tirto.id - “Aku dan gengku sempat panik. Ini gara-gara salah satu sahabat kami ‘menghilang’ selama beberapa bulan. Mau hibernasi katanya, belum mau diajak ngumpul-ngumpul ketemuan,” cerita Alyssa (29), seorang brand manager.
“Nah, baru Sabtu kemarin akhirnya dia mau cerita. Ternyata masalah keuangan. Dari masalahnya itu, kami semua jadi ikutan belajar banyak.”
Alyssa melanjutkan, “Ternyata sahabat kami ini sempat flat broke. Uangnya di ATM tinggal Rp65 ribu. Parah banget. Dia jadi stres, dari yang biasa punya gaji besar, pegang uang sendiri, beli barang-barang branded, kemarin cuma punya sisa uang segitu. Katanya, egoku terluka! Dari manager bergaji dua digit, sekarang harus minta uang sama suami.”
Sahabat yang Alyssa ceritakan adalah sosok perempuan mandiri yang sedari kuliah sudah bisa menghasilkan uang sendiri.
Setelah menikah dan punya dua anak, sahabat tersebut mempertahankan prinsip untuk tidak mengharapkan uang pemberian suaminya.
Singkat cerita, pada 2023, sang sahabat terdampak pemadatan karyawan level atas. Meski begitu, dia dapat tabungan, pesangon, dan uang pensiun dalam jumlah besar.
Sayangnya, gaya hidupnya sangat mahal dengan kebiasaan membeli barang-barang branded. Semua uangnya pun habis dalam setahun.
“Dengan gengsi yang akhirnya terkalahkan, dia mau juga cerita ke suaminya tentang kondisi keuangannya. Happy ending, dan sekarang dia sudah bangkit lagi dengan buka usaha jualan barang-barang branded preloved-nya. Rencananya dari online mau buka offline store juga karena profit yang didapat ternyata lebih besar dari gaji bulanannya dulu,” lanjut Alyssa.
Dari pengalaman sahabat mereka, Alyssa dan teman-temannya disadarkan bahwa kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dari uang gaji perlu diperkuat dengan komitmen untuk menabung dan berinvestasi.

Pembahasan tentang sahabat Alyssa di atas mustahil dipisahkan dari konsep-konsep seputar kemandirian finansial dan kebebasan finansial (financial freedom).
Rista Zwestika, CFP, WMI, WPS, Financial Planner Expert dan founder layanan keuangan Finante, mendefinisikan mandiri finansial sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa bergantung pada orang lain.
“Sedangkan kebebasan finansial atau financial freedom adalah kondisi memiliki passive income yang melebihi kebutuhan hidup, sehingga tidak perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup,” tambah Rista.
Kebebasan finansial mempunyai sejumlah karakteristik, sebut di antaranya kepemilikan passive income yang besar, tabungan dan investasi yang cukup untuk masa pensiun, dan adanya pilihan untuk bekerja atau tidak.
Pendeknya, mandiri finansial merujuk pada kemampuan kita memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa bergantung pada orang lain.
Kebebasan finansial adalah tahap selanjutnya, yaitu ketika kita sudah memiliki passive income yang melebihi kebutuhan hidup sehingga tidak perlu bekerja.
Pertanyaannya, apakah perempuan perlu menjadi mandiri secara finansial?
“Perlu, karena mandiri secara finansial dapat meningkatkan kemandirian dan kepercayaan diri,” jawab Rista.
Lebih lanjut Rista menerangkan, “Perempuan juga jadi memiliki penghasilan sendiri yang dapat memberikan rasa aman dan kepercayaan diri, sehingga mereka tidak bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Meningkatkan harga diri dan rasa sejahtera karena mampu mengelola keuangan dan mencapai tujuan finansial.”
Artinya, perempuan memiliki kontrol atas keuangannya dan terhindar dari eksploitasi finansial.
Dengan menjadi perempuan yang mandiri secara finansial, kita dapat ikut berkontribusi pada rumah tangga dan membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk pendidikan anak.
Selain itu, kemandirian finansial membantu perempuan untuk memiliki daya tawar, suara, dan peran lebih kuat dalam keluarga dan masyarakat.
Perempuan yang mandiri secara finansial berpeluang menciptakan masa depan lebih baik: mempersiapkan dirinya untuk menghadapi berbagai kemungkinan di masa depan, memberikan dirinya pilihan untuk mengejar pendidikan, karier, atau tujuan lainnya.

Setelah kita menjadi mandiri secara finansial, bagaimana caranya dapat meraih kebebasan finansial?
Terkait ini, Rista membagikan tip berikut, “Pertama, harus memiliki tujuan finansial yang jelas.”
“Tentukan tujuan finansial yang ingin dicapai, seperti memiliki rumah, pensiun dini, atau membangun bisnis. Buatlah target yang SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, and Time-bound) untuk mencapai tujuan.”
Saran kedua, tingkatkan penghasilanmu. Cobalah mencari pekerjaan sampingan, memulai usaha, atau meningkatkan keterampilan.
Tak kalah penting, investasikan diri dalam pendidikan atau upgrade skill lewat pelatihan demi meningkatkan value di pasar kerja.
Selanjutnya, kelola keuangan dengan bijak. Caranya, buatlah anggaran dan catat pengeluaran secara detail. Prioritaskan kebutuhan daripada keinginan.
Jangan lupa menabung dan berinvestasi. Sisihkan minimal sepuluh persen dari penghasilanmu untuk ditabung.
Pelajari dan pilihlah instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko dan tujuan finansialmu. Berinvestasi dari nominal kecil tidak apa-apa, lalu tingkatkan secara bertahap.
Kemudian, bangun passive income. Carilah peluang dan cara untuk membangun passive income, seperti melalui investasi properti, deposito, atau membangun bisnis daring.
Poin penting lainnya, miliki asuransi. Asuransi kesehatan, jiwa, dan kendaraan dapat melindungi dirimu dan keluarga dari risiko finansial dan situasi tidak terduga.
Terakhir, rencanakan masa depanmu. Siapkan dana pensiun untuk memastikan kehidupanmu nyaman setelah tak lagi bekerja. Pertimbangkan dan siapkan juga pendidikan anak dan biaya pernikahan di masa depan.
Tak bisa dimungkiri, langkah-langkah di atas mungkin terdengar menakutkan.
Meski begitu, ingat, era digital sekarang mempermudah kita dalam mengakses informasi.
Sekadar dengan klik layar smartphone, kita akan dipertemukan dengan berjuta sumber bacaan, konten, dan video tentang perkembangan dunia keuangan.
Jangan ragu untuk bergabung dengan komunitas keuangan supaya dapat belajar dan berbagi pengalaman. Kamu juga bisa mencari mentor atau konsultan keuangan untuk mendapatkan saran yang tepat.
Dari situ, pupuk rasa ingin tahumu untuk mempelajari strategi investasi terbaru dan berbagai ilmu untuk meningkatkan peluang karier dan bisnis.
Jika sudah cukup menyusun pertimbangan, tidak ada salahnya untuk memulai usaha dan mengambil risiko yang terukur, karena kegagalan adalah bagian dari proses belajar menuju kebebasan finansial.
Penting diperhatikan, menjadi mandiri secara finansial dan mencapai kebebasan finansial membutuhkan waktu, disiplin, dan komitmen.
Namun, sekali lagi, tidak perlu takut!
Kedua objektif tersebut dapat dicapai oleh semua perempuan dengan tekad, usaha, dan tentunya support system terutama dari keluarga, pasangan atau suami.
Ayo, semangat mengedukasi diri! Kita pasti bisa!
* Artikel ini pernah tayang pada 27 Maret 2024. Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk keperluan redaksional Diajeng.
Penulis: Glenny Levina
Editor: Sekar Kinasih
Masuk tirto.id







































