tirto.id - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menegaskan komitmennya dalam upaya penanggulangan kemiskinan melalui penguatan sinergi lintas sektor dan perencanaan berbasis data. Komitmen ini disampaikan dalam Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2025 pada Jumat (16/5/2025).
Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Hj Fatmawati Rusdi, mengatakan, pihaknya tengah menyusun strategi penanggulangan kemiskinan dalam Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berlandaskan pada visi Sulawesi Selatan Maju dan Berkarakter. Strategi ini akan mencakup tiga pilar utama yang saling mendukung.
Pilar pertama yakni pengurangan beban pengeluaran masyarakat melalui penyediaan layanan dasar, bantuan sosial yang tepat sasaran, pembangunan rumah layak huni, serta perlindungan bagi kelompok rentan.
Pilar kedua peningkatan pendapatan masyarakat lewat pemberdayaan UMKM, pelatihan keterampilan kerja, akses permodalan, dan peningkatan produktivitas pertanian berbasis teknologi tepat guna.
Selanjutnya pilar ketiga yakni penurunan jumlah kantong kemiskinan dengan intervensi berbasis data spasial, penataan kawasan kumuh, pembangunan infrastruktur dasar, serta pendekatan integratif di wilayah miskin ekstrem. Adapun seluruh pilar ini diperkuat oleh tata kelola pemerintahan yang terintegrasi dan kolaboratif.
"Penanggulangan kemiskinan adalah kebijakan nasional yang memerlukan sinergi semua pihak. Koordinasi ini penting untuk menyamakan persepsi dan memperkuat kerja sama lintas sektor agar program yang dijalankan lebih tepat sasaran dan berdampak langsung bagi masyarakat miskin," ujar Fatmawati yang juga Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi Sulsel.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel per September 2024, angka kemiskinan tercatat sebesar 7,77 persen, menurun 0,29 persen poin dibanding Maret 2024. Jumlah penduduk miskin juga berkurang sebanyak 24.700 orang, menjadi 711.770 jiwa.
Namun demikian, Fatmawati menyoroti adanya peningkatan kemiskinan di wilayah perkotaan dari 5,08 persen menjadi 5,21 persen, yang menunjukkan perlunya kebijakan yang lebih kontekstual dan berbasis wilayah.
Sepuluh kabupaten dengan tingkat kemiskinan tertinggi pun menjadi perhatian utama, yaitu Pangkep (12,41 persen), Jeneponto (11,82 persen), Luwu (11,7 persen), Enrekang, Luwu Utara, Selayar, Tana Toraja, Toraja Utara, Bone, dan Maros.
Fatmawati menjelaskan, kemiskinan di Sulsel bersifat multidimensional dan tidak hanya berkaitan dengan rendahnya pendapatan. Beberapa akar permasalahan antara lain rendahnya kualitas pendidikan dan keterampilan tenaga kerja, terbatasnya akses terhadap layanan dasar seperti kesehatan, air bersih, dan sanitasi.
Selain itu, terjadi pula ketimpangan pembangunan ntarwilayah, dominasi sektor informal tanpa jaminan perlindungan sosial, serta lemahnya koordinasi lintas sektor dan lintas pemerintahan.
Untuk itu, dia mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk wakil bupati/wali kota, Bappeda kabupaten/kota, OPD teknis, lembaga vertikal, mitra pembangunan, dan masyarakat sipil untuk memperkuat komitmen bersama dan menyusun agenda aksi sebagai tindak lanjut dari rakor ini.
"Kolaborasi adalah kunci. Kita harus menyatukan langkah dan memastikan strategi yang kita rancang benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat miskin dan menciptakan perubahan nyata," tegasnya.
Dengan semangat kolaboratif dan strategi yang terarah, diharapkan upaya penanggulangan kemiskinan di Sulawesi Selatan dapat berjalan lebih efektif, tepat sasaran, dan berkelanjutan.
Penulis: Viralin Makassar
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id






































