tirto.id - Pertikaian antara Arab Badui dengan suku Druze pecah di selatan Sweida, Suriah sejak Minggu, 13 Juli 2025. Lantas, siapa orang Arab Badui dan kenapa mereka terlibat konflik dengan suku Druze di Suriah?
Kondisi keamanan Suriah kini sedang tidak stabil. Sejak kepemimpinan Bahsar al-Assad jatuh pada Desember 2024, Druze menentang upaya negara untuk memaksakan kekuasaan atas faksi di Suriah selatan. Suku Druze lebih memilih bergantung pada militan lokal.
Ketegangan semakin memuncak saat Israel menyerang ibu kota Suriah, Damaskus, pada Selasa, (15/7/2025) dengan dalih melindungi suku Druze. Dalam riwayat sejarah, Suku Druze memang pernah berpihak kepada militer Zionis, termasuk ketika pecah perang Arab-Israel pada 1948.
Melansir laporan AFP, pemerintah Suriah mengumumkan bahwa kendali keamanan di kota Sweida akan diambil alih oleh pemimpin lokal. Hal ini disampaikan Presiden sementara Suriah, Ahmed al-Sharaa, dalam pidatonya setelah merespons serangan Israel di Damaskus.
"Tanggung jawab keamanan di Sweida akan diserahkan kepada pemimpin agama dan sejumlah faksi lokal berdasarkan kepentingan nasional tertinggi," kata Sharaa, dikutip dari AFP, Kamis (17/7/2025).
Siapa Orang Arab Badui?
Badui Arab adalah masyarakat nomaden yang mendiami wilayah gurun Timur Tengah, terutama Afrika Utara, Jazirah Arab, Mesir, Israel, Irak, Suriah, dan Yordania.
Arab Badui memiliki mata pencaharian sebagai penggembala hewan. Mereka akan bermigrasi ke gurun selama musim dingin. Saat musim panas tiba, Arab Badui akan kembali ke lahan pertanian.
Arab Badui yang memelihara unta akan menempati wilayah yang luas dan terorganisasi menjadi suku-suku besar di gurun Sahara, Suriah, dan Arab. Sedangkan Arab Badui yang memelihara domba dan kambing memiliki wilayah jelajah yang lebih sempit, terutama di dekat wilayah pertanian Yordania, Suriah, dan Irak.
Dalam bermasyarakat, Arab Badui cenderung bersifat kesukuan dan patriarkat. Mereka membentuk struktur kesukuan yang disebut syekh. Syekh dibantu oleh dewan suku informal yang terdiri dari para tetua laki-laki.
Menurut laporan Britannica, sebagian Arab Badui yang bangsawan biasanya menelusuri leluhur mereka ke Qaysi (Arab utara) atau Yamani (Arab selatan). Sementara, Arab Badui tradisional terdiri dari kelompok-kelompok "tanpa leluhur" yang tersebar yang berlindung di bawah perlindungan suku-suku bangsawan.
Arab badui tradisional mencari nafkah dengan melayani Arab bangsawan sebagai pandai besi, tukang reparasi, pengrajin, penghibur, dan pekerja lainnya.
Pada pertengahan abad ke-20, pemerintahan di Timur Tengah menasionalisasi lahan penggembalaan Badui, memberlakukan batasan baru pada pergerakan dan penggembalaan Badui. Selain itu, pemerintah juga menerapkan program permukiman yang memaksa komunitas Badui untuk mengadopsi gaya hidup menetap atau semi-menetap.
Seiring perkembangan zaman, Arab Badui mulai meninggalkan transportasi hewan dan beralih dengan kendaraan bermotor. Secara statistik, populasi Arab Badui sulit dipastikan. Namun, secara umum, Arab Badui merupakan minoritas dari total populasi di negara-negara tempat mereka tinggal.
Selain termarginalkan, Arab Badui kerap dituduh terlibat dengan kelompok kriminal atau ekstremis. Melansir laman Joshua Project, agama Badui Arab adalah Muslim Sunni, terutama di Arab Saudi.

Kenapa Arab Badui Konflik dengan Druze di Suriah?
Konflik Arab Badui dengan suku Druze yang terbaru bermula pada hari Minggu, 13 Juli 2025. Seorang pedagang dari minoritas Druze dikabarkan diculik dan memicu bentrokan selama berhari-hari antara milisi Druze dan pejuang Badui Sunni di jalan utama yang menghubungkan Sweida dan Damaskus, menurut laporan kantor berita BBC.
Pertikaian keduanya pecah tak terkendali hingga pasukan pemerintah Suriah dikirim ke wilayah Sweida untuk meredakan pertempuran. Namun, pihak Israel menganggap hal tersebut sebagai bentuk keberpihakan Suriah terhadap warga Arab Badui.

Israel lantas ikut campur dengan mengerahkan pasukan ke Suriah selatan. Bagi Israel, orang-orang Druze adalah kelompok yang setia dan rela membantu militer Zionis.
Menanggapi keterlibatan Israel, Kementerian Pertahanan Suriah meyakini bahwa agresi Israel sengaja dilakukan untuk memicu ketegangan, menyebarkan kekacauan, dan mengganggu keamanan serta stabilitas di Suriah.
“Ini merupakan pelanggaran nyata terhadap Piagam PBB dan hukum humaniter internasional," sebut Kementerian Suriah, dilansir Al Jazeera, Rabu (16/7/2025).
Penulis: Sarah Rahma Agustin
Editor: Beni Jo
Masuk tirto.id







































