tirto.id - Penyusunan kabinet menjelang pelantikan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI, penuh dinamika. Publik kini menanti sosok-sosok yang akan membantu Prabowo-Gibran dalam lima tahun ke depan.
Jumlah kementerian berpeluang melebihi jumlah saat ini, seiring disahkannya Revisi UU Kementerian Negara.
Sejumlah kementerian yang ada saat ini disebut akan dipecah, bahkan ada pembentukan lembaga baru, seperti Badan Penerimaan Negara. Dalam prosesnya, Prabowo bakal merombak Kementerian Keuangan dan BUMN, pada Januari 2025 mendatang.
Ketua Harian DPP Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, irit bicara ketika ditanya jumlah dan nomenklatur kementerian baru pada pemerintahan Prabowo-Gibran. Ia mengatakan isu mengenai jumlah kementerian merupakan bagian dari dinamika pembentukan kabinet Prabowo-Gibran.
Dasco berkata, penyusunan kementerian di era Prabowo bakal rampung sebelum pelantikan Presiden RI terpilih pada 20 Oktober 2024.
"Akan difinalkan sebelum pelantikan presiden terpilih," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2024).
Partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus pun kini berlomba-lomba mengajukan nama ke tangan Prabowo. Hampir semua partai politik juga memutuskan bergabung ke pemerintahan baru.
Hanya PDIP yang belum menentukan sikap meskipun telah memberi sinyal berkoalisi. Jika PDIP bergabung, dipastikan tidak ada oposisi dalam lima tahun ke depan. Hal itu juga dipicu gaya politik Prabowo yang merangkul semua lawan politiknya.
Setali dengan Dasco, politikus Partai Golkar, Lodewijk F Paulus mengakui tak tahu ihwal dinamika penyusunan kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran. Bagi Wakil Ketua DPR RI itu, penyusunan kabinet menjadi hak Prabowo selaku presiden terpilih.
"Saya kurang tahu. Namanya penyusunan kabinet ini hak prerogatif seorang presiden terpilih," kata Lodewijk di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9/2024).
PDIP pun kini mulai kepincut untuk bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran, meski belum menyatakan dukungan secara implisit. Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, mengakui partainya belum membahas ihwal gabung kabinet Prabowo-Gibran atau tidak. Pasalnya, PDIP tengah fokus mempersiapkan pelantikan anggota DPR RI periode 2024-2029.
"Kita tunggu saja," kata Puan, Jumat (27/9/2024).
Tiga hari sebelumnya, Puan memberi sinyal bahwa partainya berkans besar akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurut Ketua DPR RI itu, tidak ada yang tak mungkin dalam politik.
Puan mengakui PDIP sudah menjalin komunikasi intensif dengan Prabowo pasca-pilpres berakhir. Ia blak-blakan berkata dirinya beberapa kali bertemu langsung dengan Prabowo setelah pilpres.
“Saya sudah berkali-kali bertemu dengan Pak Prabowo,” kata Puan.
Juru Bicara PDIP, Chico Hakim, mengatakan, keputusan PDIP bergabung atau tidak, ada di tangan Megawati Soekarnoputri. PDIP saat ini masih fokus memenangkan Pilkada Serentak 2024.
Megawati dan Prabowo sendiri saat ini diwacanakan akan bertemu. Kabarnya, persamuhan kedua tokoh ini disebut akan digelar sebelum pelantikan. Sayangnya, belum ada kejelasan kapan Prabowo dan Megawati akan bertemu.
Menurut Chico, pertemuan Megawati dan Prabowo penting untuk mengademkan suasana setelah palagan sengit Pilpres dan Pileg. Keduanya, kata dia, tentu akan saling bertukar pikiran terkait kemajuan bangsa ke depan.
Kata KIM soal PDIP Bergabung
Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Cheryl Tanzil, mengaku partainya tak mempersoalkan bila PDIP bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran. Tugas PSI, kata dia, memastikan dinamika politik tetap stabil seta program-program Prabowo-Gibran untuk rakyat dijalankan sesuai target. Prabowo sendiri terkesan merangkul semua ketua umum partai politik yang berseberangan dengan dirinya pada Pilpres 2024.
Hal itu terlihat ketika Prabowo langsung tancap gas menyambangi markas Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, usai penetapan Pilpres 2024, April lalu.
Kala itu, Prabowo berkata meskipun Cak Imin adalah lawannya saat pilpres, namun semua telah disudahi dan kembali tertawa bersama. Prabowo juga menerima kunjungan sejumlah ketum parpol mulai dari Nasdem hingga Perindo, yang notabene partai pendukung dan pengusung pasangan lain. Semua parpol itu menyatakan dukungan dan bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, memandang partainya tak mempersoalkan gaya politik merangkul Prabowo. Pria yang menjabat Komandan Tim Echo (Hukum dan Advokasi) TKN Prabowo-Gibran itu berkata, presiden terpilih tentu memiliki alasan sendiri merangkul semua lawan politiknya.
Bagi Hinca, membangun negeri membutuhkan banyak pihak. Menurut Hinca, bergabung ke pemerintahan bukan berarti tak ada kritik yang dialamatkan kepada Prabowo-Gibran.
"Siapa oposisi? Bergabung satu keluarga tak mesti gak mengkritik," kata Hinca saat ditemui Tirto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (27/9/2024) siang.
Di sisi lain, Hinca mengakui saat ini Prabowo bersama penasihatnya tengah menyusun kabinet, sesuai kebutuhan. Hanya saja, Hinca tak tahu pasti jumlah hingga kementerian yang akan dipecah presiden terpilih.
"Terserah presiden," tutur Hinca.
Gaya Politik Prabowo Mengadopsi Jokowi
Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah atau Castro, berkata gaya politik Prabowo mengadopsi gaya Presiden Joko Widodo, yang merangkul semua lawannya. Hal itu terlihat ketika Prabowo mengajak semua partai politik bergabung ke pemerintahannya mendatang.
Konsekuensi logis dari manuver Prabowo itu melemahkan oposisi. Tidak ada partai politik di parlemen yang garang mengawasi kinerja pemerintahan yang tak berpihak ke masyarakat.
"Gejala atau fenomena Prabowo memang hendak merangkul lawan politik yang konsekuensinya itu justru akan akan membunuh oposisi," kata Castro kepada Tirto, Jumat (27/9/2024).
Padahal, kata dia, dalam alam demokrasi, oposisi dibutuhkan sebagai alat untuk mengontrol atau mengawasi jalannya pemerintahan. Langkah Prabowo ini dinilai menghilangkan fungsi check and balance dengan menjanjikan kue kekuasaan kepada lawan-lawan politiknya.
Castro mengatakan dengan pengesahan RUU Kementerian Negara menjadi undang-undang memberi karpet merah kepada Prabowo menambah jumlah kementerian, sehingga kue kekuasaan didapat semua parpol.
Kelompok Prabowo akan leluasa meski kebijakan tak memihak kepada rakyat. Castro berkata, tak adanya kelompok oposisi tak menjamin pemerintahan berjalan efektif. Sebab, tak ada watchdog untuk menggonggong kinerja pemerintah, terutama yang tak berpihak kepada rakyat.
"Tidak akan berjalan efektif, siapa yang mengawasi pemerintahan kalau semuanya bergabung ke Prabowo," ungkap Castro.
Sementara itu, Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, berkata langkah semua partai politik memilih berkoalisi akan berbanding lurus dengan gerak kader parpol melalui fraksi di parlemen.
Alhasil, fungsi kontrol hanya akan menjadi kamuflase agar terlihat sistem demokrasi masih berjalan.
Menurut Lucius, kecenderungan kekuasaan yang korup itu semakin menemukan jalannya untuk terus bersemi. Korupsi, kolusi, dan nepotisme akan tumbuh subur seiring dengan politik akomodasi.
"Demokrasi juga akan menjadi semacam dekorasi," kata Lucius kepada Tirto, Jumat (27/9/2024).
Padahal, demokrasi yang sehat selalu mengandalkan adanya check and balance dalam kekuasaan. Hal itu bertujuan memisahkan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
"Karena kecenderungan kekuasaan itu koruptif, maka perlu ada kekuatan kontrol yang memberikan alarm setiap kali kekuasaan itu mulai menyimpang," ucap Lucius.
Lucius mengatakan sistem demokrasi membuka peluang peserta kompetisi. Kompetisi dibuat dengan konsekuensi bahwa akan ada kelompok yang menang dan kalah. Yang menang akan berkuasa, sedangkan yang kalah akan berada di luar kekuasaan.
"Yang diluar kekuasaan itu yang akan menjadi kekuatan kontrol terhadap pihak yang menang," kata Lucius.
Ia menilai Prabowo sengaja menyiapkan banyak 'gula' dengan memberikan jatah kepada semua parpol, agar tak ada kontrol pemerintahan. Semangat merangkul itu nampaknya karena tak ingin ada kekuatan yang mengontrol kekuasaannya.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto