tirto.id - Sindrom Potter merupakan kondisi langka yang berupa kelainan fisik pada bayi. Sindrom ini dapat membuat bayi mengalami kecacatan atau kelainan fisik, terutama pada struktur wajah.
Kelainan struktur wajah yang mungkin terjadi karena Sindrom Potter misalnya hidung pipih, dagu tersembunyi, lipatan kulit yang menutupi sudut mata (lipatan epicanthal), dan telinga menjadi abnormal.
Kelainan fisik ini bisa terjadi karena terlalu sedikitnya air ketuban di dalam rahim selama masa kehamilan. Kondisi jumlah air ketuban tidak mencukupi kebutuhan janin selama masa kehamilan biasa disebut oligohidramnion.
Namun, pada sebagian kasus, kondisi ini juga bisa disebabkan kedua ginjal bayi yang tidak bisa bekerja dengan baik (agenesis ginjal bilateral). Hal ini sering disebut sebagai sindrom Potter klasik.
Sindrom Potter juga dapat terjadi karena kondisi lain, termasuk penyakit ginjal polikistik, ginjal cacat (displastik) atau ginjal yang kurang berkembang (hipoplastik). Uropati obstruktif atau kondisi saat urin tidak bisa dikosongkan dari kandung kemih dan menumpuk di dalam ginjal, juga bisa memicu Sindrom Potter pada bayi.
Ketika ginjal dan saluran kemih janin mengalami gangguan, produksi urine janin akan menurun dan jumlah cairan ketuban pun jadi berkurang. Bila air ketuban terlalu sedikit, janin tidak mempunyai bantalan di dalam rahim.
Cairan ketuban pada masa kehamilan akan berguna sebagai bantal dan melindungi janin yang sedang dalam masa perkembangan di dalam rahim. Tanpa adanya cairan ketuban, bayi tidak terlindungi dari dinding rahim. Tekanan dinding rahim menyebabkan penampilan wajah yang tidak biasa, termasuk mata yang terpisah jauh.
Oligohidramnion juga menghentikan perkembangan paru-paru sehingga tidak bekerja dengan baik saat bayi lahir. Selain itu, sindrom potter juga dapat menyebabkan tungkai menjadi abnormal, atau tungkai yang ditahan pada posisi atau kontraktur yang abnormal.
Sindrom Potter biasanya akan terdiagnosa apabia ada identifikasi gejala yang khas, seperti riwayat pasien yang terperinci, evaluasi klinis menyeluruh dan tes khusus tertentu. Jika tidak terdeteksi sebelum kelahiran (prenatal), kurangnya produksi urin, gambaran wajah spesifik atau kesulitan bernapas mungkin adalah tanda-tanda Sindrom Potter.
Diagnosis sindrom potter juga bisa dengan pengujian dan pemeriksaan klinis terhadap kandungan. Pemeriksaan klinis yang harus dilakukan yaitu USG janin. Proses USG dapat mendeteksi Sindrom Potter sebelum kelahiran.
Proses USG yang menggunakan teknik Ultrasonografi pada janin akan bekerja dengan menggunakan gelombang suara yang dipantulkan untuk membuat gambar janin yang sedang berkembang. Teknik USG ini dapat memberi gambaran kondisi janin, apakah kekurangan cairan ketuban atau tidak.
Ultrasonografi juga dapat menunjukkan ada atau tidaknya kelainan ginjal pada janin. Pembengkakan ginjal karena penumpukan urin (hidronefrosis), yang dapat terjadi ketika ada sumbatan pada saluran kemih, juga dapat dilihat dengan USG.
Pemeriksaan tak hanya dilakukan pada saat bayi masih dalam kandungan. Pemeriksaan rontgen paru-paru setelah proses persalinan dapat menunjukkan perkembangan paru-paru bayi baik atau tidak.
Selain itu, dokter juga dapat melakukan tes darah dan urin untuk menentukan kadar elektrolit, enzim dan zat lain yang mungkin meningkat atau menurun. Tes ini bisa menjadi cara lain untuk mendeteksi gejala Sindrom Potter.
Tes terhadap jantung juga dapat dilakukan dengan menggunakan jenis tes Ekokardiogram. Tes ini merupakan tes yang menggunakan gelombang suara untuk membuat gambar jantung, yang kemudian hasilnya akan digunakan untuk mendeteksi gejalan cacat jantung bawaan pada bayi akibat Sindrom Potter.
Penulis: Cornelia Agata Wiji Setianingrum
Editor: Addi M Idhom