tirto.id - Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Elvieda Sariwati mengatakan sampai saat ini talasemia belum bisa disembuhkan. Namun pemyakit keturunan tersebut dapat dicegah melalui deteksi dini.
“Sampai saat ini talasemia belum bisa disembuhkan namun dapat dicegah kelahiran bayi talasemia mayor. Dengan cara menghindari pernikahan antarsesama pembawa sifat, atau mencegah kehamilan pada pasangan pembawa sifat talasemia yang dapat diketahui melalui upaya deteksi dini terhadap populasi tertentu,” kata Elvieda dikutip dari rilis Kemenkes pada Selasa (10/5/2022).
Talasemia adalah penyakit keturunan atau kelainan genetik akibat kelainan sel darah merah, yang dapat menyebabkan penderita harus melakukan transfusi darah sepanjang usianya.
Elvieda menuturkan, deteksi dini bertujuan untuk mengidentifikasi pembawa sifat talasemia agar tidak terjadi perkawinan sesama pembawa sifat. Untuk diketahui, talasemia dapat diturunkan dari perkawinan antara dua orang pembawa sifat.
Seorang pembawa sifat talasemia secara kasat mata tampak sehat atau tidak bergejala. Serta hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan darah dan analisis hemoglobin.
Cara mengetahui seorang talasemia, dilakukan melalui pemeriksaan riwayat penyakit keluarga yang anemia atau pasien talasemia, yang pucat, lemas, juga ada riwayat transfusi darah berulang, serta pemeriksaan darah hematologi dan analisa hemogloblin (Hb).
Secara klinis, ada 3 jenis talasemia. Yakni talasemia mayor, talasemia intermedia, dan talasemia minor/trait/pembawa sifat. Pasien talasemia mayor memerlukan transfusi darah secara rutin seumur hidup yaitu 2-4 minggu sekali.
Berdasarkan hasil penelitian Eijkman tahun 2012, diperkirakan angka kelahiran bayi dengan talasemia mayor ada sekitar 20 persen atau 2.500 anak dari jumlah penduduk 240 juta.
Kemudian, pasien talasemia intermedia membutuhkan transfusi darah tetapi tidak rutin. Sementara pasien talasemia minor/trait/pembawa sifat secara klinis sehat, hidup seperti orang normal secara fisik dan mental, tidak bergejala, dan tidak memerlukan transfusi darah.
Di samping itu, berdasarkan data dari Yayasan Talasemia Indonesia, terjadi peningkatan kasus talasemia yang terus menerus. Sejak tahun 2012, ada sebanyak 4.896 kasus. Hingga bulan Juni 2021, data penyandang talasemia di Indonesia ada sebanyak 10.973 kasus.
Menurut data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan 2020, beban pembiayaan kesehatan sejak 2014-2020 terus meningkat. Talasemia menempati posisi ke-5 di antara penyakit tidak menular setelah penyakit jantung, gagal ginjal, kanker dan stroke yaitu sebesar Rp2,78 triliun pada tahun 2020.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Fahreza Rizky