Menuju konten utama

Tren Pelesiran ke Luar Negeri di Hari nan Fitri

Tidak ada momentum arus migrasi terbesar selain lebaran. Bagi yang mempunyai kampung halaman, mudik adalah pilihan utama agar bisa bertemu dengan sahabat, kerabat dan sanak saudara. Bermacet-macet ria pun tak masalah asalkan silaturahmi saat lebaran bisa terjaga. Namun bagi mereka orang kota yang memilih untuk tak mudik terkadang lebaran adalah sesuatu hal menyiksa. Kita akan kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari karena banyak restoran, toko, fasilitas publik yang tutup akibat libur lebaran.

Tren Pelesiran ke Luar Negeri di Hari nan Fitri
Ilustrasi Foto/Shutterstock

tirto.id - Tidak ada libur panjang di Indonesia yang bisa menandingi libur lebaran. Meski tanggal merah yang tercantum di kalender hanya dua hari biasanya libur lebaran dipanjangkan menjadi seminggu – waktu lama ini tentu saja untuk menfasilitasi orang saat arus mudik dan arus balik.

Libur panjang inilah yang begitu ditunggu-tunggu banyak orang. Di Indonesia berkah Hari Raya Idul Fitri memang dirasakan oleh semua golongan. Tak peduli muslim atau non-muslim sekalipun.

Banyak orang yang non-muslim atau muslim namun tak mudik memilih berpelesir ke luar negeri guna memanfaatkan momentum libur lebaran ini. Caroline adalah salah satunya. Ibu muda berusia 28 tahun ini, saban tiap lebaran dia pasti memilih pergi ke luar negeri bersama anak dan suaminya. Rutinitas ini dia lakukan sejak menikah tiga tahun lalu. “Mumpung waktu liburnya lama, jadi aku manfaatin aja untuk family time,” katanya.

Berdasarkan pengalamannya, Caroline merasa riskan jikalau menghabiskan waktu liburan di dalam negeri. Apa sebab? “Kalau liburan di dalam negeri itu gak kuat macetnya. Semua tempat wisata pasti macet, esensi liburannya gak dapet. Sayang banget waktu libur yang panjang itu gak bisa dimanfaatin untuk senang-senang. Ha-ha-ha,” ucapnya.

Negara-negara yang Caroline tuju biasanya memang negara yang bukan mayoritas muslim, seperti Jepang, Korea Selatan atau Thailand. “Kalau Malaysia, suasana lebarannya masih kerasa, jadi sama ramainya kayak Indonesia”

Apa yang diucapkan Caroline ini memang sejalan dengan data yang dimiliki Asosiasi Perusahaan Agen Penjual Tiket Penerbangan Indonesia (ASTINDO).

Vice President Astindo, Rusdiana menuturkan mayoritas WNI berkantong tebal memang memilih berlibur Jepang, Hongkong, China, Eropa, Australia hingga Selandia Baru. Sedangkan bagi WNI kelas menengah lebih memilih negara-negara ASEAN seperti Singapura, Thailand, Kamboja dan Vietnam. Beberapa perusahaan memang memberikan paket liburan pada momentum ini. Paket tour berkisar 5-7 hari. Keberangkatan paket liburan biasanya dilakukan saat H-1 atau hari H Idul Fitri.

Klaim Astindo ini diamini oleh salah satu biro perjalanan terbesar di Indonesia, Panorama Tours. “Jepang, Korea Selatan, New Zealand dan Eropa menduduki urutan teratas sebagai negara tujuan favorit tur keluar negeri," kata Chief Marketing Officer Panorama Tours Fenny Maria dalam rilisnya.

Pada momentum libur lebaran Panorama Tours Indonesia mencatat kenaikan permintaan berwisata ketimbang tahun lalu. Rinciannya, permintaan tiket pesawat naik 25 persen, kamar hotel naik 20 persen, dan paket tur naik 10 persen. Kenaikan ini tak lepas dari waktu libur Lebaran yang berbarengan dengan liburan sekolah.

Tren kenaikan ini bisa dilihat permintaan jadwal tambahan penerbangan ke luar negeri di Bandara Djuanda, Bandara I Gusti Ngurah Rai. Di Djuanda, jadwal penerbangan tambahan bertujuan ke Hong Kong dan Singapura. Sedangkan di Ngurah Rai, permintaan extra flight tertuju pada Taipei oleh China Airlines dan rute Kuala Lumpur yang diajukan oleh Malaysia Airlines.

Pertambahan jadwal ini amat mengejutkan, menegaskan bahwa tren liburan lebaran ke luar negeri semakin meningkat. Wakil Sekjen Asosiasi Perusahaan Penjualan Tiket (Astindo) Pauline Suharno mengatakan, tiket pesawat untuk keberangkatan internasional ini rata-rata telah habis terjual sepekan sebelum hari raya Idul Fitri. Meski harga tiket mahal, Pauline memaparkan penerbangan intenasional tak pernah sepi peminat.

Pauline mengakui terjadi kenaikan harga tiket untuk periode liburan, bukan ditentukan oleh agen perjalanan, melainkan oleh masing-masing maskapai.”Itu tidak ditentukan oleh agen perjalanan tapi langsung oleh maskapai.

Biasanya untuk domestik memakai tarif batas atas, tapi kalau internasional tidak ada tarif batas atas atau bawah. Tetapi maskapai menentukan high season surcharge, masing-masing maskapai berbeda," katanya.

Selain itu, pada saat periode liburan, maskapai hanya menyediakan kursi penumpang untuk kelas atas, sedangkan kelas bawahnya tidak disediakan."Saat musim liburan biasanya juga mereka (maskapai) hanya menyediakan kelas yang lebih mahal, untuk yang kelas murahnya tidak dibuka. Tiap tahunnya memang seperti itu," imbuhnya.

Meski mahal, nyatanya tiket-tiket ini diperebutkan oleh perusahaan travel agent tiket penerbangan. Pauline mengungkapkan biasanya keuntungan yang diberikan maskapai pada saat libur lebaran tidak berbeda seperti hari biasanya. Margin laba yang diberikan berkisar antara 3-5 persen dari harga tiket. Wajar jika agen perjalanan pada momen kali ini bisa meraup keuntungan 2-3 kali lipat dari omset biasanya.

Libur panjang lebaran ternyata memang membawa berkah bagi para agen wisata perjalanan. Selain keuntungan dari hilir mudik orang yang pulang kampung, kepergian wisawatan domestik yang berpelesir ke luar negeri pun membuat pundi para agen wisata ini bertambah.

Baca juga artikel terkait SOSIAL BUDAYA atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti