Menuju konten utama

Tata Cara Khutbah Idul Fitri dan Contoh Teks Naskah Khotbah Ied

Berikut ini tata cara khotbah Idul Fitri dalam Islam, serta contoh naskah teks khotbah yang dapat dibawakan khatib.

Tata Cara Khutbah Idul Fitri dan Contoh Teks Naskah Khotbah Ied
Ilustrasi khotbah hari raya. foto/istockphoto

tirto.id - Sebagaimana ibadah lainnya dalam Islam, khutbah Idul Fitri memiliki tata cara tersendiri. Seorang khatib harus paham mengenai ketentuan yang mesti dipraktikkan ketika berkhutbah. Berikut ini tata cara khutbah Idul Fitri beserta contoh teks naskahnya.

Umat Islam Indonesia sebentar lagi akan merayakan Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah melalui Maklumat Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1443 H (PDF) telah menetapkan bahwa Idul Fitri 1443 H akan jatuh pada Senin Pon, 2 Mei 2022 M.

Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) belum mengumumkan tanggal jatuhnya Idul Fitri 1443 H. Kemenag akan menyelenggarakan sidang isbat penentuan Idul Fitri 1443 H yang akan dilaksanakan pada Minggu sore, 1 Mei 2022 di Auditorium HM Rasjidi Kemenag, Jakarta.

Salah satu kegiatan lazim yang dikerjakan usai salat Id berjemaah adalah khotbah hari raya. Sebenarnya, khotbah hari raya hukumnya sunah. Tidak seperti khotbah Jumat yang merupakan keharusan, tanpa khotbah hari raya pun, salat Idul Fitri tetap sah.

Kendati demikian, mendengarkan khotbah Idul Fitri merupakan hal utama selama hari raya. Meski salat Idul Fitri sudah dikerjakan, jemaah sebaiknya tidak pulang sebelum mendengarkan khotbah untuk mendapatkan keutamaan ibadah sunah tersebut.

Anjuran pelaksanaan khotbah Idul Fitri termuat dalam hadis riwayat Ibnu Abbas: “Saya melaksanakan salat Id bersama Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, dan Utsman RA. Semuanya melaksanakan salat sebelum khotbah berlangsung,” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis lain yang masih diriwayatkan Imam Bukhari juga tertera: “Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW berdiri pada hari Idul Fitri, kemudian memulai salatnya, lalu berkhutbah … ” (H.R. Bukhari).

Tata Cara Khutbah Idul Fitri

Khotbah Idul Fitri dilakukan setelah selesai salat Id. Hal ini berbeda dari khotbah salat Jumat yang pelaksanaannya justru sebelumnya. Meski demikian, khatib yang melakukan khotbah sama-sama berdiri (kecuali ada uzur, misalnya sakit atau penyandang disabilitas tunadaksa, dan sebagainya).

Tidak hanya itu, jumlah khotbah hari raya yang disampaikan pun sama, yakni dua kali khotbah dan dipisahkan duduk sejenak. Perkara ini juga termuat dalam sebuah hadis riwayat Jabir RA, ia berkata:

“Rasulullah SAW keluar pada hari Idul Fitri atau Idul Adha, beliau berkhotbah sambil berdiri, kemudian duduk, lalu berdiri kembali," (H.R. Ibnu Majah).

Khutbah Idul Fitri Pertama

Khatib berdiri menghadap jemaah salat Idul Fitri sambil mengucapkan salam. Lalu, ia melakukan urutan khotbah Idul Fitri berikut ini:

1. Di khotbah pertama ini, khatib mengawalinya dengan membaca takbir (الله أكبر/Allahu Akbar) sebanyak sembilan kali.

2. Memuji Allah SWT, sekurang-kurangnya membaca "Alhamdulillah".

3. Membaca salawat nabi, sekurang-kurangnya "Allahumma shalli 'ala [sayyidina] Muhammad".

4. Berwasiat tentang takwa.

5. Membaca ayat Al Qur'an.

Kemudian khatib menyampaikan ceramahnya, mengingatkan jemaah untuk menaati perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya, serta penjelasan lainnya mengenai topik khotbahnya.

Setelah dirasa cukup, khotbah pertama diakhiri dengan duduk sejenak sebelum beralih ke khotbah kedua.

Khotbah Idul Fitri Kedua

1. Setelah bangun dari duduk sejenak, khatib memulai khotbah kedua dengan bertakbir sebanyak tujuh kali.

2. Memuji Allah SWT, sekurang-kurangnya membaca "Alhamdulillah".

3. Membaca salawat nabi, sekurang-kurangnya "Allahumma shalli 'ala [sayyidina] Muhammad".

4. Berwasiat tentang takwa. Setelah itu, khatib dapat merangkum khotbah yang pertama atau langsung mendoakan kaum muslimin, yang kemudian diaminkan oleh jemaah salat Idul Fitri.

