Menuju konten utama

Tarif Listrik Mahal Hambat Investasi Data Center di Indonesia

pemerintah sebenarnya telah menggelontorkan berbagai insentif fiskal maupun non fiskal yang tak kalah kompetitif untuk menarik investasi data center.

Tarif Listrik Mahal Hambat Investasi Data Center di Indonesia
Ilustrasi pusat data. (FOTO/iStockphoto)

tirto.id - Kepala Biro Investasi, Kerja Sama, dan Komunikasi Sekretariat Jenderal Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Bambang Wijanarko, mengungkapkan, tarif listrik yang lebih mahal dari Malaysia masih menjadi salah satu tantangan pengembangan pusat data alias data center di Indonesia, khususnya di Nongsa, Batam. Hal ini juga yang menyebabkan lebih banyak investor data center menanamkan modalnya di Malaysia.

“Untuk (tarif) listrik, di Malaysia lebih menarik dibanding di Indonesia,” kata Bambang kepada Tirto, melalui pesan singkat, Minggu (13/10/2024).

Meski begitu, jika soal pajak, sebenarnya pemerintah juga telah menggelontorkan berbagai insentif fiskal maupun non fiskal yang tak kalah kompetitif dengan Malaysia. Sebagai contoh, bagi para pelaku usaha yang menanamkan modalnya senilai Rp100 miliar di bisnis data center Indonesia, praktis bakal mendapat tax holiday (pembebasan pajak) selama 10 tahun. Sedangkan untuk investor bermodal kurang dari Rp1 miliar akan mendapat insentif berupa tax allowance.

Insentif fiskal lainnya adalah berupa pembebasan bea masuk untuk bahan baku yang didatangkan dari luar negeri, hingga pengurangan pajak dan retribusi daerah ketika berinvestasi di salah satu KEK pusat data, yaitu Nongsa Digital Park. Adapun untuk fasilitas non-fiskal, investor bisa mendapatkan bantuan dari administrator untuk memverifikasi perizinan usaha agar proses pengajuannya lebih cepat.

“Kalau di KEK ada berbagai insentif fiskal dan nonfiskalnya. Ini cukup kompetitif. Kalau harga listrik, sepertinya Malaysia lebih kompetitif,” aku Bambang.

Berbagai insentif fiskal dan non fiskal inilah yang kemudian membuat sudah lumayan banyak investor tertarik membangun pusat data, khususnya di Nongsa. Bambang mengatakan, sampai saat ini sudah ada 6 perusahaan yang menyatakan minatnya untuk membangun data center di Nongsa, dengan 2 perusahaan telah memulai konstruksi.

“Untuk di KEK Nongsa, peminatnya sudah cukup banyak. Bahkan dari 42 hektare yang dialokasikan untuk data center, sudah terisi oleh beberapa perusahaan data center. Sehingga KEK Nongsa sedang mengajukan perluasan areanya,” ungkap Bambang.

Diwartakan sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Rachmat Kaimuddin, mengatakan, pemerintah tengah mengkaji kebijakan khusus, utamanya terkait tarif listrik untuk menarik minat investasi data center di Indonesia.

Dia mengakui, saat ini tarif listrik untuk industri pusat data nasional ada di kisaran 11-12 sen dolar Amerika Serikat (AS) per kilowatt hour (kWh), sementara Malaysia memasang tarif sekitar 8 sen dolar AS per kWh saja untuk industri pusat data.

“Kita ingin coba, itu ada preseden-preseden sebenarnya kita memberikan insentif-insentif. Kayak misalnya batu bara ada yang kita berikan lebih rendah, atau gas untuk industri tertentu. Bahkan untuk charging station saja, harganya berbeda. Jadi presedennya ada, tinggal nanti mungkin pemerintah bisa duduk bareng, kita lihat industrinya seberapa strategis dan insentif apa yang perlu diberikan," kata Rachmat kepada awak media, di Kantornya, Jumat (11/10/2024).

Baca juga artikel terkait DATA CENTER atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fahreza Rizky