Menuju konten utama

Apakah Tahun Baru Islam Sama dengan 1 Suro?

Tahun baru Islam dan 1 Suro jamak dirayakan saban tahun oleh masyarakat. Lantas, apakah kedua hari tersebut sama?

Apakah Tahun Baru Islam Sama dengan 1 Suro?
Warga mengusung gunungan Palawija saat tradisi malam Satu "Suro" di Sendang Sidukun desa Traji, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Jumat (29/7/2022). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/foc.

tirto.id - Tahun Baru Islam (Hijriah) dan 1 Suro (Tahun Baru Jawa) dirayakan saban tahun oleh masyarakat. Umumnya, Tahun Baru Hijriah dan Tahun Baru Jawa jatuh di hari yang sama. Beberapa amalan dan tradisi tertentu dilakukan pada waktu tersebut. Lantas, apakah kedua hari tersebut sama?

Tahun baru Islam bertepatan 1 Muharram, merupakan hari pertama di bulan pertama dalam kalender Hijriah yang berbasiskan sistem qomariyah (didasarkan peredaran bulan terhadap bumi). Tepat di malam 1 Muharram, umat Islam akan berdoa memohon ampunan atas dosa-dosa yang telah diperbuat.

Umat Islam meyakini catatan amal ibadah selama satu tahun akan segera ditutup. Untuk itu, malam 1 Muharram menjadi waktu yang tepat untuk muhasabah atau introspeksi diri.

Sementara itu, 1 Suro juga merupakan hari pertama di bulan pertama kalender Jawa. Sama seperti Hijriah, penanggalan Jawa juga menggunakan sistem qomariyah. Malam 1 Suro biasanya diperingati masyarakat Jawa dengan sejumlah tradisi tahunan.

Apakah ⁠Tahun Baru Islam Sama Dengan 1 Suro?

Secara umum, Tahun Baru Islam dan 1 Suro kerap jatuh di hari yang sama. Terlebih, tahun Jawa juga diadopsi dari kalender Hijriah. Baik tahun Jawa maupun Hijriah, keduanya sama-sama menggunakan sistem qomariyah.

Sebelumnya, tahun Jawa sempat berpatok pada tahun Saka. Perubahan dengan mengadopsi Hijriah (qomariyah) dalam tahun Jawa terjadi pada masa Mataram Islam saat dipimpin Sultan Agung.

Keputusan tersebut diambil pada tahun 1555 Saka yang bersamaan dengan tahun 1043 Hijriah dan 1633 Masehi. Tahun Jawa tidak dimulai dari 1, melainkan melanjutkan hitungan tahun Saka. Alhasil, tahun Jawa memiliki angka yang lebih besar ketimbang Hijriah.

Meski sama-sama bersistem qomariyah, tahun Hijriah dan Jawa masih memiliki perbedaan. Salah satunya terkait siklus. Secara umum, kalender Jawa memiliki 3 tahun kabisat setiap 1 windu (8 tahun). Sedangkan kalender Hijriyah memiliki 11 tahun kabisat setiap 30 tahun. Alhasil, dalam kurun 120 tahun (15 windu), jumlah tahun Jawa kabisat ada 45 sedangkan tahun Hijriah ada 44.

Maka tak mengherankan, beberapa kali tanggal 1 Muharram dan 1 Suro bisa jatuh di hari yang berbeda. Misalnya pada 2024, berdasarkan Kalender Hijriah Kementerian Agama RI, tanggal 1 Muharram 1446H jatuh pada 7 Juli 2024. Sedangkan, 1 Suro 1958 Je jatuh pada 8 Juli 2024.

Tahun Jawa pada 2024 Masehi tidak bisa ditetapkan bertepatan dengan 1 Muharram. Terlebih, tahun Jawa memiliki ketetapan pasti. Misalnya, tahun Je selalu dimulai dengan Senin Legi, yang kala itu jatuh pada 8 Juli 2024.

Kendati begitu, baik 1 Muharram dan 1 Suro, sama-sama memilki arti penting dalam langgam hidup masyarakat Islam dan Jawa.

Satu Muharram misalnya, yang diwarnai banyak peristiwa penting dalam tonggak keyakinan Islam. Melansir laman resmi Kementerian Agama Bali, nama tahun Hijriah dan penetapan Muharram sebagai awal tahun dilakukan oleh Umar bin Khattab saat menjabat sebagai khalifah.

Pada malam tahun baru Islam, masyarakat umumnya menggelar doa bersama awal-akhir tahun, menunaikan puasa sunah Asyura yang dilaksanakan pada 10 Muharram dan amalan ibadah lainnya.

Muharram dijuluki "bulan Allah" (syahrullah) dan merupakan salah satu bulan yang dimuliakan dalam Islam. Atas kemuliaan tersebut, Allah akan melipatgandakan pahala amalan umat Islam dan melarang adanya pertumpahan darah.

Sementara itu, Suro juga punya arti penting bagi masyarakat Jawa. Muhammad Sholikhin dalam Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa (2010), menyebutkan Suro berasal dari terminologi bahasa Arab Asyura, yang berarti "sepuluh". Seiring berjalannya waktu, penyebutan Asyura dilafalkan oleh masyarakat Jawa menjadi Suro.

Menurut pengajar Sastra Jawa di Universitas Indonesia, Prapto Yuwono, penggabungan penanggalan Hijriah dengan tarikh Saka oleh Sultan Agung merupakan bagian dari politik kebudayaan. Sultan Agung menciptakan kalender Jawa-Islam dengan pembauran kalender Saka dari Hindu dan kalender Hijriah dari Islam.

Perayaan 1 Suro kerap kali dimaknai dengan berbagai tradisi dan acara kebudayaan. Misalnya di Keraton Kasunanan Surakarta (Solo) –yang merupakan salah satu pecahan Mataram Islam– terdapat tradisi kirab kerbau bule Kyai Slamet. Kerajaan pecahan Mataram Islam lain, Keraton Kasultanan Yogyakarta, juga mengggelar tradisi mubeng beteng.

Kapan Tahun Baru Islam 2025?

Tahun Baru Islam 2025 atau 1 Muharram 1447 H jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025. Pun demikian dengan 1 Suro 1959 Dal, juga jatuh pada Jumat Kliwon, 27 Juni 2025. Atau dalam kata lain, 1 Muharram 1447 H dan 1 Suro 1959 Dal, akan jatuh di hari yang sama. Sesuai tradisi, tahun Jawa Dal diawali dengan Jumat Kliwon.

Masyarakat secara umum biasanya memperingati pergantian kalender Hijriah dan Muharram dimulai pada petang hari. Mengingat, kalender ditetapkan berdasarkan peredaran bulan terhadap bumi. Dengan demikian, secara umum, 1 Muharram dan 1 Suro akan dimulai sejak Kamis, 26 Juni 2025 petang.

Sementara itu, pemerintah Indonesia telah menetapkan Tahun Baru Hijriah 1447 H sebagai hari libur nasional. Ketetapan tersebut termuat dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2025, yang ditandatangani oleh Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Hari Tahun Baru Islam juga menandai libur panjang alias long weekend. Sebab, Tahun Baru Islam itu jatuh berdempetan dengan akhir pekan (Sabtu-Minggu). Sehingga, beberapa kalangan masyarakat akan menyambung libur di akhir pekan tersebut.

Baca juga artikel terkait MUHARRAM atau tulisan lainnya dari Sarah Rahma Agustin

tirto.id - Edusains
Kontributor: Sarah Rahma Agustin
Penulis: Sarah Rahma Agustin
Editor: Dicky Setyawan