Menuju konten utama

Kenali Sindrom Alice In the Wonderland, Kondisi Disorientasi Saraf

Sindrom Alice in the Wonderland atau mikropsia adalah keadaan disorientasi saraf yang memengaruhi persepsi penglihatan pada manusia. 

Kenali Sindrom Alice In the Wonderland, Kondisi Disorientasi Saraf
Ilustrasi Sindrom alice in the wonderland. foto/istockphoto

tirto.id - Masih ingatkah Anda dengan film Alice In the Wonderland yang rilis pada tahun 2010 lalu? Alice, seorang gadis berusia 19 tahun mengejar seekor kelinci yang pernah masuk dalam mimpinya ketika ia kecil.

Ia tidak sengaja jatuh ke dalam lubang kelinci dan masuk dalam dunia yang disebut Wonderland.

Oleh karena ia yang tidak dapat masuk melalui sebuah pintu yang kecil, ia meminum suatu cairan yang dapat mengubahnya menjadi kecil hingga bisa melalui pintu tersebut.

Alice kemudian memakan makanan yang ada dan mendapati tubuhnya berubah menjadi besar kembali.

Begitulah sindrom Alice in the Wonderland. Pengidap akan merasa tubuh atau bagian tubuhnya menjadi lebih kecil atau lebih besar.

Tidak hanya itu, ia juga akan merasa suatu benda berletak sangat jauh atau sangat dekat padahal kenyataannya tidak demikian.

The Brain Charity menuliskan kasus sindrom Alice in the Wonderland memiliki gejala terkait kesan lingkungan seseorang tumbuh atau menyusut dari pada dirinya sendiri.

Hal lainnya termasuk distorsi dalam kesadaran visual, termasuk perasaan bahwa lingkungan tetap bergerak.

Pada umumnya, sindrom ini akan menyerang anak-anak dengan umur 6 atau 7 tahun secara sementara.

Artinya, sindrom Alice in the Wonderland atau AIWS ini akan hilang perlahan. Namun, berbeda dengan apa yang menimpa seorang bernama Rik Hemsley yang dimuat dalam The Guardian.

Ia telah berumur 21 tahun pada saat pertama kali ia menyadari ia mengidap sindrom Alice in the Wonderland.

Rik berjalan menuju tempat kerjanya dan merasakan mobil-mobil berukuran kecil dan ia merasa memiliki tinggi tubuh yang tidak proporsional.

Sampai di meja kerjanya, Rik melihat kursinya sangat besar dan ia merasa dirinya telah menyusut mengecil.

Hingga saat tulisannya dimuat (Rik berumur 31 tahun), ia masih mengalami gejala-gejala sindrom tersebut seperti migrain dan pandangan binokular.

Dalam tulisannya, ia merasa sangat kesulitan memahami apa yang menimpa dirinya hingga kemudian kini ia telah mampu beeradaptasi dengan kondisi tubuhnya.

AIWS tidak memiliki pemicu yang pasti. Para peneliti dari BioMed Research International meyakini, adanya aktivitas listrik tidak biasa di dalam otak yang menyebabkan aliran darah abnormal ke bagian otak yang memproses lingkungan. Akibatnya, seorang dengan sindrom AIWS mengalami persepsi visual.

American Academy of Neurology dalam penelitiannya, menunjukkan hasil bahwa 33 persen orang dengan sindrom ini memiliki infeksi, dan 6 persen memiliki trauma kepala dan migrain. Meskipun lebih dari setengah kasus AWS tidak diketahui penyebabnya.

Healthline menuliskan beberapa penyebab yang kemungkinan memicu adanya sindrom Alice in the Wonderland seperti stres, konsumsi obat batuk, konsumsi obat-obatan halusinogen, epilepsi, stroke, dan tumor otak.

Namun, bagi Anda yang memiliki keturunan sindrom ini diharapkan untuk lebih waspada karena bisa saja sindrom tersebut turun kepada Anda.

Pasien yang memiliki riwayat keluarga migrain dan AIWS memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kondisi ini.

Sayangnya, belum ada perawatan yang pasti untuk pengobatan sindrom Alice in the Wonderland.

Rekomendasi jika terlihat gejala ini pada anak, saudara, atau bahkan diri sendiri adalah dengan beristirahat dan menunggu hingga gejala tersebut perlahan hilang.

Selain itu, ada baiknya untuk lebih dini mengetahui gejala dan menganganinya dengan cepat. Hal ini mungkin dapat mengurangi risiko datangnya AIWS.

Misalnya, jika Anda mengalami migrain, mengobatinya terlebih dahulu mungkin dapat mencegah datangnya sindrom ini. Selebihnya, tetaplah berkonsultasi dengan dokter dan ahli medis terkait.

Baca juga artikel terkait SINDROM ALICE IN THE WONDERLAND atau tulisan lainnya dari Dinda Silviana Dewi

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Dinda Silviana Dewi
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Yandri Daniel Damaledo