, kita bisa berdebat, tapi sebagai anggota DPR, tapi kita tidak bisa berbicara seenaknya saja," kata Adang.

Usai persidangan selama 49 menit, Ahmad Dhani, dinyatakan bersalah atas pernyataannya yang dinilai seksis dan diskriminatif terhadap marga tertentu. Oleh MKD, Ahmad Dhani dikenai sanksi berupa teguran tertulis dan diwajibkan untuk meminta maaf kepada pengadu dengan tenggat waktu paling lama tujuh hari setelah putusan dibacakan.

"Berdasarkan hukum dan etika Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan bahwa teradu yang terhormat Ahmad Dhani Prasetyo dengan nomor anggota A119 dar Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya telah terbukti melanggar kode etik DPR RI dan diberi sanksi ringan," kata Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, di Ruang MKD, Jakarta.

Usai dibacakan putusan, Ahmad Dhani berjanji akan melaksanakan segala amar yang diperintahkan oleh MKD. Dia akan meminta maaf kepada pengadu yang tersinggung atas ucapannya yang bernuansa seksi dan diskriminatif.

"Saya sebagai anggota DPR meminta kepada pelapor dan juga meminta maaf atas satu macam slip of the tongue salah mengucapkan sehingga ada salah satu marga berdarah biru yang marah dan tidak terima," kata Ahmad Dhani.

Ahmad Dhani mengklaim bahwa pernyataannya yang dinilai menghina marga Pono menjadi 'porno' tersebut baru pertama kalinya dilakukan dan tidak memiliki tendensi apapun untuk menghina.

"Saya tidak pernah menistakan merendahkan marga, meskipun yang bukan darah biru maupun darah biru," kata dia.

MKD Belum Tegas Tangani Kasus Bernada Seksis

Sebelum kasus Ahmad Dhani mencuat di publik dan ada sejumlah kasus serupa yang dijatuhi putusan sanksi ringan. Salah satunya adalah anggota Komisi V DPR RI, Haryanto, terbukti melanggar kode etik terkait video bermuatan asusila yang diduga dirinya.

Selain sanksi ringan, terdapat juga kasus asusila yang ditangani MKD namun tak menghasilkan putusan apapun. Kasus dengan terduga anggota fraksi Nasdem, Sugeng Suparwoto, tak memiliki kejelasan putusan hingga saat ini.

Sidang juga dilakukan secara tertutup, MKD periode 2019-2024 beralasan bahwa kasus yang dilaporkan mantan anggota Nasdem, AAFS bermuatan asusila sehingga tak bisa dibuka ke publik.

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mendorong penguatan MKD demi memastikan bahwa kasus serupa tak terulang lagi. Komnas Perempuan juga merekomendasikan kepada pimpinan DPR RI untuk melakukan penguatan kapasitas anggota DPR RI dalam hal konstitusi, HAM, kesetaraan dan keadilan.

"Agar dapat mengemban tugasnya sebagai wakil rakyat secara profesional, berintegritas, amanah dan sesuai dengan etika yang berlaku," kata Andy.

MKD DPR sidang video asusila anggota DPR

Anggota MKD DPR RI Habiburokhman (kedua kanan) menyampaikan pendapat saat sidang di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (3/12/2024). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc.

Pengajar hukum tata negara dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, mengingatkan kepada MKD agar kasus pelecehan seksual atau asusila dengan terduga pelaku anggota DPR harus diselidiki secara komprehensif dan konsisten. Sehingga, MKD tidak hanya melakukan peradilan secara sporadik apabila kasusnya viral atau menuai atensi masyarakat seperti yang dialami oleh Ahmad Dhani saat ini.

"Jadi dalam hal ini, putusan MKD soal etika yang dilanggar oleh Ahmad Dhani memang sesuatu yang harus bukan hanya ditegakkan sifatnya sporadik atau istilahnya itu bukan hanya sporadik ya, tetapi secara konsisten memang harus seperti itu dilakukan. Dan ini menjadi refleksi juga pembelajaran bagi anggota Dewan untuk tidak menyederhanakan tugas dan fungsi mereka sebagai wakil rakyat," kata Titi kepada Tirto, Jumat (9/5/2025).

Selain mendesak kepada MKD, Titi juga meminta lembaga partai politik untuk secara tegas menerapkan disiplin kepada kadernya. Sehingga, mereka bisa fokus pada kemaslahatan rakyat dan tidak terjebak pada isu moralitas dan seksualitas yang tidak perlu.

"Tapi dari sisi partai politik, kelembagaan partai, harusnya partai juga menjadi kontrol terhadap kader-kadernya yang ada di parlemen. Nah selama ini partai cenderung lepas tangan membiarkan para kadernya melakukan tindakan-tindakan yang cenderung kontroversial dan tidak akuntabel," kata Titi.

Ahmad Dhani terbukti melanggar etik sebagai anggota DPR

Anggota DPR fraksi Gerindra Ahmad Dhani meninggalkan ruangan usai mengikuti sidang etik di Mahkamah Kehormatan Dewan DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/5/2025). Mahkamah Kehormatan Dewan DPR menjatuhkan sanksi ringan kepada Ahmad Dhani karena terbukti melanggar etik sebagai anggota DPR dalam kasus dugaan penghinaan marga Pono. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.

Peneliti dan Koordinator Bidang Legislasi Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengkritik putusan MKD yang hanya menghukum Ahmad Dhani dengan teguran lisan dan perintah minta maaf. Lucius tak melihat ada efek jera untuk Ahmad Dhani.

"Jangankan efek jera bagi anggota DPR lain, bagi Ahmad Dhami sendiri nampaknya hukuman teguran lisan dan perintah meminta maaf itu terlalu ringan untuk dianggap sebagai sebuah hukuman," kata Lucius saat dihubungi Tirto.

Lucius melihat MKD hanya serius menangani perkara yang ramai dan mendapat atensi dari masyarakat. Karena hanya di kasus Ahmad Dhani proses peradilan nampak serius, padahal sebelumnya, ada banyak laporan dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan ke MKD namun ujungnya tak jelas.

"Mereka nampaknya cuma peduli dengan urusan pencitraan dengan memproses kasus Ahmad Dhani. Sementara urusan bagaimana menjadikan putusan MKD sesuatu yang bisa jadi rujukan bertindak bagi anggota DPR lain, dan bagaimana memberikan efek jera nampaknya belum cukup dipertimbangkan oleh MKD," kata Lucius.

Agar MKD bisa menjadi lembaga yang serius dalam bekerja, Lucius mendorong perlu penguatan kelembagaan MKD kedepannya agar alat kelengkapan ini benar-benar berfungsi sebagai penjaga etik DPR. Penguatan itu dilakukan dengan memastikan kerja MKD yang terlepas dari kepentingan politik yang mengaburkan fungsi MKD sebagai polisi etik DPR.

"Keseriusan itu sebagai bentuk pelaksanaan etik untuk memastikan anggota DPR umumnya harus benar-benar menjaga omongan dan laku mereka sebagai wakil rakyat," kata Lucius.

Baca juga artikel terkait SEKSISME atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - News Plus
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Anggun P Situmorang