tirto.id - “Karakter retro sport adalah konsumen yang menginginkan motor laki-laki out of the box”
Deputy Head Sales & Promotion, Marketing Division PT Kawasaki Motor Indonesia (KMI)Michael C. Tanadhi mencoba meyakinkan keputusan meminang motor berkonsep retro adalah pilihan bagi mereka yang mau tampil beda atau bernostalgia dengan gaya motor lawas tapi dengan kondisi mesin yang tak merongrong.
Kawasaki termasuk pabrikan yang jeli membaca celah pasar. Akhir tahun lalu, pabrikan berlambang "K" ini memasarkan motor sport retro Kawasaki W175. Kawasaki W175 bukan motor retro pertama mereka, sebelumnya ada Kawasaki Estrella 250 dan Kawasaki W800 dengan harga masing-masing Rp72 juta dan Rp250 juta. Kawasaki mencoba mengisi ceruk pasar Rp30 jutaan untuk Kawasaki W175 yang mengandalkan mesin berkapasitas 177 cc SOHC dengan sistem karburator. Alasan Kawasaki menyematkan sistem karburator demi mempermudah modifikasi bagi mereka yang gatal.
Menawarkan motor retro yang mudah dimodifikasi di tengah melejitnya tren custom culture jadi jurus yang cukup jitu. Berdasarkan Data Asosisasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), sepanjang Januari-Juni 2018, ada lebih dari 8.000 unit Kawasaki W175 didistribusikan dari pabrik ke dealer (wholesales).
Pesaing lain di segmen ini antara lain PT Benelli Motor Indonesia–agen pemegang merek (APM) sepeda motor Benelli. Direktur PT BMI Steven Kentjana Putra, mengklaim Benelli sudah lebih dulu mengeluarkan motor bergaya retro pada 2016 dengan mesin berkapasitas kecil, yakni Benelli Patagonian Eagle.
Benelli Patagonian Eagle—motor bergaya cruiser diperkenalkan PT BMI pada 2016 lalu. Motor tersebut diberikan mesin SOHC 250cc 2-silinder. Tampilannya mengingatkan pada motor-motor ikonik seperti Kawasaki KZ 440 atau Honda Phantom yang muncul di awal 2000-an.
Mereka meyakini pasar motor sport retro menjanjikan di Indonesia, Benelli kemudian menggelontorkan produk bergaya klasik lainnya, yakni Benelli Motobi 200 dan Motobi 200 Evo. Buat mengimbangi laju Kawasaki W175, keluarlah Benelli Motobi 152. Motor-motor retro Benelli dilabeli harga mulai dari Rp18,9 juta untuk Motobi 152, Rp28,8 juta untuk Motobi 200, dan Rp30,8 juta untuk Motobi 200 Evo, dan Benelli Patagonian Eagle S dibanderol Rp37,9 juta.
“Saya berani bilang kita termasuk pionir membuat diferensiasi lewat produk motor retro. Sudah dua tahun Patagonian (dipasarkan), kemudian Motobi 200, Motobi 152, dan yang baru di GIIAS (2018) kita launching Motobi 200 Evo. Saudara kita (Kawasaki) mengeluarkan W175 tahun lalu, tapi sebenarnya kita duluan yang keluarkan (motor retro) cruiser,” kata Steven kepada Tirto.
Pabrikan yang bermain di ceruk motor retro berlomba mengeluarkan produk dengan gaya unik. Alasannya, konsumen di segmen tersebut menginginkan sepeda motor yang membuat tampil berbeda atau beda dari kebiasaan, bahkan menjadi pusat perhatian. Namun, itu harus ditebus dengan harga yang tak biasa pula.
Tampilan "jadul" dan cita rasa nostalgia menambah nilai jual motor-motor retro. Selisih harga bebek retro di kelas 125 cc dan 150 cc misalnya dengan motor bebek mainstream dengan kapasitas mesin hampir sama, harganya malah terpaut jauh di bawah model retro. Padahal motor mainstream biasanya sudah memakai teknologi injeksi.
“Intinya tren yang sudah saya lihat, orang-orang terbiasa dengan motor mainstream, jadi butuh produk yang anti-mainstream. Kita lihat di roda empat Suzuki Jimny dihidupkan lagi, di roda dua Honda market leader mengeluarkan Super Cub (125),” kata Steven.
Bos PT BMI itu enggan memberikan rincian data penjualan produk-produk sepeda motor retronya. Ia hanya mengungkap respons publik cukup baik pada barang jualannya, seperti dalam pagelaran Pekan Raya Jakarta (PRJ) 2018, ada 85 orang memesan Benelli 152 yang baru diluncurkan.
“Ada kenaikan 200 persen (penjualan) ditopang motor-motor retro Tapi angkanya masih kecil,” klaim Steven.
Selain Kawasaki dan Benelli, PT Triangle Motorindo sebagai agen pemegang merek (APM) sepeda motor Viar juga melihat peluang di pasar motor retro. Di ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2018, ada dua motor retro Viar Vintech 200 dan Vintech 250 yang terparkir di booth Viar.
Sepasang motor retro tersebut rencananya mulai dipasarkan akhir tahun 2018. Marketing Communication PT Triangle Motorindo Frengky Osmond, duet Viar Vintech dibuat dengan gaya yang sedikit berbeda. Viar Vintech 200 sangat kental nuansa klasik, sedangkan Vintech 250 dibubuhi sedikit gaya modern di beberapa komponennya.
“Kita coba dengan masukan teman-teman (konsumen) dan kita ajukan ke pabrik untuk pembuatan motor retro. Kita lihat trennya sekarang lebih ke arah klasik, jadi ada kecocokan antara permintaan dan keadaan pasar,” kata Frengky kepada Tirto. Viar Vintech 200 ditaksir dibanderol pada harga Rp22 juta, dan Vintech 250 Rp29 juta.
Mulai riuhnya pendatang baru di segmen motor retro, direspons pemimpin pasar sepeda motor, PT Astra Honda Motor (AHM). Pada ajang GIIAS 2018, AHM memperkenalkan Honda Super Cub 125, salah satu produk sepeda motor legendaris. Super Cub mulai diproduksi pada 1958, dan menjadi cikal bakal dari rentetan produk motor bebek Honda yang populer di berbagai negara.
Honda Supercub 125 bisa dibilang sebagai motor bebek termahal di Indonesia saat ini. Dengan mesin berkapasitas 125cc dilengkapi fitur utama, seperti Honda Smart Key System, digital panel meter, dan pencahayaan lampu LED, Supercub 125 dipasarkan Rp55 juta (on the road Jakarta).
Ditelisik dari besaran harganya, Honda Supercub 125 memang ditujukan untuk kalangan kolektor dan penggila motor klasik. Fitur dan teknologinya tidak terlalu unggul dari moped lainnya, sekelas Supra X 125. Namun, Supercub 125 merupakan produk sepeda motor yang dibangun dari desain autentik Honda yang memiliki sejarah panjang sejak 60 tahun lalu. Sejarah itulah yang kini dijual dan bernilai di pasar dibandingkan gaya konvensional.
Editor: Suhendra