tirto.id - Indonesia saat ini tengah menghadapi maraknya dugaan kasus penculikan anak. Di awal tahun 2023, sejumlah kasus penculikan anak di berbagai daerah di Indonesia terkuak.
Sebut saja kasus penculikan Malika di Jakarta Pusat, penculikan Fitria di Cilegon, penculikan dan pembunuhan anak di Makassar, hingga penculikan anak di Semarang.
Menanggapi tindak kejahatan ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk terlibat dalam perlindungan anak.
KPPPA mencatat, di sepanjang tahun 2022, ada 28 kasus penculikan anak. Angka tersebut mengalami kenaikan jika dibandingkan pada tahun 2021.
Psikolog UGM Edilburga Wulan Saptandari mengatakan, penculikan bisa menjadi pengalaman traumatis bagi anak korban penculikan. Penculikan merupakan pengalaman tidak menyenangkan yang bisa memunculkan perasaan tidak nyaman, syok, cemas, tidak berdaya bahkan depresi.
"Penculikan ini menjadi traumatic event bagi anak. Lalu apakah menyebabkan trauma atau tidak, ini tidak bisa didiagnosis begitu saja namun perlu pemeriksaan lebih mendalam,"tutur Edilburga melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Kamis (2/2/2023).
Tips Cegah Penculikan Anak
Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Sebagai orang tua, Anda perlu membentengi anak agar terhindar dari penculikan.
Menurut Edilburga, kasus penculikan perlu dilihat kasus per kasus. Selain itu, perlakuan selama penculikan bisa memengaruhi muncul tidaknya trauma pada anak korban penculikan anak.
Misalnya, lanjut Edilburga, penculik melakukan tindak kekerasan baik fisik maupun seksual serta perlakuan buruk lainnya, dan hal ini membuat anak korban penculikan bisa lebih rentan mengalami trauma.
Namun hal berbeda akan muncul pada anak korban penculikan yang diperlakukan dengan baik selama penculikan.
Edilburga pun memberikan lima tips yang bisa dilakukan demi mencegah terjadinya penculikan anak. Berikut penjelasannya:
1. Pengetahuan Mengenai Orang Asing
Orang tua perlu membekali anak pengetahuan bagaimana berhadapan dengan orang asing.
Berikan anak pemahaman bahwa mereka tidak boleh asal berbicara dengan orang asing, dan ajarkan mereka untuk tidak mudah percaya, dan terbujuk dengan iming-iming pemberian orang lain. Mereka perlu tahu bahwa mereka harus menolak ajakan orang yang tidak dikenal.
2. Mekanisme Melindungi Diri
Selain itu, orang tua perlu mengajari anak untuk melindungi diri, dianjurkan agar anak-anak mengikuti kegiatan belajar bela diri.
Beritahu mereka jika suatu waktu mereka dihadapkan pada keadaan yang asing atau terpisah dari keluarga, ajarkan mereka untuk berteriak minta tolong atau mencari pertolongan pada orang yang tepat.
Berikan pemahaman indentifikasi pada siapa saja mereka bisa meminta tolong, seperti kepada orang yang berseragam antara lain polisi, satpam, hingga karyawan toko.
"Beri pengertian saat meminta tolong pada orang berseragam seperti satpam atau karyawan toko yang besar kemungkinannya memberikan bantuan," terang Edilburga.
3. Identitas Diri
Hal yang paling penting yang perlu dipahami oleh anak adalah pengetahuan tentang identitas dirinya.
Ini dapat meliputi nama lengkap dirinya, orang tua, dan alamat rumah, serta menghafal nomor telepon orang tua.
4. Meminta Izin
Ajarkan anak agar selalu meminta izin kepada orang tua sebelum pergi kemana pun.
Selain sebagai bentuk pengawasan, meminta izin juga membantu anak dalam memahami hal-hal apanyang boleh dan tidak boleh dilakukan.
5. Literasi Sosial Media
Di zaman sekarang, anak umumnya sudah dibekali gadget dan memainkan sosial media. Mereka perlu diberikan literasi tentang bagaimana bersosial media dengan bijak.
Hal yang paling penting adalah cegah anak untuk membagikan informasi pribadinya melalui sosial media.
"Kasus penculikan secara tidak langsung, tak jarang juga berawal dari media sosial atau bermain game yang rentan terjadi terutama pada anak praremaja dan remaja sehingga perlu diberikan pendidikan terkait kemanan siber," pungkasnya.
Editor: Dhita Koesno