Menuju konten utama

Ancaman Hukuman Bagi Pelaku Penculikan Anak dalam UU dan KUHP

Ancaman hukuman terhadap tindak pidana penculikan anak sudah secara tegas diatur dalam berbagai regulasi hukum, berikut penjelasannya.

Ancaman Hukuman Bagi Pelaku Penculikan Anak dalam UU dan KUHP
Ilustrasi penculikan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Ancaman hukuman terhadap tindak pidana penculikan anak sudah secara tegas diatur dalam berbagai regulasi hukum di Indonesia.

Kasus penculikan anak pada tahun 2022 lalu mengalami kenaikan dibanding tahun 2021. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA), kasus penculikan anak pada tahun 2022 sejumlah 28 kasus.

Penculikan anak kian berlanjut pada tahun 2023. Sepanjang Januari 2023, telah terjadi beberapa kasus penculikan anak. Melansir dari laman Tirto, kasus penculikan anak pada Januari 2023, antara lain kasus penculikan Malika di Jakarta Pusat, penculikan Fitria di Cilegon, penculikan dan pembunuhan anak di Makassar, dan penculikan anak di Semarang.

Lokasi kasus penculikan tersebut terjadi di beberapa kota. Hal tersebut menuntut kewaspadaan orang dewasa terhadap anak-anak di sekitarnya karena bisa jadi tindak kejahatan penculikan anak terjadi di lingkungan terdekat.

Peran kooperatif masyarakat sangat diperlukan sebagai upaya preventif terhadap kasus penculikan anak. KPPA mengimbau seluruh lapisan masyarakat untuk aktif terlibat dalam upaya perlindungan anak.

Ancaman Hukuman Bagi Pelaku Penculikan Anak dalam UU dan KUHP

Sanksi dan hukuman terhadap tindak pidana penculikan anak sudah secara tegas diatur dalam berbagai regulasi hukum di Indonesia. Dilansir dari laman Atmajaya, definisi penculikan adalah mencuri atau melarikan anak atau orang lalu disembunyikan dan meminta tebusan. Istilah anak mengacu pada seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak dalam kandungan.

Tindak pidana penculikan anak diatur dalam Pasal 83 Undang-Undang 23 Tahun 2002 dan Pasal 328 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mengutip dari laman UI, tindak pidana penculikan anak dapat dikenai pasal berlapis.

Pengajar bidang studi hukum pidana Universitas Indonesia, Nathalina Naibaho menyatakan bahwa faktor ekonomi bukanlah satu-satunya faktor terjadinya kasus penculikan anak. Dendam terhadap keluarga korban, keinginan untuk menjadikan korban sebagai anak, serta eksploitasi seksual terhadap anak melalui child grooming merupakan beberapa faktor lain yang mendorong terjadinya kasus penculikan anak.

Berdasarkan pemaparan Nathalina, apabila hasil pemeriksaan kepolisian (dikuatkan dengan visum et repertum) ditemukan indikasi perbuatan cabul atau kekerasan seksual, maka pasal lain akan diterapkan. Tepatnya pasal dalam UU Perlindungan Anak sehingga dapat memperberat ancaman pidana bagi pelaku.

Dengan demikian, secara singkat dasar hukum kasus penculikan anak yang disertai pencabulan atau kekerasan seksual adalah Pasal 76E dan Pasal 76F UU 35/2014 jo Pasal 82 UU 17/2016 dan Pasal 83 UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 KUHP.

Hukuman bagi pelaku dalam hal ini akan ditambah sepertiga, yakni ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar. Korban berhak mendapatkan rehabilitasi, mengajukan ganti rugi dalam bentuk restitusi, mengajukan pemasangan alat pendeteksi elektronik pada pelaku, dan mengumumkan identitas terdakwa ke publik.

Selain itu, menurut Pasal 328, 330, dan 333 KUHP, tindak pidana penculikan anak dapat dikenai ancaman pidana 7 hingga 12 tahun penjara. Pasal 328 menyebutkan ancaman hukuman atas penculikan akan dikenai pidana penjara maksimal 12 tahun. Pasal 330 (1) menegaskan ancaman pidana penjara paling lama 7 tahun.

Kemudian pasal 330 (2) menyatakan jika penculikan dilakukan dengan tipu muslihat, kekerasan, ancaman, maka akan berlaku ancaman pidana penjara maksimal 9 tahun. Pasal 333 (1) menegaskan ancaman hukuman bagi barangsiapa yang merampas kemerdekaan seseorang akan dikenai pidana maksimal 8 tahun.

Jika penculikan mengakibatkan luka berat, maka yang bersalah diancam pidana penjara maksimal 9 tahun. Pasal 333 (3) menyebutkan jika penculikan mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam penjara maksimal 12 tahun. Selanjutnya Pasal 333 (4) menegaskan bahwa pidana dalam pasal ini diterapkan juga bagi orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan.

Sementara itu, Pasal 83 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang ‘Perlindungan Anak’ menegaskan pelaku penculikan anak diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun. Selain itu, terdapat ancaman pidana berupa denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Pasal 83 UU No. 23 Tahun 2002:

Setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Nurul Azizah

tirto.id - Hukum
Kontributor: Nurul Azizah
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Yulaika Ramadhani