5. Mengakhiri khotbah Idul Fitri.

Contoh Teks Naskah Khutbah Sholat Idul Fitri

Dikutip dari “Khutbah Idul Fitri: Mengetuk Pintu Surga” yang ditulis Miftahul Huda di laman MUI, berikut ini contoh naskah khotbah salat Idul Fitri bertajuk “Mengetuk Pintu Surga”:

A. Khotbah Pertama

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ

اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ أَمَّابَعْدُ؛

فَيَآ أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تَقْوَاهُ كَمَا قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هٰذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ، وَعِيْدٌ كَرِيْمٌ، أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ فِيْهِ الطَّعَامَ، وَحَرَّمَ عَلَيْكُمْ فِيْهِ الصِّيَامَ، فَهُوَ يَوْمُ تَسْبِيْحٍ وَتَحْمِيْدٍ وَتَهْلِيْلٍ وَتَعْظِيْمٍ ، فَسَبِّحُوْا رَبَّكُمْ فِيْهِ وَعَظِّمُوْهُ وَتُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هو الْغَفُوْرُ الرَّحِيمُ. اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ.

Ma’asyiral Muslimin, Jemaah Salat Idul Fitri yang Diberkahi Allah SWT

Kehidupan di dunia ini sejatinya adalah sebuah ujian dan tidak ada satu pun orang hidup kecuali diuji oleh Allah SWT, bahkan para nabi dan utusan Allah pun tak luput dari ujian.

Sejak kita terlahir di dunia ini, kita dihadapkan dengan berbagai ujian. Ketika akan memasuki sekolah ada ujian, di setiap kenaikan kelas ada ujian, dan bahkan mau lulus pun ada ujian.

Ketika akan melamar kerja kita diuji dan saat promosi jabatan pun pasti ada seleksi ujian.

Demikian juga, kehidupan dunia ini, sejatinya adalah ujian. Tempat kelulusannya adalah kehidupan akhirat kelak yaitu surga atau neraka, bahagia atau sengsara selamanya. Allah berfirman di awal surah Al-Mulk:

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (1) الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ (2)

Bacaan latinnya: "Tabārakallażī biyadihil-mulku wa huwa ‘alā kulli syai`ing qadīr [1]. Allażī khalaqal-mauta wal-ḥayāta liyabluwakum ayyukum aḥsanu ‘amalā, wa huwal-‘azīzul-gafụr [2]"

Artinya: "Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya-lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu [1]. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun [2]".

Ujian yang diselenggarakan oleh manusia tentu sangat berbeda dengan ujian yang diselenggarakan Allah SWT.

Ujian di sekolah maupun di dunia kerja sangat bersifat rahasia, jangankan jawabannya, soal-soalnya pun bersifat rahasia.

Sangat berbeda dengan ujian masuk surga, jangankan soal-soalnya, kunci jawaban pun sudah diberitahukan oleh Allah dan sudah menjadi rahasia umum. Maka dari itu, sungguh bodohlah kita jika tidak lulus masuk surga.

Dan kunci masuk surga itu adalah kalimat "La ilaha illa Allah". Itu adalah kalimat Tauhid, yaitu kalimat pembeda antara muslim dan non-muslim, kalimat penentu kebahagiaan di surga atau kesengsaraan di neraka.

Nabi SAW bersabda:

إن الله حرم على النار من قال لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله

Bacaan latinnya: "Innallaha harrama 'alan nari man qoola 'La ilaha illallah', yabtaghi bidzalika wajhillah"

Artinya: “Sesungguhnya Allah mengharamkan seseorang yang mengucapkan 'La ilaha illa Allah' dengan ikhlas karena Allah”.

Kalimat Tauhid di atas tentu bukan hanya sekedar diucapkan, tapi perlu diyakini dengan sepenuh hati bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT dan keyakinan tersebut dibuktikan dengan pengabdian dan penghambaan diri kepada Allah dengan berbagai macam ibadah.

Hadirin yang dimuliakan Allah!

Di setiap Ramadan, kita selalu mendengar atau bahkan hapal hadis Rasulullah SAW yang artinya, “Ketika masuk bulan Ramadan maka syaitan-syaitan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup,” (HR Bukhari dan Muslim).

Memang begitulah keutamaan bulan Ramadan ketika setan-setan akan dibelenggu, pintu surga akan dibuka dan pintu neraka akan ditutup. Tetapi, hadis di atas tidak tepat dimaknai secara tekstual. Untuk memahaminya perlu memahami makna majazi.

Setan dibelenggu di bulan Ramadan bukan berarti setan tidak akan menggoda manusia untuk melakukan perbuatan dosa.

Buktinya, saat puasa pun masih banyak yang tidak salat dan batal puasa lantaran tidak kuat menahan lapar dan akhirnya pergi mencari makan.

Secara majazi, setan dibelenggu berarti umat Muslim yang menjalankan ibadah puasa diberikan kemampuan lebih oleh Allah untuk tidak menuruti bisikan-bisikan setan.

Lantas bagaimana dengan adanya kata pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup?

