tirto.id - Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin melaporkan ada 15 kasus hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya atau misterius di Indonesia.
Meski begitu, sejak tanggal 27 April 2022 lalu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/C/2515/2022 tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology).
“Tanggal 27 April itu kita sudah langsung mengeluarkan Surat Edaran agar semua rumah sakit dan dinas kesehatan melakukan surveillance-monitoring [pemantauan dan pengawasan] terhadap kasus ini. Dan sampai sekarang kondisinya di Indonesia ada 15 kasus,” ungkap Budi dalam keterangan pers bersama Menteri Kabinet Indonesia Maju, yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (9/5/2022).
Dia menyebut bahwa Kemenkes sudah melakukan koordinasi dan diskusi dengan Centers for Disease Control (CDC) Amerika CDC Inggris, sehari seusai Lebaran. Dia juga mengatakan telah dapat banyak informasi dari mereka. Kesimpulannya, belum bisa dipastikan virus apa yang 100 persen dapat menyebabkan penyakit hepatitis akut misterius ini.
“Sekarang penelitian sedang dilakukan bersama-sama oleh Indonesia bekerja sama dengan WHO [World Health Organization atau Organisasi Kesehatan Dunia]. Juga kita bekerja sama dengan Amerika dan Inggris untuk bisa mendeteksi secara cepat penyebab penyakit ini apa,” sambung Budi.
Lanjut dia, kemungkinan besar adalah Adenovirus strain atau tipe 41. Tetapi ada juga banyak kasus yang tidak ada Adenovirus tipe 41 itu.
“Jadi kita masih melakukan penelitian bersama-sama dengan Inggris dan Amerika untuk memastikan penyebabnya apa,” kata Budi.
Dia juga mengimbau agar masyarakat rajin mencuci tangan, supaya dapat mencegah hepatitis akut misterius ini terutama kepada anak-anak Indonesia. Karena virus tersebut menularnya dengan asupan makanan melalui mulut. Virus ini juga menyerang anak di bawah usia 16 tahun dan menyerang lebih banyak lagi di bawah 5 tahun.
Terkait ciri-cirinya seperti apa, terang Budi, biasanya kalau buang air besar (BAB) dan kemudian mulai timbul demam pada anak, segera cek Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) dan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT). Kalau sudah di atas angka 100, lebih baik anak itu dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) terdekat.
“Karena SGPT SGOT normalnya di level 30an. Kalau udah naik agak tinggi, sebaiknya di-refer [dirujuk] ke fasilitas kesehatan terdekat,” jelas dia.
Sementara itu, dia menuturkan, WHO sudah menyampaikan adanya Disease Outbreak News (DONs) atau kejadian luar biasa (KLB) terhadap hepatitis akut misterius ini per tanggal 23 April 2022 di Eropa. Empat hari sesudah WHO mengumumkan KLB itu, Indonesia menemukan 3 kasus hepatitis akut misterius di Jakarta.
Lebih lanjut Budi, pada 30 April 2022, Singapura pun mengumumkan kasus yang pertama mereka. Kasus yang paling besar di dunia ada di Inggris yaitu sebanyak 115 kasus, lalu ada di Italia, Spanyol, dan Amerika Serikat (AS).
Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi juga membenarkan adanya 15 kasus hepatitis akut misterius di Indonesia. Namun dia tak memberikan info lebih lanjut terkait dari wilayah mana kasus-kasus itu beserta usianya.
“Iya [benar],” ujar Nadia saat dikonfirmasi Tirto hari ini.
Sebelumnya dikabarkan ada 4 anak meninggal dunia yang diduga akibat hepatitis akut misterius di Indonesia.
Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi pada waktu itu mengatakan, belum ada kasus hepatitis akut misterius yang terkonfirmasi karena masih ada pemeriksaan laboratorium. Alhasil, Kemenkes masih menggolongkan sebagai pending klasifikasi.
“Sampai saat ini belum ada yang terkonfirmasi karena masih ada pemeriksaan lab yang belum keluar hasilnya, jadi kita sebut sebagai pending klasifikasi sesuai juga dengan disampaikan WHO. [Hasil labnya] baru keluar 10-14 hari ke depan,” jelas Nadia.
Tiga kasus adalah pasien anak yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta, ketiga pasien ini datang sudah dengan kondisi stadium lanjut. Mereka berusia 2 tahun, 8 tahun, dan 11 tahun.
Nadia menuturkan, pasien yang berumur dua tahun itu belum mendapatkan vaksinasi COVID-19 dan hepatitis A sampai E. Sementara, anak yang berumur 8 tahun hanya baru mendapatkan dosis pertama dan 11 tahun juga sudah mendapatkan vaksinasi. Ketiganya negatif dari COVID-19, berdasarkan pemeriksaan medis di rumah sakit.
Kemudian, sambung Nadia, 1 kasus anak lainnya ditemukan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur yang berusia 7 tahun. Semua kasus masih pending klasifikasi. “Masih 4 yang disebut sebagai pending klasifikasi,” tutur dia.
Nadia menyebut anak yang berusia 7 tahun ini sempat dirawat dan telah mendapatkan dosis pertama vaksinasi COVID-19.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri