tirto.id - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi mendorong Indonesia untuk ramah kepada investor data center. Indonesia harus menjadi pilihan utama perusahaan asing untuk berinvestasi di sektor data center. Sebab selama ini para investor asing lebih memilih Malaysia--spesifik Johor--sebagai tempat membangun data center mereka.
Menurut Budi Arie alasan para investor asing tersebut memilih Malaysia karena negeri jiran itu memiliki tiga hal yang ditawarkan pada perusahaan asing untuk mau berinvestasi, antara lain; listrik, pajak, dan kepastian hukum.
“Listrik mereka 8 sen per KWH, mereka bebas pajak untuk barang modal. Lalu yang ketiga adalah kepastian hukum dalam investasi,” jelasnya saat ditemui usai Grand Opening JST1 data center di Jakarta, Rabu (09/10/2024).
Budi menegaskan, Indonesia perlu usaha yang kuat untuk mempermudah iklim investasi bagi investor asing. Dia berharap Indonesia jangan sampai terkesan mempersulit mereka yang mau berinvestasi untuk memperkuat reputasi di mata investor.
Salah satu langkahnya, kata Budi, adalah keringanan harga listrik khusus data center. “Jadi jangan sampai ada kesan, kok susah sekali ya mau investasi di Indonesia. Sehingga hambatan dalam perlambatan investasi ini harus dihindari,” ungkapnya.
Budi meyakini pasar Indonesia sangat besar, mengingat jumlah penduduk yang lebih dari 250 juta jiwa dan sumber daya yang berlimpah termasuk energi terbarukan.
Komisaris Bersama Digital Data Centres (BDDC), Setyanto Hantoro menjelaskan tarif listrik untuk industri termasuk data center berkisar 11-12 sen. Sedangkan untuk masyarakat berkisar 7-8 sen, sama seperti yang ditawarkan Malaysia kepada pemain data center.
Dia merinci, insentif yang dibutuhkan terdiri dari tiga aspek, yakni harga listrik, pajak, dan kepastian hukum. Misalnya pajak impor diharapkan bisa lebih mudah atau direndahkan. Hal itu dibutuhkan karena investasi data center sangat membutuhkan banyak dana. Setidaknya butuh US$10-11 juta dolar per 1 megawatt.
“Bayangkan Indonesia saat ini mungkin, hitung-hitungan kasar saya ya, butuh sekitar 600-700 megawatt. Kali 11 juta dolar sudah berapa? Maka investasi besar butuh kepastian hukum,” ujarnya.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Agung DH