tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi untuk kali pertama memakai kewenangan penghentian perkara. Kasus yang dihentikan adalah skandal megakorupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nusalim. Keduanya disangka merugikan negara Rp4,58 triliun.
Komisioner KPK, Alexander Marwata mengatakan penghentian Sjamsul dan istri karena sudah tidak punya alasan hukum untuk menyelidiki. Ia mengaitkan dugaan korupsi Sjamsul dengan Syafruddin Arsyad Temenggung yang menjabat Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) ketika dugaan korupsi BLBI terjadi.
Syafruddin bebas dua tahun lalu setelah Mahkamah Agung menyatakan perbuatannya tidak termasuk pidana. KPK mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pada 2019, tetapi ditolak. Atas dasar itu, KPK menghentikan kasus karena Sjamsul dan istri berkaitan dengan Syafruddin. Sjamsul adalah pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang menerima dana talangan dari pemerintah dalam program BLBI. Syafruddin yang bertanggung jawab mengawasi pengembalian dana talangan justru mengeluarkan surat keterangan lunas (SKL) saat BDNI masih ada tunggakan triliunan rupiah.
“Dengan mengingat ketentuan Pasal 11 UU KPK [...] KPK berkesimpulan syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi, sedangkan tersangka SN [Sjamsul Nursalim] dan ISN [Itjih Sjamsul Nursalim] berkapasitas sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan SAT [Syafruddin Arsyad Temenggung] selaku penyelenggara negara, maka KPK memutuskan untuk menghentikan penyidikan perkara atas nama tersangka SN dan ISN,” kata Alexander di gedung KPK, Kamis (1/4/2021).
KPK menerbitkan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3) untuk Sjalim dan istrinya per tanggal 31 Maret 2021. Ia mengklaim komisioner sudah lapor ke Dewan Pengawas KPK dan akan memberitahukan kepada tersangka.
Sejak Kapan KPK Selidiki BLBI?
Kasus BLBI disebut-sebut sebagai salah satu korupsi terbesar di Indonesia karena kerugiannya mencapai Rp140 triliun. Duit talangan dari pemerintah kepada bank yang kolaps akibat krisis moneter di akhir abad ke-20 diduga 95 persen dikorupsi. Terkatung-katung selama lebih dari 10 tahun, pimpinan KPK jilid III di bawah komando Abraham Samad mulai menunjukkan taringnya.
Berawal dari mandeknya pengusutan Sjamsul di tangan Kejaksaan Agung pada 2008, pada 2014 KPK menangkap Urip Tri Gunawan, ketua tim jaksa penyelidik dugaan korupsi BLBI oleh BDNI. Urip menerima suap dari Artalyta Suryani yang disebut orang dekat Sjamsul.
Pada pimpinan KPK jilid IV, tepatnya pada 2017, KPK menggeber lagi BLBI. Syafruddin ditetatapkan sebagai tersangka karena mengeluarkan surat keterangan lunas pada BDNI. Lagi-lagi Sjamsul disebut terkait.
Sjamsul dan istrinya menjadi tersangka dugaan korupsi BLBI pada 13 Mei 2019. Sebelum itu, Sjamsul selalu mangkir dari lima panggilan pemeriksaan saksi oleh KPK selama 2018. Begitu juga kala jadi tersangka, Sjamsul dan istrinya selalu absen. KPK akhirnya menetapkan Sjamsul dan istrinya sebagai buron dan masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak Agustus 2019.
Namun putusan MA pada 2019 yang menganulir dua putusan pengadilan sebelumnya yang memvonis Syafruddin belasan tahun penjara kemudian menjadi alasan KPK menyetop kasus Sjamsul dan istrinya.
Di bawah Firli Bahuri, KPK menyetop kasus Sjamsul dan istrinya ketika keduanya masih buron. Namun berdasar UU KPK bisa dilakukan. UU KPK hasil revisi ini ditentang keras dalam demo berhari-hari pada 2019—melahirkan gerakan Reformasi Dikorupsi—salah satu yang ditolak dan kini jadi kenyataan adalah penghentian perkara oleh KPK.
Alexander mengatakan landasan KPK menyetop kasus BLBI mengacu Pasal 40 UU 19/2019 tentang KPK. Isi Pasal 40 Ayat 1 yakni KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai selama dalam jangka waktu paling lama dua tahun.
Dalam pasal selanjutnya SP3 harus dilaporkan Dewan Pengawas KPK dan diumumkan kepada publik. Serta SP3 bisa dicabut bila ada bukti baru atau diputus batal berdasar vonis sidang praperadilan. Dalam Pasal 40 tidak ada mengecualikan bagi tersangka yang buron.
KPK Berpeluang Terbitkan SP3 Lagi
Setelah SP3 Sjamsul dan istrinya, kata Alexander, KPK berpeluang menerbitkan lagi untuk seorang tersangka yang orangnya sudah sakit-sakitan, sehingga tidak layak diajukan ke persidangan.
“Kami tidak ingin menggantung nasib seseorang dalam ketidakpastian. Terkait kasus-kasus lama kami akan mereview sejauh mana perkembangan penyidikan tersebut,” kata pimpinan KPK jilid V ini.
Alex tidak menyebut identitas tersangka yang kasusnya akan dihentikan. Ia akan meminta pendapat dari ahli yang menyatakan tersangka tidak memungkinkan lagi dilanjutkan penyidikannya. Setelah itu, SP3 akan diterbitkan.
“Kita tentu lihat case by case. Ada beberapa kasus yang lama. Ada beberapa yang tersangkanya sudah tidak bisa lagi mengikuti pemeriksaan,” ujarnya.
Dengan terbitnya SP3 terhadap Sjamsul dan istrinya, kini buron KPK tinggal lima. Menurut data DPO KPK mereka adalah Izin Azhar, penerima gratifikasi Dermaga Sabang 2006-2011; Samin Tan, penyuap anggota DPR RI Eni Maulani Saragih untuk perpanjangan kontrak tambang batu baranya; Kirana Kotama, penyuap dalam kasus korupsi PT PAL; Surya Darmadi, pemberi suap kasus alih fungsi lahan di Riau; dan Harun Masiku, kasus suap PAW anggota DPR RI dari PDIP.
Buron terakhir muncul setelah KPK era Firli gagal menangkap Harun dalam operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino