tirto.id - Smoke free product (SFP) atau produk tembakau bebas asap selama ini tidak terlepas dari miskonsepsi. Sebagian orang yang telah terbiasa dengan konsep rokok dan asap cenderung kesulitan menerima produk ini. SFP diproses lewat pemanasan, bukan pembakaran seperti di rokok konvensional.
Director Scientific Engagement SEA CIS MEA Philip Morris International (PMI), Tomoko lida, mengatakan faktor kebiasaan itu menjadi salah satu kendala dalam transformasi industri tembakau.
"Sebenarnya tidak mudah pada awalnya, sebab pada 10 tahun yang lalu, tidak seorang pun pernah melihat, menyentuh, atau menggunakan produk tembakau yang dipanaskan," kata Tomoko saat berbicara dalam forum Technovation yang digelar PT HM Sampoerna Tbk dan Philip Morris International (PMI) di Jakarta, pada Rabu (2/7/2025).
Tomoko menjelaskan pembakaran merupakan penyebab utama penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan merokok. Ini menjadi alasan utama peralihan produk rokok konvensional kepada tembakau tanpa asap yang diproses dengan pemanasan. Berangkat dari alasan ini, Jepang menjadi salah satu negara yang mendorong transformasi industri tembakau.
Sejak peluncuran produk SFP dari Sampoerna dan Philip Morris International (PMI) yang dikenal dengan nama IQOS pada 2014, Tomoko mencatat ada penurunan angka prokok di Jepang.
Populasi perokok di negara tersebut turun dari 19,6 persen pada 2010 menjadi 9,4 persen perokok di tahun 2023. Penurunan ini melampaui target pemerintah Jepang yang mematok angka 12 persen pada 2032. Sementara itu, volume penjualan rokok konvensional menurun dari 186,2 miliar batang pada 2014 menjadi 92,3 miliar batang di tahun 2023.
Capaian tersebut, kata Tomoko, menjadi bukti dampak signifikan dari keberadaan produk tembakau bebas asap rokok.
"Pemerintah kami [Jepang] memiliki target untuk mengurangi prevalensi merokok menjadi 12 persen pada 2032. Namun pada tahun 2023, pemerintah telah mencapai target dengan adanya produk ini [SFP] yang dapat diakses oleh masyarakat," kata dia.
"Saya benar-benar berpikir bahwa dengan menyediakan alternatif [tembakau] bebas asap rokok, kemudian para perokok bisa menjauh dari rokok dan beralih ke alternatif ini, berarti melayani masyarakat, melayani pemerintah, dan benar-benar mencapai tujuan kesehatan masyarakat," ujar Tomoko melanjutkan.
Tomoko berpendapat, perubahan terjadi berkat regulasi pemerintah Jepang yang melarang aktivitas merokok di restoran dan bar, tetapi mengecualikan penggunaan produk tembakau yang dipanaskan.
"Pemerintah Jepang memiliki empat penelitian, dan berdasarkan temuannya, mereka memberikan pengecualian untuk tembakau yang dipanaskan agar diizinkan digunakan di dalam ruangan," ujar dia.
Tomoko menambahkan, produk tembakau tanpa asap telah disahkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (US FDA) sebagai produk tembakau dengan risiko yang dimodifikasi. Maka itu, dia mendukung penerapan kebijakan berbasis sains yang berkaitan dengan penggunaan produk tembakau tanpa asap diterapkan di negara lain.
"Saya sangat senang mengatakan bahwa pemerintah [Jepang] membuat kebijakan berbasis sains, regulasi berbasis sains. Saya harap hal itu berlaku di banyak negara lain," kata dia.
Editor: Addi M Idhom
Masuk tirto.id


































