Menuju konten utama

Terdakwa Penyuap Mbak Ita Dituntut Penjara 2 Tahun 6 Bulan

Jaksa menilai tuntutan hukuman pada terdakwa sudah tepat, sebab telah mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan.

Terdakwa Penyuap Mbak Ita Dituntut Penjara 2 Tahun 6 Bulan
Jaksa Penuntut Umum KPK (sisi kiri) sedang membaca tuntutan terdakwa Rachmat Utama Djangkar di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (28/5/2025). Terdakwa mengikuti sidang secara daring dan videonya ditampilkan di layar monitor ruang sidang. tirto.id/Baihaqi Annizar

tirto.id - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar, untuk dipidana penjara selama 2 tahun 6 bulan. Rachmat merupakan terdakwa yang menyuap mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G Rahayu (Mbak Ita) dan Alwin Basri.

"Menuntut Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rachmat Utama Djangkar selama dua tahun enam bulan," ujar Jaksa KPK, Rio Vernika Putra, saat membaca surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Semarang, pada Rabu (28/5/2025).

Jaksa KPK juga menuntut terdakwa Rachmat membayar denda. "Menjatuhkan pidana denda sejumlah Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan," imbuh Jaksa di hadapan majelis hakim yang dipimpin Gatot Sarwadi.

Jaksa menilai, terdakwa Rachmat berupaya menyuap Mbak Ita dan Alwin Basri sebagai imbalan karena telah dibantu mendapatkan pekerjaan pengadaan meja kursi sekolah pada sembilan kecamatan di Kota Semarang.

Pengadaan meja kursi fabrikasi di bawah hajat Dinas Pendidikan Kota Semarang ini memiliki nilai proyek Rp18,4 miliar. Terdakwa Rachmat menang proyek lewat PT Deka Sari Perkasa atas bantuan Alwin dan Mbak Ita.

Setelah selesai mengerjakan proyek dan mendapat bayaran dari negara, terdakwa Rachmat langsung mengupayakan realisasi pemberian suap dengan menyiapkan uang Rp1,75 miliar.

"Uang Rp1,75 miliar merupakan fee 10 persen dari nilai proyek setelah dikurangi pajak," ujar Jaksa Rio.

Setelah menyiapkan fee Rp1,75 miliar dalam bentuk tunai, terdakwa lantas menghubungi Alwin yang merupakan representasi dari Mbak Ita dengan maksud hendak menyerahkan fee tersebut.

Namun, kata Jaksa, ketika itu Alwin menunda serah terima suap lantaran ada informasi terjunnya tim KPK di Kota Semarang untuk menyelidiki kasus dugaan korupsi. "Alwin Basri menyuruh menyimpan terlebih dahulu," imbuhnya.

Jaksa mengakui dalam kasus ini fee Rp1,75 miliar belum sampai ke tangan Mbak Ita maupun Alwin. Namun, Jaksa menganggap penyiapan fee dan pengondisian proyek sudah memenuhi unsur pidana.

"Perbuatan terdakwa dipandang sudah memenuhi rumusan delik," beber Jaksa.

Rencana penyiapan uang Rp1,75 miliar untuk keperluan Alwin dan Mbak Ita juga diamini terdakwa Rachmat. Saat kasus ini masih tahap penyidikan, terdakwa beritikad baik menyerahkan Rp1,75 milar ke negara lewat KPK.

Oleh sebab itu jaksa KPK menilai bahwa terdakwa Rachmat terbukti melakukan pidana sebagaimana dakwaan alternatif pertama: Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jaksa menilai tuntutan hukuman yang ditujukan kepada terdakwa sudah tepat. Sebelum menyusun tuntutan, Jaksa telah mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan hukuman.

"Pertimbangan yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme," kata Jaksa.

"Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum, dan terdakwa menyesali perbuatannya," imbuh Jaksa.

Usai surat tuntutan dibaca, Majelis Hakim mempersilakan terdakwa Rachmat dan penasihat hukumnya untuk mengajukan pembelaan pada sidang berikutnya.

Baca juga artikel terkait KORUPSI KPK atau tulisan lainnya dari Baihaqi Annizar

tirto.id - Flash News
Kontributor: Baihaqi Annizar
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Siti Fatimah