Menuju konten utama

Sejarah Pit Hitam: Bagaimana Hubungannya dengan Sinterklas & Natal?

Sinterklas sering dikaitkan dengan hari perayaan Natal, biasanya ia ditemani kawannya yang bernama Pit Hitam.

Sejarah Pit Hitam: Bagaimana Hubungannya dengan Sinterklas & Natal?
Zwarte Piet atau Pit Hitam memainkan trombon. Ia adalah pembantu Santo Nicolaas dari Belanda yang disebut Sinterklaas dalam sebuah parade di Dordrecht di Dordrecht, Belanda. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pernahkah Anda mendengar nama Pit Hitam? Atau yang dikenal pula sebagai Zwarte Piet dan Black Pete. Ia paling umum dikenal sebagai sahabat Sinterklas yang sering mengantarkan hadiah kepada anak-anak saat perayaan Natal. Berikut adalah sejarah Pit Hitam.

Pit Hitam adalah anak buah Sinterklas yang digambarkan oleh orang kulit putih berwajah hitam. Karakter ini pun sempat menimbulkan kontroversi karena dianggap mewakili tradisi kuno dan dinilai tidak peka terhadap budaya.

Seperti dikutip History Daily, di wilayah yang dipengaruhi kolonialisme Belanda seperti Luksemburg, Belgia dan daerah lainnya, Pit Hitam digambarkan sebagai seorang kulit hitam dari Spanyol yang membantu tugas Sinterklas.

Peran dari Pit Hitam adalah membantu memberikan komik dan permen untuk anak-anak. Nama Pit Hitam mulai populer di tahun 1850 setelah guru dari Amsterdam bernama Jan Schenkman menerbitkan buku tentang Zwarte Piet.

Sementara menurut referensi lainnya, para folklor menyamakan sosok Pit Hitam dengan legenda Krampus dan cerita Jermanik lainnya tentang setan yang ditangkap, dijinakkan dan dipaksa menjadi budak oleh Saint Nicholas.

Dalam versi lainnya. Sebelum karakter Pit Hitam muncul, Sinterklas bukan karakter yang ramah seperti sekarang ini. Dulunya, ia sering menakut-nakuti anak-anak agar berperilaku sesuai dengan aturan yang ketat dan hukuman yang keras.

Intinya, Sinterklas adalah orang tua yang pemarah. Namun sejak kehadiran Pit Hitam, perilaku Sinterklas mulai berubah. Saat ini, baik Sinterklas maupun Pit Hitam dipandang sebagai jiwa yang lembut dan baik hati serta sering memberi.

Zwarte Piet atau Pit Hitam

Anak-anak merias diri seperti Zwarte Piet atau Pit Hitam sebuah parade di Dordrecht di Dordrecht, Belanda. FOTO/iStockphoto

Menurut kisah lainnya. Ada pula pertanyaan: apakah Pit Hitam adalah seorang budak yang diselamatkan Santo Nikolas?

Berdasarkan versi itu, Santo Nikolas telah menyelamatkan seorang anak laki-laki yang menjadi budak istana Kekaisaran Babilonia. Kala itu, Santo Nikolas membebaskan anak itu dan mengembalikan kepada orang tuanya.

Anak itu kemudian pergi bekerja untuk Santo Nikolas dan menjadi sahabat karibnya seumur hidup. Namun, dalam kisah yang paling tua, tidak pernah menyebutkan ras dari anak itu. Baru pada pertengahan 1800-an, orang mulai berasumsi kalau "budak" berarti "hitam".

Sementara itu, National Geographic melaporkan, menurut profesor media, budaya dan kewarganegaraan di Universitas Inholland bernama Joke Hermes, karakter Pit Hitam dipopulerkan pada pertengahan abad ke-19 melalui buku anak-anak yang ditulis seorang pria yang sangat tertarik dengan kerajaan Belanda.

“salah satunya membeli budak di pasar budak di Kairo pada pertengahan abad ke-19,” kata Joke Hermes. Menurut Hermes, budak inilah yang telah membantu menginspirasi lahirnya karakter Pit Hitam.

Kehadiran Pit Hitam menimbulkan kontroversi, selama bertahun-tahun masyarakat semakin sadar dan peka terhadap stereotip budaya dan ras, terlebih penggambaran terhadap wajah hitamnya.

Di sisi lain, saat salah satu departement store di Belanda memilih untuk mengizinkan aktor kulit putih memerankan Pit Hitam untuk tidak menggunakan cat wajah, orang-orang menanggapinya secara negatif.

Sosok Pit Hitam paling kontroversial di luar Belanda. Sebuah gerakan sedang berlangsung untuk mengubah citra Zwarte Piet sebagai Sooty Piet yang diperankan oleh aktor dari etnis mana pun dengan kostum kotor.

Sedangkan yang lain ingin melihat Pit Hitam digambarkan sebagai orang kulit hitam tetapi bukan sebagai budak atau pelayan.

Baca juga artikel terkait PIT HITAM atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Iswara N Raditya

Artikel Terkait