tirto.id - Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri, layaknya koki handal di hadapan Ketum Gerindra, Prabowo Subianto pada 2019. Nasi goreng suguhannya bikin lidah Prabowo ketagihan di kediaman Presiden ke-5 RI itu, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.
Nasi goreng bikinan Megawati seakan membius dan membuyarkan Prabowo dari palagan sengit Pilpres 2019. Prabowo yang saat itu kandidat capres kalah taji dari rivalnya, Presiden Joko Widodo alias Jokowi. PDIP merupakan salah satu partai pengusung Jokowi-Ma'ruf Amin pada kontestasi Pilpres 2019.
Wacana persamuhan Prabowo-Megawati kembali bergaung. Rencana pertemuan kedua tokoh ini sejatinya sempat berembus setelah Prabowo-Gibran Rakabuming Raka dinyatakan pemenang Pilpres 2024.
Persamuhan kedua tokoh ini digaungkan sejumlah elite Gerindra pada ujung pemilu, lalu. Kubu PDIP pun menyambut baik rencana pertemuan itu. Para anak buah Prabowo tersebut menyebut pertemuan mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu dan Megawati akan dilaksakan setelah putusan sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, lima bulan berlalu, persamuhan kedua tokoh tersebut tak kunjung terwujud.
Jubir PDIP, Chico Hakim, terkekeh ketika ditanya menu yang akan disuguhkan Megawati ke Prabowo masih sama dengan 2019. Chico mengakui kepiawaian memasak dan kecintaan Megawati terhadap makanan, salah satunya nasi goreng. Ia enggan menyebutkan secara spesifik menu yang akan disuguhkan.
"Secara detail ibu [Megawati] adalah seorang pecinta makanan. Jadi, banyak favorit beliau, tentunya kita lihat saja," kata Chico saat dihubungi Tirto, Kamis (12/9/2024) malam.
Chico mengatakan, pertemuan Megawati dan Prabowo hanya menunggu waktu akan dihelat. Menurut Chico, pertemuan Megawati dan Prabowo bukan sesuatu yang luar biasa. Apalagi, Megawati dan Prabowo sempat menjadi pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2004 serta 2009. Ia juga menyebut komunikasi Megawati dan Prabowo saat ini, sangat baik.
"Prinsipnya pertemuan ini hanya masalah waktu dan kita ketahui keduanya tidak pernah ada hal-hal yang substansial yang bisa menghalangi pertemuan keduanya," ucap Chico.
Di sisi lain, Chico memastikan wacana pertemuan Megawati dan Prabowo tidak ada kaitannya dengan PDIP untuk masuk koalisi pemerintahan baru. PDIP, saat ini masih belum bersikap apakah memilih berada di luar pemerintahan atau tidak.
"Enggak ada hubungan dengan itu (koalisi). Itu tidak menjadi prioritas kami untuk diputuskan segera," tutur Chico.
Chico mengatakan PDIP akan menentukan sikap politik pada kongres yang dilaksanakan pada 2025. "Keputusan yang pasti akan diputuskan di kongres," kata Chico.
Senada dengan Chico, Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, belum ada jadwal pasti pertemuan antara Prabowo dan Megawati. Ia hanya berkata pertemuan kedua tokoh itu akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
"Kita belum pastikan jadwal pertemuan baik dengan siapa pun. Tentunya nanti akan ada jadwal tersendiri ataupun kemudian akan diputuskan," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis sore.
Menurut Dasco, saat ini Prabowo masih sibuk mempersiapkan pemerintahan ke depan. Termasuk soal penyusunan menteri di kabinet pemerintah baru.
"Pak Prabowo saat ini masih konsentrasi untuk menggodok nomenklatur dan kemudian melakukan profiling orang per orang yang akan duduk di kabinet," kata Dasco.
Cairkan Suasana Politik
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, memandang wacana pertemuan Prabowo-Megawati secara simbolik bisa mencairkan suasana politik yang ada terutama usai pilpres. Satu-satunya ketum partai yang belum dijumpai Prabowo ialah Megawati.
Adi berkata, pertemuan Prabowo dan Mega bila terjadi menjadi penegas bahwa keduanya memang tak pernah ada persoalan yang cukup serius selama ini. Sekalipun saling berkompetisi dan bersaing, kata dia, komunikasi dan hubungan kedua tokoh masih membaik.
"Mega itu hanya ada masalah dengan Jokowi, bukan dengan Prabowo," kata Adi kepada Tirto.
Menurut Adi, jika pertemuan Prabowo dan Mega terjadi sebelum pelantikan, publik menganggap Menteri Pertahanan RI itu sudah menunjukkan dirinya sebagai presiden terpilih tanpa bayang-bayang Jokowi.
"Karena selama ini ada dugaan pertemuan Prabowo dengan Mega karena terkendala psikologi politik dengan Jokowi," tutur Adi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam, mengatakan pertemuan Prabowo dan Megawati bisa menjadi jembatan komunikasi politik yang efektif untuk melancarkan transisi pemerintahan baru. Sejak awal, Prabowo dan Megawati relatif tidak memiliki hambatan komunikasi apa pun.
"Jika rencana pertemuan berhasil dilaksanakan, langkah ini akan menjadi ruang negosiasi dan sekaligus kompromi kepentingan ekonomi-politik di antara kedua tokoh tersebut," kata Umam saat dihubungi Tirto, Kamis (12/9/2024) malam.
Ia meyakini Prabowo berkans akan menawarkan jatah kursi menteri kepada Megawati. Namun, sikap politik Megawati ketika kalah dalam Pilpres 2004 dan 2009, selalu memilih berada di luar kekuasaan. Menurut Umam, resistensi politik oleh keberadaan Gibran sebagai wakil presidennya Prabowo bisa menjadi salah satu pertimbangan Megawati dan PDIP untuk tetap bersikap oposisi.
Kendati demikian, kemungkinan diterimanya tawaran kursi menteri oleh PDIP masih tetap terbuka, seiring dengan kemampuan dan kegigihan kader-kader partai berlogo moncong putih itu untuk meyakinkan Megawati, khususnya kebutuhan perlindungan hukum atau legal protection setelah tidak berada di lingkar kekuasaan.
Umam mengatakan, pertemuan Prabowo dan Megawati sekaligus bisa menjadi strategi perimbangan kekuatan politik di tengah masih menguatnya spekulasi akan naiknya Jokowi atau Gibran pada pucuk kepemimpinan Golkar pasca-munaslub beberapa waktu lalu.
"Potensi naiknya klan Jokowi dalam kepemimpinan Golkar, berpotensi menjadi ancaman bagi Prabowo yang memiliki kekuatan politik lebih kecil dibanding Golkar di dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM)," tukas Umam.
Umam mengatakan, strategi pendekatan dan kemauan untuk membuka komunikasi antara Prabowo dan Megawati ini, bisa menjadi peringatan politik kepada Jokowi, agar tidak mengontrol atau mengintervensi lebih jauh arah kekuasaan pemerintahan baru. Bahkan, jelas dia, bisa saja Prabowo secara perlahan memutus aliansinya dengan Jokowi, sebagaimana ayahanda Gibran itu melakukannya kepada Megawati.
"Itulah real politik," kata Umam.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Anggun P Situmorang