tirto.id - Pemilu lumrah diwarnai menjamurnya alat peraga kampanye (APK) di tiap sudut jalan raya. Senyuman serta janji-janji para caleg dan capres-cawapres menyapa pengguna jalan di mana-mana. Masalahnya, APK seperti bendera, poster, hingga baliho berukuran besar yang dipasang serampangan akhirnya menjadi sumber petaka bagi warga.
Kasus kecelakaan di jalan raya akibat APK pemilu yang dipasang ugal-ugalan terus bermunculan. Tidak hanya menjadi sampah visual, APK pemilu yang bertebaran dan tidak mengindahkan aturan justru menimbulkan korban jiwa.
Teranyar, dua orang wanita yang tengah berboncengan menggunakan sepeda motor tertimpa baliho salah satu caleg dari PSI. Kejadian ini terjadi pada Senin (22/1/2024) siang, yang menyebabkan korban mengalami luka-luka. Baliho tersebut diduga roboh karena diterpa angin kencang.
Dalam waktu yang sama, kejadian serupa juga dialami seorang pengendara motor di Desa Banjar Anyar, Bali. Sebuah baliho caleg menimpa korban hingga terjatuh dan mengalami luka-luka ringan.
Awal Januari 2024 di Kebumen, Jawa Tengah, seorang pemuda berinisial SR (18) tewas dipicu APK berupa baliho yang roboh saat korban berboncengan motor dengan temannya. Baliho yang tiba-tiba ambruk tersebut membuat SR dan temannya menghindar secara mendadak dan terjatuh. SR tewas karena mengalami luka di kepala yang cukup parah.
Kejadian serupa kembali terjadi di Kebumen, Rabu (17/1/2023), menimpa seorang pengendara motor bernama Waluyo (56). Korban yang sedang mengendarai motor tertimpa baliho seorang caleg berukuran 2x1,5 meter. Korban harus menjalani perawatan intensif akibat cedera di bagian kepala dan tangan.
Selain itu, belum lama ini juga beredar video pasangan lansia yang mengalami kecelakaan akibat bendera partai politik yang terjatuh di jembatan layang Kuningan, Jakarta Selatan. Cuplikan video yang menunjukan kedua korban tengah ditolong pengguna jalan lain ini viral di media sosial. Kejadian yang terjadi, Rabu (17/1/2024), membuat salah satu korban mengalami patah tulang kering bagian kiri.
Pakar Kepemiluan dan Hukum dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, menilai kontestan pemilu yaitu partai politik, tim kampanye pasangan calon, dan individu caleg wajib dimintai pertanggungjawaban atas pemasangan APK yang mengakibatkan warga celaka. Selain itu, kata dia, Bawaslu dan pemda juga harus andil bertanggung jawab sebab semestinya mereka mampu mencegah insiden ini.
“Namun, faktanya cenderung pelanggaran dibiarkan dan tidak ada efek jera berarti oleh pihak yang berwenang. Khususnya, Bawaslu dan pemda,” kata Titi dihubungi reporter Tirto, Selasa (23/1/2024).
Penyelenggara pemilu seharusnya menggencarkan sosialisasi tempat-tempat yang dilarang untuk pemasangan APK serta sanksi tegas apabila melanggar. Kontestan yang sengaja melanggar juga perlu diberikan efek jera dengan cara tidak memilih mereka yang melanggar aturan kampanye.
“Selain itu juga Bawaslu harus terus mengingatkan peserta pemilu soal kepatuhan pada ketentuan pemasangan alat peraga. Termasuk pula mengumumkan partai atau calon yang melakukan pelanggaran agar diketahui publik,” ujar Titi.
Hal tersebut perlu dilakukan agar publik dapat melakukan pengawasan dan memberikan penilaian atas kepatuhan hukum peserta kampanye dalam pemasangan alat peraga. Selain itu, aparat penegak hukum seharusnya menindak kontestan pemilu yang alat peraganya mengakibatkan kecelakaan dan mengancam keselamatan warga.
Bawaslu Wajib Tegas
Koordinator bidang hukum dan advokasi di Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Romi Maulana, menilai seharusnya Bawaslu menjalankan fungsinya mengawasi jalannya kampanye pemilu dengan ketat. Sebagaiman diatur dalam Pasal 93 huruf (b) angka 1 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Romi menambahkan, pemasangan APK juga telah diatur dalam Pasal 71 PKPU Nomor 15 Tahun 2023. Di antaranya tempat ibadah, rumah sakit, tempat pendidikan, gedung milik pemerintahan, fasilitas tertentu milik pemerintahan dan fasilitas lainnya yang dapat mengganggu ketertiban umum.
“Namun anehnya, Bawaslu seolah membiarkan APK tersebut terpasang ditempat-tempat yang dilarang, khususnya di tempat yang mengganggu ketertiban umum,” kata Romi kepada reporter Tirto, Selasa (23/1/2024).
Secara regulasi, Bawaslu dinilai Romi mengalami bentuk kemunduran. Pasalnya, kata dia, dalam penyelenggaraan pemilu sebelumnya, mekanisme penertiban APK yang dilakukan Bawaslu adalah merekomendasikan Satpol PP ketika ada pelanggaran. Hal ini sebagai peraturan yang tercantum dalam Pasal 26 Perbawaslu Nomor 33/2018.
“Nahasnya, pasal tersebut dihapus dan hilang dalam ketentuan Perbawaslu 11/2023 tentang Pengawasan Kampanye. Sehingga dalam prakteknya menimbulkan kebingungan pengawas yang tidak punya lagi kewenangan rekomendasi itu,” jelas Roni.
Akhirnya terjadi saling lempar tanggung jawab dalam penertiban APK di lapangan. Satpol PP tidak akan menertibkan APK yang berkonten pemilu ketika tidak ada rekomendasi dari penyelenggara. Sedangkan Bawaslu dan jajaran KPU, tidak memiliki mekanisme yang efektif dalam penertiban APK.
“Kalaupun mau ditarik sebagai pelanggaran administratif pemilu dengan proses penanganan yang ada sangat tidak efektif dan adanya keterbatasan pihak terlapor,” tutur dia.
Menurut Roni, ketika APK yang terpasang dan melanggar merupakan arahan peserta pemilu kepada relawan, tentu dapat terkena pelanggaran administrasi pemilu. Sanksi terberatnya adalah tidak dilbatkan dalam tahapan tertentu.
“Ketika APK tersebut mencelakakan masyarakat apalagi mengakibatkan kematian. Bisa saja jika penegakannya masuk pada tindak pidana umum, ketika unsur-unsurnya memenuhi,” lanjut Roni.
Unsur Pidana
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, menilai untuk menentukan tanggung jawab secara spesifik insiden kecelakaan karena APK pemilu, diperlukan investigasi menyeluruh terkait peristiwa tersebut. Apalagi, kata dia, kalau alat peraga kampanye tersebut memang di pasang di ruang publik dan berakibat mencelakai orang yang melintas.
“Yang bertanggung jawab semestinya dalam kasus lakalantas akibat APK sangat bijak dibebankan secara tanggung renteng kepada pemilik APK, caleg, tim relawan, atau parpol yang memasangnya termasuk Bawaslu dan Satpol PP,” kata Azmi kepada reporter Tirto, Selasa (23/1/2024).
Azmi menambahkan, unsur kelalaian pada caleg, tim relawan, atau parpol sebagai pemasang APK bisa saja dijerat pidana. Hal ini tergantung pada perbuatan yang tidak memprediksi timbulnya risiko atas pemasangan APK.
“Karenanya jika pemasangan tersebut nyata telah melanggar hukum berkampanye termasuk bersinggungan dengan UU lalu lintas, maka pihak terkait khususnya pihak yang dirugikan dapat menuntut secara pidana maupun perdata ganti rugi atas dasar faktor kelalaian,” terang Azmi.
Sementara itu, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Ihsan Maulana, menyatakan seharusnya kontestan pemilik APK yang memicu kecelakaan harus dikenakan sanksi berupa pelanggaran administrasi pemilu. Jika itu menyebabkan kecelakaan atau bahkan orang meninggal, kata Ihsan, juga perlu diusut menggunakan UU pidana umum.
“Apalagi jika melakukan pemasangan secara sengaja dan sadar serta melawan hukum. Hal ini bertujuan agar memberikan efek jera karena memakan korban,” terang Ihsan kepada reporter Tirto.
Di sisi lain, Bawaslu didesak pro-aktif melakukan pengawasan dan berkoordinasi kepada pemda untuk berani menertibkan APK yang potensi bermasalah dan melanggar aturan. Mereka juga harus berani menindak pelanggaran tersebut agar tidak ada insiden berulang.
“Jangan sampai justru menimbulkan tindakan yang tidak diinginkan akibat lambannya pengawasan dan penindakan terhadap APK bermasalah,” tegas Ihsan.
Upaya Bawaslu
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, baru-baru ini mengimbau seluruh peserta pemilu dan pilpres untuk meninjau kembali pemasangan APK yang dinilai bermasalah. Hal ini merespons banyaknya kecelakaan akibat APK para kontestan pemilu.
“Jika kemudian mengakibatkan kecelakaan atau lain-lain, maka hal itu yang wajib kita hindari,” kata Bagja dalam rilis resmi, Senin (22/1/2024).
Untuk mengatasi APK bermasalah, Bagja memerintahkan jajaran pengawas pemilu untuk melakukan penertiban. Dia menjelaskan, APK bermasalah adalah yang dipasang di tempat yang dilarang sesuai PKPU 15/2023. Termasuk, APK yang membahayakan sudah dapat dipastikan masuk kategori sangat bermasalah.
“Kami harap sekarang tidak ada APK yang jatuh mungkin karena angin, dan yang lain, bisa dipasang dengan baik dan bisa dipasang dengan sesuai aturan,” ujar dia.
Bagja juga meminta pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dapat memberikan akses seluas-luasnya kepada pengawas pemilu sesuai dengan aturan berlaku.
“Bawaslu tidak bisa sendiri, oleh sebab itu pemda harus ikut menegakkan hukum sesuai PKPU 15/2023 dalam penertiban APK. Kalau pembersihan APK nanti pada 11 Februari 2024,” ujar Bagja.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz