Menuju konten utama

Silsilah Keluarga Pakubuwana XIII: Ayah, Ibu, Istri, & Anak

Pakubuwana XIII yang mangkat pada Minggu (2/11), merupakan anak dari PB XII. Sunan PB XIII merupakan raja ke-12 dari Keraton Solo.

Silsilah Keluarga Pakubuwana XIII: Ayah, Ibu, Istri, & Anak
Susuhunan Pakubuwono XIII. wikimedia/Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

tirto.id - Sri Susuhunan Pakubuwana XIII merupakan raja ke-12 dari Keraton Solo yang berdiri sejak 1745. Sunan PB XIII menjadi Raja Solo selama 21 tahun, terhitung sejak naik takhta pada 10 September 2004 hingga mangkat pada 2 November 2025.

Meski bergelar PB XIII, Sinuwun yang baru saja mangkat merupakan raja ke-12 dari Keraton Solo atau Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Sebab, Keraton Solo sendiri baru berdiri saat PB II memindahkan pusat Mataram Islam dari Keraton Kartasura ke Desa Sala (Solo). Boyong Kedhaton tersebut dilakukan setelah peristiwa Geger Pecinan di Kartasura.

Saat pemindahannya dari Kartasura ke Solo, PB II lantas mendeklarasikan nama Surakarta Hadiningrat. Sampai saat ini, Surakarta masih digunakan sebagai nama administratif Kota Solo. Sedangkan, Solo juga masih digunakan dan bahkan populer sampai saat ini untuk penyebutan Kota Surakarta.

Mulanya, Solo atau Surakarta merupakan pusat dari Kerajaan Mataram Islam. Namun, Mataram terpecah menjadi Keraton Solo dan Keraton Yogyakarta pada Perjanjian Giyanti 1755. Lambat laun melalui berbagai peristiwa, Mataram kemudian terpecah menjadi 4 bagian (kerajaan/kadipaten), termasuk Pura Pakualaman (di Yogyakarta) dan Pura Mangkunegaran (di Solo).

Silsilah Raja Jawa Mataram dari Panembahan Senapati, Sultan Agung, hingga PB XIII

SampeyanDalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan (SISKS) Pakubuwana XIII merupakan penerus takhta Keraton Kasunanan Surakarta setelah ayahnya, yakni PB XII yang mangkat pada 11 Juni 2004.

Sama seperti ayahnya, PB XIII tak memiliki kekuasaan politik selama naik takhta di Keraton Solo. Pasalnya pemerintah Republik Indonesia memasukkan wilayah kekuasaan Keraton Solo ke dalam Provinsi Jawa Tengah melalui Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Tengah. Hal yang sama berlaku untuk Kadipaten Mangkunegaran.

Lain halnya dengan Yogyakarta misalnya terkait Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan undang-undang, Sultan di Yogyakarta berhak menjabat sebagai Gubernur, sedangkan Sri Paduka di Pakualaman menjadi Wakil Gubernur.

Kendati tidak memiliki kekuasaan secara politik, keberadaan Keraton Solo dan Pakubuwana sebagai pemimpinnya, masih dianggap penting sebagai pemangku kebudayaan Jawa. Lebih lagi, Keraton Solo merupakan kerajaan tertua dari 4 pecahan Mataram Islam.

Sebagai satu dari 4 pecahan Mataram Islam, raja-raja Keraton Solo memiliki garis keturunan yang nyambung dengan pendiri trah, Panembahan Senapati, hingga raja terbesar Mataram yakni Sultan Agung. Pun PB XIII juga masih memiliki leluhur yang sama dengan Raja Jogja sekaligus Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwana X.

Perpecahan Mataram mulanya terjadi melalui Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755. Oleh VOC, disepakati bahwa Mataram terbelah menjadi 2 wilayah, sisi timur milik Keraton Solo dan sisi barat untuk Keraton Jogja.

Keraton Solo saat itu tetap diberikan kepada Sri Sunan Pakuwana III, yang sudah berkuasa sebelum perpecahan terjadi. Sedangkan wilayah baru Yogyakarta diberikan untuk Pangeran Mangkubumi, yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwana I.

Jika dirunut, PB III dan HB I memiliki garis keturunan yang sama dari PB I hingga Sunan Amangkurat IV. PB III saat itu merupakan anak dari PB II sekaligus keponakan dari HB I. Sedangkan, PB II dan HB I sama-sama merupakan anak dari Amangkurat IV.

Berikut ini urutan silsilah Raja Jawa dari masa Mataram Islam hingga Keraton Solo saat ini:

  • Danang Sutawijaya/Panembahan Senapati 1586-1601
  • Raden Mas Jolang Anyakrawati 1601-1613 (anak dari Panembahan Senapati)
  • Sultan Agung Anyakrakusuma 1613-1645 (anak dari Anyakrawati)
  • Susuhunan Amangkurat I 1646-1677 (anak dari Sultan Agung)
  • Susuhunan Amangkurat II 1677-1703 (anak dari Amangkurat I)
  • Susuhunan Amangkurat III 1703-1705 (anak dari Amangkurat II)
  • Susuhunan Pakubuwana I 1704-1719 (anak dari Amangkurat I)
  • Susuhunan Amangkurat IV 1719-1726 (anak dari Pakubuwana I)
  • Susuhunan Pakubuwana II 1726-1742 (anak dari Amangkurat IV)
  • Susuhunan Amangkurat V 1742-1743 (cucu dari Amangkurat III)
  • Susuhunan Pakubuwana II 1745-1749 (anak dari Amangkurat IV)
  • Susuhunan Pakubuwana III 1749-1788 (anak dari Pakubuwana II)
Surakarta setelah Perjanjian Giyanti

  • Susuhunan Pakubuwana III 1749-1788 (anak dari Pakubuwana II)
  • Susuhunan Pakubuwana IV 1788-1820 (anak dari Pakubuwana III)
  • Susuhunan Pakubuwana V 1820-1823 (anak dari Pakubuwana IV)
  • Susuhunan Pakubuwana VI 1823-1830 (anak dari Pakubuwana V)
  • Susuhunan Pakubuwana VII 1830-1858 (anak dari Pakubuwana IV)
  • Susuhunan Pakubuwana VIII 1858-1861(anak dari Pakubuwana IV)
  • Susuhunan Pakubuwana IX 1861-1893 (anak dari Pakubuwana VI)
  • Susuhunan Pakubuwana X 1893-1939 (anak dari Pakubuwana IX)
  • Susuhunan Pakubuwana XI 1939-1945 (anak dari Pakubuwana X)
  • Susuhunan Pakubuwana XII 1945-2004 (anak dari Pakubuwana XI)
  • Susuhunan Pakubuwana XIII 2004-2025 (anak dari Pakubuwana XII)

Garis Keturunan Pakubuwana XIII: Ayah, Ibu, Istri, & Anak

Pakubuwana XIII (sebelum menjadi raja bergelar Gusti Pangeran Harya/KGPH Hangabehi) merupakan putra tertua dari PB XII. Sunan PB XIII mulanya tak otomatis naik takhta meski berstatus sebagai anak laki-laki tertua. Pasalnya, PB XII selama hidupnya tak pernah secara terbuka menunjuk satu pun dari 15 putranya sebagai penerus takhta.

Suksesi Solo kala itu menjadi semakin rumit, karena PB XII juga tak memiliki permaisuri. Sedangkan, 6 orang yang diperistrinya sama-sama berstatus sebagai selir. Umumnya dalam paugeran atau adat kerajaan Mataram, putra dari permaisuri yang sah memiliki peluang lebih besar untuk naik takhta ketimbang anak dari selir.

Setelah PB XII mangkat, konflik suksesi pun mewarnai perjalanan Keraton Solo. Saat itu, ada 2 pihak yang sama-sama mengklaim takhta, yakni Kanjeng KGPH Hangabehi dan KGPH Tedjowulan. Hangabehi sendiri merupakan anak PB XII dari KRAy Pradapaningrum. Sedangkan Tedjowulan merupakan anak PB XII dari KRAy Retnodiningrum.

KGPH Hangabehi ditetapkan sebagai penerus takhta melalui Forum Komunikasi Putra-Putri (FKPP) PB XII pada 10 Juli 2004 dan dinobatkan sebagai Susuhunan baru pada 10 September 2004. Di lain pihak, KGPH Tedjowulan dinobatkan sebagai PB XIII di Sasana Purnama pada 31 Agustus 2004.

Setelah berjalan 8 tahun dengan matahari kembar, Keraton Solo akhirnya punya pemimpin tunggal. Hal ini terjadi setelah rekonsiliasi antara Hangabehi dan Tedjowulan pada 2012. Tedjowulan saat itu mengakui gelar PB XIII sah milik Hangabehi. Sedangkan Tedjowulan kemudian diberi gelar Kanjeng Gusti Pangeran Harya Panembahan Agung (KGPHPA) dan lantas menjadi Mahapatih Keraton Solo.

Sementara itu, semasa hidupnya PB XIII menikah 3 kali, yakni dengan Nuk Kusumaningdyah/KRAy Endang Kusumaningdyah (bercerai sebelum naik takhta), Winari Sri Haryani/KRAy Winari (bercerai sebelum naik takhta), dan Asih Winarni/KRAy Adipati Pradapaningsih/GKR. Pakubuwana.

Dari pernikahan tersebut, PB XIII memiliki 7 orang anak yakni GKR Timoer Rumbay Kusuma Dewayani, GRAy Devy Lelyana Dewi, GRAy Dewi Ratih Widyasari, GRAy Sugih Oceania, KGPH Hangabehi, GRAy Putri Purnaningrum, serta KGPH Puruboyo.

Sebelum mangkat, PB XIII telah menunjuk KGPH Puruboyo sebagai putra mahkota. Penunjukkan itu dilakukan acara Tinggalan Jumenengan alias ulang tahun kenaikan takhta PB XIII ke-18 pada 22 Februari 2022.

Puruboyo sendiri merupakan anak PB XIII dari GKR Pakubuwana. Setelah ditetapkan sebagai putra mahkota, Puruboyo kemudian bergelar lengkap Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamangkunagara Sudibya Rajaputra Narendra Mataram.

Baca juga artikel terkait PAKUBUWANA XIII atau tulisan lainnya dari Dicky Setyawan

tirto.id - Aktual dan Tren
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Iswara N Raditya