tirto.id - Peta koalisi partai politik menjelang pendaftaran capres-cawapres pada Oktober 2023 semakin mengkristal. Saat ini, ada tiga poros dengan bakal capres masing-masing, yaitu: Anies Baswedan (diusung Nasdem, PKS dan PKB), Ganjar Pranowo (diusung PDIP, PPP, Hanura, Perindo), dan Prabowo Subianto (diusung Gerindra, Golkar, PAN, PBB).
Namun dari tiga poros yang ada, Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang paling mendapat sorotan. Hal ini tidak lepas dari manuver PKB –yang bersama Gerindra mendukung Prabowo-- menyebrang ke Koalisi Perubahan dengan mengusung Anies-Muhaimin Iskandar. Di sisi lain, Partai Demokrat yang semula mendukung Anies, belakangan justru merapat ke kubu Prabowo.
Sikap politik Demokrat ini ditandai dengan kunjungan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY ke Hambalang, Bogor pada Minggu, 17 September 2023.
Dalam pertemuan tersebut, SBY duduk saling berhadapan dengan Prabowo. Mata SBY mengarah tajam ke Prabowo. Sambil menggenggam mikrofon, presiden keenam itu resmi menyatakan dukungan ke Prabowo sebagai bakal capres dari KIM di Pilpres 2024.
Kesaksian dukungan tersebut disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi, yang juga hadir pada pertemuan di kediaman Prabowo di Hambalang, Bogor.
“Dalam sambutannya Pak SBY menyatakan dukungannya secara resmi kepada Prabowo Subianto sebagai capres di Pilpres 2024,” kata Viva melalui pernyataan tertulis kepada Tirto.
Kedatangan SBY ke Hambalang, menjadi balasan dan bentuk penegasan atas dukungan ke KIM. Karena tepat sehari sebelumnya atau pada Sabtu, 16 September 2023, Prabowo lebih dulu melakukan kunjungan ke kediaman SBY di Cikeas, Bogor, Jawa Barat.
Meski sudah ada sinyal dukungan dari Majelis Tinggi Partai Demokrat kepada Prabowo, tapi ketum AHY masih menahan diri. AHY disebut baru bakal secara terang-terangan deklarasi partainya kepada Prabowo sebagai calon presiden pada Kamis, 21 September 2023.
“Adapun deklarasi resmi untuk keputusan ini, akan disampaikan oleh Ketua Umum Partai Demokrat AHY dalam Rapimnas Partai Demokrat, Kamis, 21 September 2023, yang diikuti ribuan pengurus Partai Demokrat dari seluruh Indonesia,” kata Sekjen Demokrat, Teuku Riefky Harsya dalam keterangan tertulis, Senin (18/9/2023).
Pada pertemuan di Hambalang, Teuku Riefky menyampaikan, AHY hanya menitipkan agenda perubahan yang sebelumnya dia gagas bersama Anies Baswedan, PKS dan Nasdem. “Yang sudah baik dilanjutkan, yang belum baik diperbaiki,” kata dia.
AHY juga menyebut dukungan Demokrat ke Prabowo berdasarkan hasil musyawarah Majelis Tinggi Partai yang dipimpin oleh SBY secara langsung. Oleh karenanya, dia mengklaim putusan itu sudah dipikirkan secara matang.
Strategi Demokrat Amankan Elektoral di Pemilu 2024?
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago menilai, langkah Partai Demokrat mendukung Prabowo saat ini sangat realistis. Mengingat, banyak kader sempat terguncang karena sebelumnya Demokrat keluar dari Koalisi Perubahan.
“Ini tidak hanya terkait AHY yang tidak dipilih sebagai cawapres Anies, tetapi juga kebingungan caleg Demokrat yang sudah lama memanfaatkan efek ekor jas Anies sebagai bahan kampanye," kata Arifki kepada Tirto, Senin (18/9/2023).
Dia mengatakan, dengan mendukung Prabowo, secara elektoral relatif aman bagi Demokrat karena pemilih Anies dan Prabowo relatif sama. Selain itu, Partai Demokrat juga dianggap berpengalaman mendukung Prabowo di Pilpres 2019.
Meski demikian, kata Arifki, Partai Demokrat tentu harus mengubah tagline kampanyenya. Dari sebelumnya dikenal sebagai aktor perubahan dan perbaikan, maka harus lebih lentur lagi memainkan narasi perubahan dan perbaikkan.
“Karena, koalisi mayoritas pendukung Prabowo berasal pendukung pemerintahan Jokowi,” kata Arifki.
Partai Demokrat, kata dia, tidak hanya resistensi terhadap kampanye Prabowo, tapi juga pendukung Jokowi yang berada di pihak Prabowo. Sebagai partai yang selama ini dikenal sebagai oposisi, maka mau tidak mau Partai Demokrat narasinya harus berubah.
“Dari dilema politik Partai Demokrat pasca keluar dari Koalisi Perubahan pihan Demokrat dukung Prabowo lebih strategis, dari pada ke Ganjar,” kata dia.
Demokrat ke Prabowo karena Hubungan SBY-Megawati Renggang?
Beberapa waktu sebelumnya, sejumlah elite Demokrat memang sempat menyampaikan ada preferensi arah dukungan kepada pencapresan Ganjar Pranowo yang dipimpin oleh PDIP. Namun, belakangan tidak menemui titik terang. Hingga akhirnya SBY dan AHY bulat mendukung pencapresan Prabowo.
“Ini tidak hanya perbedaan pendukung saja, tetapi juga belum harmonisnya hubungan SBY-Megawati," kata Arifki.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs, Ahmad Khoirul Umam mengamini, masih buntunya komunikasi dua arah antara PDIP dan Partai Demokrat menjadi alasan SBY dan AHY merapat Prabowo.
Demokrat, kata Umam, tampak kerepotan mengakses komunikasi langsung dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, yang menjadi veto player sekaligus penentu arah gerbong koalisi Ganjar.
“Konon ada barikade kuat di lingkaran Megawati yang membuat komunikasi politik PDIP kurang fleksibel," kata dia kepada Tirto, Senin (18/9/2023).
Dia tidak memungkiri jika Megawati belum selesai dengan dirinya ketika menyikapi sejarah konflik politik masa lalu. Kondisi ini tentu berdampak serius pada cara pandang Demokrat yang menghendaki koalisi yang setara dan saling menghormati.
Berdasarkan data survei pasca berpisahnya Demokrat dari gerbong pencapresan Anies, basis pemilih loyal Demokrat lebih banyak mendukung Prabowo ketimbang Ganjar Pranowo. Hal ini juga menjadi alasan yang baik bagi Demokrat jika sewaktu-waktu memutar haluan dukungannya ke Prabowo.
“Sehingga lebih minim guncangan dan turbulensi dalam mengarahkan pendukungnya,” kata dia.
Umam melihat selama ini Demokrat sering menempatkan dirinya pada basis paradigma politik 'tengah-moderat', di mana spektrum tengah saat ini diklaim oleh tim Prabowo lebih merepresentasikan posisinya sekarang. Ini justru berbanding lurus dengan PDIP sebagai pengusung utama Ganjar yang telah mengklaim diri sebagai gerbong kiri-progresif dan Anies yang lebih kuat merepresentasikan kekuatan politik Islam.
“Karena itu, wajar jika Demokrat merasa tidak ada hambatan serius secara ideologis,” kata dia.
Tinggal bagaimana, lanjut Umam, tantangan Demokrat adalah meletakkan konsep dan tagline perubahan untuk perbaikan yang mereka usung. Ini agar bisa melebur dengan semangat keberlanjutan yang diusung Koalisi Indonesia Maju yang konon di-back up oleh Presiden Jokowi.
“Jika Demokrat bisa menjelaskan konsep perubahan dan perbaikan sebagai manifestasi dari konsep change and continuity, maka tidak akan ada kendala memadai dalam upaya Demokrat untuk melebur dengan koalisi pengusung Prabowo Subianto,” kata dia.
Seberapa Kuat Pengaruh Demokrat ke Prabowo?
Umam yang juga Dosen Ilmu Politik & International Studies Universitas Paramadina itu memperkirakan, jika hal di atas berhasil, maka Prabowo bakal kembali mengantongi dukungan besar dengan akumulasi kekuatan kursi parlemen di atas 45 persen. Sedangkan kekuatan partai-partai pendukung Anies sebesar 29 persen dan pengusung Ganjar masih berpuas diri dengan dukungan 25 persen.
“Jika mesin politik partai-partai pendukung Prabowo bisa bekerja optimal, maka di atas kertas potensi kemenangannya lebih terbuka. Meskipun demikian, besarnya angka kekuatan koalisi tidak menjamin kemenangan pasangan capres-cawapres dalam pilpres di Indonesia," tuturnya.
Direktur IndoStrategi Research and Consulting, Arif Nurul Iman mengatakan, bergabungnya Demokrat bakal menambah amunisi politik bagi Prabowo untuk menggandakan dukungan dalam kerja-kerja politiknya.
“Basis-basis tradisional Demokrat saya kira juga bisa dimobilisasi untuk memperbesar dukungan kepada Prabowo," katanya kepada Tirto, Senin (18/9/2023).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz