tirto.id - Pertempuran Medan Area merupakan peristiwa sejarah yang pernah terjadi di Sumatera Utara atau Sumut (dulunya Provinsi Sumatera) pada 1945-1946. Sejarah Pertempuran Medan Area dilatarbelakangi kehadiran sekutu di Sumatra usai perang Dunia II berakhir.
Pertempuran Medan Area menjadi salah satu kepingan penting sejarah Indonesia. Negara yang kala itu baru seumur jagung, menghadapi tekanan hebat dalam mempertahankan kemerdekaan.
Beberapa bulan selepas proklamasi kemerdekan RI, gelombang pasukan sekutu di bawah kendali Inggris mendatangi wilayah Sumatra. Mereka dipimpin oleh Brigadir Jenderal TED Kelly.
Kehadiran sekutu selaku pemenang Perang Dunia II semula bertujuan mengurus tawanan dan melucuti senjata tentara Jepang di Indonesia. Namun, Sekutu diboncengi oleh tentara Belanda yang tergabung dalam Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Kehadiran tentara NICA dalam rombongan sekutu melecut kecurigaan para pejuang pro Republik. Semua meyakini Belanda bernafsu menjajah Indonesia kembali.
Situasi di banyak wilayah Indonesia pun lekas mendidih seiring dengan kehadiran tentara Sekutu dan NICA. Di Surabaya, bentrok akbar meledak dalam peristiwa pertempuran 10 November.
Di wilayah Sumatra, kejanggalan makin kentara saat Sekutu hendak melucuti senjata dari tangan bumi putera. Maka timbullah perlawanan dan meletus pertempuran Medan Area.
Latar Belakang Pertempuran Medan Area
Kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan oleh Sukarno-Mohammad Hatta di Jakarta, 17 Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan itu menyudahi masa penjajahan panjang.
Namun, kabar proklamasi kemerdekaan RI tak lekas sampai di Medan meskipun operator radio telah menangkap siaran dari Jakarta pada 19 Agustus 1945.
Siaran tadi tak diteruskan kepada para pemimpin-pemimpin Indonesia di Medan, lantaran wilayah ini masih dikontrol ketat oleh Kempetai (Polisi Militer Jepang).
Kabar kemerdekaan RI baru secara luas diketahui oleh masyarakat Medan beberapa hari kemudian usai berbagai rangkaian peristiwa. Pembentukan birokrasi pemerintah RI juga agak telat di sana.
Menguti catatan dalam Sejarah Daerah Sumatera Utara (1978), wakil pemerintahan RI di Sumatra baru diresmikan Gubernur Teuku Mohammad Hassan pada 3 Oktober 1945.
Tidak lama kemudian, rentetan kejadian yang menjadi latar belakang pertempuran Medan Area mulai berlangsung.
Pasukan Sekutu di bawah kendali Brigjen TED Kelly mendarat di Sumatra pada 9 Oktober 1945. Tentara sekutu semula masuk ke Belawan, lalu terus bergerak menuju Kota Medan.
Secara resmi, tugas tentara Sekutu tersebut adalah melucuti senjata pasukan Jepang dan membebaskan tawanan (internir Jepang). Tidak persoalan sampai di sini.
Mengutip dari Sejarah Revolusi Kemerdekaan 1945-1949 Daerah Sumatera Utara (1979-1980), masyarakat setempat bahkan turut membantu Sekutu, hingga aksi pelucutan itu tidak mendapat perlawanan dari tentara Nippon.
Namun, sikap rakyat Medan lekas berubah ketika mengetahui para tawanan Jepang justru direkrut jadi bagian KNIL (Koninklijke Nederlandsche lndische Leger) alias tentara Hindia Belanda.
Para pejuang pro kemerdekaan RI makin panas saat tahu Sekutu mengirim pasukannya di tempat-tempat strategis, seperti Binjai, Brastagi, dan Tanjung Morawa. Strategi tersebut seolah membangun perisai bagi pasukan induk Sekutu di Medan.
Sumbu konflik makin pendek saat tentara Sekutu menggeledah markas Barisan Pemuda Indonesia serta Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Medan. Mereka bahkan menurunkan bendera merah putih di setiap gedung yang didudukinya.
Sekutu kemudian membuat pembatas berbentuk papan-papan yang di dalamnya terdapat tulisan Fixed Boundaries of Protected Medan Area. Menurut Amran Zamzami dalam Jihad Akbar di Medan Area (1990), istilah pertempuran Medan Area berawal dari papan ini.
Papan-papan bertuliskan Fixed Boundaries of Protected Medan Area mulai dipasang oleh tentara Sekutu pada 1 Desember 1945. Namun, itu sebenarnya kelanjutan dari rangkaian peristiwa yang terjadi sejak pasukan Brigjen TED Kelly datang pada 9 Oktober 1945.
Kronologi Terjadinya Pertempuran Medan Area
Kronologi pertempuran Medan Area diawali oleh insiden 13 Oktober 1945. Kala itu tentara NICA merampas dan menginjak-injak lencana merah-putih milik pemuda Indonesia yang sedang melintas di Jalan Bali, Medan.
Barisan Pemuda dan TKR lantas membalas provokasi itu dengan menyerbu pasukan NICA dan Sekutu di berbagai titik. Mereka juga merebut gedung-gedung yang semula dikuasai Jepang.
Menyikapi situasi ini, Pada 18 Oktober 1945, Brigjen TED Kelly mengeluarkan ultimatum. Dia memerintahkan agar seluruh senjata yang ada di tangan rakyat Indonesia diserahkan kepada Sekutu.
Aturan tersebut tak diindahkan para pejuang, hingga kemudian, pada 1 Desember 1945 Sekutu menetapkan garis batas: Fixed Boundaries of Protected Medan Area.
Puncak pertempuran Medan Area terjadi pada 10 Desember 1945. Momen ini bertepatan saat tentara Inggris menyerang Markas Komando Laskar Medan Area di Deli tua atau juga dikenal sebagai Two-Rivers (Trepes).
Serangan menyebar ke sekitar Medan hingga memunculkan pertempuran-pertempuran antara para laskar penjuang RI melawan pasukan Inggris.
Pasukan NICA juga melakukan teror. NICA menggerakkan orang-orang bersenjata yang dibayar guna menciptakan kekacauan di sekitar Kota Medan. Tujuan gerakan ini disebut agar kubu Inggris melakukan tindakan lebih keras.
Pertempuran Sekutu dan NICA dengan para pemuda berlangsung di seluruh Kota Medan. Hingga April 1946, Sekutu menguasai Kota Medan. Gubernur Sumatera, Wali Kota Medan beserta petinggi TKR sempat harus menyingkir ke Pematang Siantar.
Meskipun demikian, Hingga pertengahan 1946, pertempuran Medan Area terus berlarut, seolah tanpa ujung. Kubu Sekutu dan Belanda akhirnya berunding dengan Indonesia dan memunculkan kesepakatan gencatan senjata pad 14 Oktober 1946.
Tokoh-tokoh Pertempuran Medan Area
Pemimpin pertempuran Medan Area dari kubu Sekutu ialah Brigjen TED Kelly. Sementara dari pihak Indonesia, ada beberapa tokoh yang terlibat dalam pertempuran Medan Area, dan memegang peran penting, yakni:
- Achmad Tahir
- Dr. Ferdinand Lumbantobing
- Abdul Karim M. S.
- Djamin Ginting
- Mayor Teuku Cut Rahman
- Mayor Hasan Achmad
- Nukum Sanany
- Soehardjo Hardjowardojo.
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Addi M Idhom