Menuju konten utama

Siapa Lebih Cerdas: si Malas atau si Aktif?

Predikat malas yang dilabelkan kepada seseorang selalu berkonotasi negatif. Namun, penelitian terbaru menunjukkan sebaliknya. Bagi mereka yang minim melakukan aktivitas fisik, lebih cenderung memiliki kecerdasan.

Siapa Lebih Cerdas: si Malas atau si Aktif?
Ilustrasi seorang bekerja sambil tiduran. foto/shutterstock

tirto.id - Sebuah peribahasa umum "Rajin Pangkal Pandai, Malas Pangkal Bodoh" nampaknya akan segera runtuh. Peribahasa ini mungkin bakal diganti dengan "Rajin Pangkal Pandai, Malas Pangkal Cerdas."

Studi terbaru tahun ini yang diterbitkan dalam Journal of Health Psychology dari Florida Gulf Coast University menyebutkan, mereka yang minim melakukan aktivitas fisik, lebih cenderung memiliki kecerdasan yang lebih dibanding mereka yang memilih gemar melakukan aktivitas fisik.

Apa hubungan kemalasan dengan kecenderungan seseorang menjadi cerdas? Mari kita simak hasil penelitian tersebut.

Penelitian dilakukan terhadap 60 partisipan dari kalangan mahasiswa, yang mewakili dari kelompok pemikir dan non pemikir. Kemudian dilakukan pemantauan selama tujuh hari untuk mengetahui tingkat aktivitas dan pergerakan lewat perangkat aktigrafi yang dipakai di pergelangan tangan mereka untuk mengukur kegiatan motorik kasar para partisipan.

Selain memantau aktivitas motorik, juga dilakukan beberapa pertanyaan menggunakan skala NFC (Need For Cognition). Pengertian kognisi, menurut English Oxford Living Dictionaries adalah tindakan mental atau proses memperoleh pengetahuan dan pemahaman melalui berpikir, bereksperimen, dan kesadaran melalui indra. Rangkaian pertanyaan ini terdiri dari 18 soal. Dari pertanyaan yang disodorkan, dapat diketahui pilihan peserta dari poin 9 yang menunjukkan sangat setuju hingga -4 yang berarti sangat tidak setuju.

Hasilnya, dari skala NFC, 30 peserta menyatakan keinginannya yang sangat kuat untuk berpikir dan sisanya cenderung menghindari pikiran berat. Sedangkan dari pengukuran aktivitas, mereka yang memiliki kecenderungan kuat di NFC menunjukkan tingkat aktivitas luar ruangan yang rendah. Sebaliknya, mereka yang memilih untuk menghindari berpikir menunjukkan tingginya tingkat aktivitas luar ruangan. Periode aktivitas yang kuat dari dua kubu mahasiswa ini tercatat berlangsung selama hari Senin-Jumat.

Infografik Malas Bergerak

Melalui hasil tersebut, para peneliti kemudian berteori bahwa kalangan non pemikir lebih memungkinkan untuk merasa bosan dengan kegiatan duduk, bermalas-malasan di satu tempat dan merenungkan kehidupan dan pemikiran abstrak lainnya. Sebaliknya, mereka lebih tertarik pada kegiatan fisik seperti olahraga dan sejenis.

Para pemikir lebih cenderung memikirkan hal-hak yang rumit, kompleks, dan menantang. Akibatnya, mereka menghabiskan cukup waktu untuk mengungkapkan gumpalan-gumpalan refleksi, ide, introspeksi yang menambah wawasan dan kecerdasannya.

Ada catatan di akhir penelitian ini bahwa penelitian hanya melibatkan sampel 60 orang responden. Hasilnya boleh jadi tidak bisa menggeneralisir lapisan masyarakat dan budaya lain. Juga temuan bahwa di saat akhir pekan, perbedaan antara keduanya cenderung minim dan nyaris tidak ada, dan belum dijelaskan penyebabnya.

Tood McElroy selaku peneliti ini dari Florida Gulf Coast University juga menuturkan, bagaimanapun hanya mengandalkan kegiatan fisik tidak cukup. Perlu saatnya meningkatkan aktivitas otak lainnya yang terkait hal-hal di masa mendatang. Juga sebaliknya, orang yang kurang aktif secara fisik, tidak peduli seberapa pintar mereka, harus mulai berpikir untuk meningkatkan aktivitas mereka demi kesehatan fisik dirinya sendiri.

Jadi apakah Anda orang yang termasuk berpikir dan percaya dengan riset ini, lalu merasa cerdas sehingga bermalas-malasan?

Baca juga artikel terkait KECERDASAAN atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Tony Firman
Penulis: Tony Firman
Editor: Suhendra