tirto.id - Tahun Baru Islam 2025 akan diperingati pada hari Jumat, 27 Juni. Bagaimana hukum memperingati 1 Muharram 1447 Hijriah dalam rangka Tahun Baru Islam? Apakah boleh atau justru dilarang?
Umat Islam akan memperingati tahun baru Hijriah edisi ke 1447. Nantinya, peringatan dirayakan pada hari Jumat, 27 Juni 2025.
Kendati demikian, bisa jadi perayaan bakal dimulai pada Kamis, 26 Juni 2025. Hal ini kemungkinan dapat terjadi lantaran hari baru berdasarkan penanggalan Hijriah sudah dimulai setelah waktu magrib pada hari sebelumnya.
Guna memperingati Tahun Baru Islam 2025, masyarakat tentunya bakal menggelar berbagai macam acara. Mayoritas bersifat keagamaan.
Akan tetapi, bagaimana sebenarnya hukum memperingati Tahun Baru Islam 2025 atau 1 Muharram 1447 Hijriah? Simak ulasannya.
Hukum Memperingati Tahun Baru Islam 2025 1 Muharram
Hukum memperingati Tahun Baru Islam 2025 1 Muharram 1447 Hijriah bisa menjadi panduan masyarakat dalam menyelenggarakan kegiatan, terutama yang bersifat keagamaan.
Apakah boleh memperingati Tahun Baru Islam 2025 1 Muharram 1447 H dengan berbagai macam kegiatan? Bagaimana hukumnya? Dilarang atau justru boleh dilakukan?
Mengutip laman Universitas Muhammadiyah Jakarta, seorang Muslim yang merayakan hari raya hukumnya boleh.
Alasannya adalah Nabi juga pernah melakukan hal serupa. Di antaranya seperti hari raya idain dan hari raya kelahiran anak (aqiqah).
Kemudian hari raya pernikahan (walimatul ursy) hingga hari raya dalam rangka rasa syukur atas nikmat Allah Swt.
Hari raya juga dianggap sebagai bagian muamalah, yakni hubungan timbal balik seseorang dengan orang lain.
Merayakan Tahun Baru Islam alias Hijriyah memiliki tujuan kebaikan dalam rangka bergembira untuk syiar Islam. Oleh sebab itu, hukumnya boleh asal tidak disertai dengan perbuatan maksiat, hura-hura, dan dosa.
Peringatan Tahun Baru Islam atau Hijriah juga dinilai sebagai upaya memperingati peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw.
Rasul melakukan hijrah dari Mekah ke Madinah pada tanggal 1 Muharram tahun 1 Hijriah. Mengutip laman PWMU.CO, peringatan peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw dilakukan dengan tujuan selalu diingat dan menjadi ajang syiar Islam.

Sebagian kalangan bisa jadi masih meragukan hukum boleh melakukan peringatan 1 Muharram alias Tahun Baru Islam lantaran dianggap masuk perkara bid’ah yang diharamkan karena tidak terdapat dalilnya.
Akan tetapi, dijelaskan bahwa tidak semua perkara baru di dalam ajaran Islam dapat dikategorikan sebagai bid’ah dhalalah atau bid’ah yang diharamkan.
Allah Swt. berfirman melalui surah al-Hasyr ayat 18:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ ١٨
yâ ayyuhalladzîna âmanuttaqullâha waltandhur nafsum mâ qaddamat lighad, wattaqullâh, innallâha khabîrum bimâ ta‘malûn
Artinya:"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan,".
Berangkat dari kandungan surah tersebut, Allah Swt. tentunya Maha Mengetahui terhadap niat dari perbuatan manusia.
Peringatan hari besar Islam seperti Tahun Baru 1 Muharram sebagai momentum pergantian tahun Hijriah dinilai tidak berkaitan dengan ibadah dan akidah.
Maka, peringatan dapat diisi melalui kegiatan yang lebih bermakna. Contohnya pengajian, diskusi, seminar, hingga muhasabah.

Sementara mengutip situs web NU Online melalui artikel berjudul "Hati-hati, Ini Hukum Merayakan Tahun Baru dalam Kajian Islam" yang ditulis Ustadz A Zaeini Misbaahuddin Asyuari, hukum senada diterapkan untuk peringatan tahun baru.
Diterangkan bahwa peringatan tahun baru dalam pandangan Islam termasuk adat istiadat dan tradisi. Hal ini dinilai tidak memiliki hubungan dengan masalah agama.
Oleh sebab itu, hukum merayakan tahun baru adalah boleh dilakukan dengan catatan tidak disertai perbuatan maksiat.
Editor: Iswara N Raditya
Masuk tirto.id







