Maksud pintu surga dibuka karena di bulan puasa adalah amal saleh akan dilipat gandakan pahalanya sehingga kesempatan masuk surga jadi lebih besar.

Sementara itu, pintu neraka ditutup berarti di bulan puasa kesempatan kita untuk melakukan perbuatan dosa lebih kecil dibandingkan dengan bulan-bulan biasa.

Hadirin yang dimuliakan Allah!

Kalimat Tauhid yang sudah kita punyai dan kita simpan dalam hati, bisa jadi tidak dapat kita gunakan untuk membuka pintu-pintu surga. Hal itu dikarenakan pintu surga terkunci dari dalam. Oleh karena itu, kita perlu mengetuk pintu-pintu tersebut.

Ada satu hadis yang mencakup amalan-amalan yang dapat mengetuk pintu-pintu surga, yaitu hadis yang berbunyi:

«أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ»

Bacaan latinnya: "Afsyussalam, wa ath'imuttha'aam, wa shillul arhaam, wa shollu, wannasu niyaam, tadkhulul jannata bisalaam"

Artinya: "Sebarkanlah salam, berilah makan [orang miskin dan membutuhkan], sambunglah silaturahmi

Nasihat ini disampaikan oleh Nabi SAW saat memasuki kota Madinah. Dalam hadis tersebut, ada 4 amalan yang dapat membantu kita mengetuk dan membuka pintu surga:

Pertama, menebarkan salam. Salam secara bahasa dipahami sebagai ucapan, yaitu "Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh". Dan ini adalah ucapan salam yang harus kita jadikan sebagai tradisi baik kita.

Salam juga dimaknai sebagai keselamatan dan perdamaian. Setiap muslim di mana pun ia berada dituntut untuk menebarkan keselamatan dan perdamaian, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan, sebagai wujud keimanan kepada Allah SWT.

Dan tidak patut seorang muslim menimbulkan keresahan, kerusakan, dan kehancuran tatanan kehidupan, karena itu menjadi penghalang baginya untuk masuk surga.

Kedua, Memberi makan. Di antara hikmah diwajibkannya puasa Ramadan adalah agar kita dapat merasakan lapar dan dahaga.

Sementara itu, banyak orang yang lapar bukan karena puasa, tetapi kelaparan karena ketiadaan makanan.

Lapar di sini juga tidak terbatas dengan kosongnya perut dari makanan dan minuman, tetapi kosongnya akal dari ilmu.

Maka dari itu, dalam konteks ini kita dituntut tidak hanya berbagi makanan sebagai nutrisi badan, tetapi juga berbagi donasi pendidikan sebagai nutrisi jiwa bagi yang membutuhkan.

Ketiga, menjalin silaturahmi atau kasih sayang. Agama kita sangat menganjurkan untuk menjalin silaturahmi. Sebab, silaturahmi mendatangkan manfaat yang luar biasa:

1. Silaturahmi memperpanjang umur dan melapangkan rezeki

2. Silaturahmi menjauhkan orang yang menjalinnya dari neraka

3. Silaturahmi menjadi salah satu sarana kita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT

4. Silaturahmi dapat menjaga kerukunan dan keharmonisan dengan sesama

5. Silaturahmi dapat menjadikan kita sebagai makhluk yang mulia.

Momentum Idul Fitri ini sangat tepat untuk kita manfaatkan untuk bersilaturahmi kepada orang tua, keluarga, sanak saudara, tetangga, mitra kerja dan kepada semuanya, tetapi tentu harus tetap menjaga protokol kesehatan.

Keempat, salat malam. Salat sunah yang paling besar pahalanya adalah qiyamul lail. Dengan hal itu, semoga ritual salat tarawih, salat witir, dan bangun malam untuk sahur yang kita lakukan sebulan kemarin mampu kita pertahankan selama 11 bulan ke depan.

Bagaimanapun juga, tujuan diwajibkannya puasa adalah terwujudnya jiwa yang bertakwa dan hadirnya jiwa-jiwa yang saleh yang suka menebar kebajikan, keselamatan, dan perdamaian, serta jiwa yang peduli terhadap kemiskinan dan ramah terhadap lingkungan.

Hadirin yang dimuliakan Allah

Demikian khotbah singkat pada kesempatan ini, semoga bermanfaat bagi kita semuanya. Semoga Allah selalu membimbing kita di jalan yang lurus dan memberikan kekuatan kepada kita untuk beristikamah di jalan tersebut. Amin ya rabbal ‘alamiin.

أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ. بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ.. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

B. Khotbah Kedua

اللهُ اَكْبَرْ (٣×) اللهُ اَكْبَرْ (٤×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ.

فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيّن وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَن وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Selain contoh di atas, berikut ini link yang dapat digunakan untuk melihat naskah khotbah Idul Fitri lainnya dari NU Online.

Link untuk Akses Daftar Kumpulan Khotbah Idul Fitri

Baca juga artikel terkait KHUTBAH IDUL FITRI atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Abdul Hadi