tirto.id - Sejumlah elite Partai Demokrat berang. Sekjen DPP Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya bahkan menggunakan diksi “pengkhianatan” terkait manuver politik Partai Nasdem dan Anies Baswedan yang memilih Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai pendampingnya pada Pilpres 2024.
Cak Imin adalah Ketua Umum DPP PKB yang membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) bersama Partai Gerindra dengan mengusung Prabowo Subianto sebagai bakal capres. Namun belakangan, nama koalisi ini merubah menjadi Koalisi Indonesia Maju setelah Partai Golkar dan PAN resmi bergabung. Masuknya partai baru membuat posisi kursi cawapres yang diincar Cak Imin di KKIR tak aman. Hal ini diduga yang membuat Cak Imin bermanuver.
“Kemarin, 30 Agustus 2023, kami mendapat informasi dari Sudirman Said, mewakili capres Anies Baswedan bahwa Anies telah menyetujui kerja sama politik Partai Nasdem dan PKB untuk mengusung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Persetujuan ini dilakukan secara sepihak atas inisiatif Ketum Nasdem Surya Paloh,” kata Teuku Riefky dalam keterangan tertulis, Kamis (31/8/2023).
Padahal, kata Teuku Riefky, Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang terdiri dari Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS akan melakukan deklarasi bakal capres-cawapres dalam waktu dekat. Namun, semua berubah setelah Surya Paloh mendeklarasikan kerja sama Nasdem-PKB dengan pasangan calon Anies-Cak Imin pada 30 Agustus 2023.
Keputusan tersebut, kata Teuku Riefky, diambil tanpa melibatkan Demokrat dan PKS sebagai mitra Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
Saat Demokrat mengonfirmasi isu tersebut, pihak Anies menyatakan benar tentang kabar tersebut. Info yang mereka terima pun Anies dipaksa menerima keputusan itu.
“Ia [Anies] mengonfirmasi bahwa berita tersebut adalah benar. Demokrat 'dipaksa' menerima keputusan itu,” klaim Teuku Riefky.
Karena itu, kata dia, Demokrat akan segera mengambil keputusan setelah sikap Nasdem dan Anies tersebut. Tak hanya itu, para kader partai berlambang mercy itu bahkan telah menurunkan atribut partai yang bergambar Anies.
Terbaru, Majelis Tinggi Partai Demokrat akan menggelar rapat pada Jumat (1/9/2023) sore ini di rumah Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY di Cikeas, Bogor, Jawa Barat. SBY dijadwalkan akan memimpin langsung rapat ini.
Sementara anggota Koalisi Perubahan lain, PKS menegaskan mereka menghormati sikap partai politik dalam menentukan sikap. Ketua DPP PKS Almuzammil Yusuf mengaku, Koalisi Perubahan selalu berupaya mencari titik temu dalam koalisi, tetapi belum menemukan hasil.
Meskipun ada perubahan dinamika internal koalisi, kata Almuzammil, PKS menegaskan masih mendukung Anies sebagai bacapres sesuai amanat Musyawarah Majelis Syuro PKS ke-8.
“Sampai hari ini kami tetap merujuk kepada keputusan Musyawarah Majelis Syuro (MMS) VIII bahwa PKS secara resmi mendukung dan mengusung Saudara Anies Rasyid Baswedan sebagai Calon Presiden Republik Indonesia pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI tahun 2024. Oleh karena itu, PKS tetap pada keputusan MMS VIII tersebut dan kami akan berjuang sebaik-baiknya dalam menjalankan amanat tersebut,” kata dia dalam keterangan, Kamis malam (31/8/2023).
Mereka pun berkeyakinan pada kesepakatan sebelumnya sesuai piagam Koalisi Perubahan untuk Persatuan bahwa cawapres akan diserahkan kepada Anies. Ia juga meminta publik untuk mendukung PKS dalam menghadapi pemilu.
Respons Nasdem soal Tudingan Demokrat
Ketua DPP Partai Nasdem, Effendy Choirie atau Gus Choi buka suara terkait tudingan Partai Demokrat. Ia mengklaim Nasdem tidak mengkhianati keputusan Piagam Koalisi Perubahan. Ia menilai, pemilihan cawapres disepakati Anies.
“Loh, sejak awal sepakat, cawapres diserahkan Mas Anies,” kata Gus Choi saat dikonfirmasi reporter Tirto, Kamis malam (31/8/2023).
Menurut Gus Choi, anggota Koalisi Perubahan seharusnya menyetujui keputusan Anies. Ia meminta agar tidak memprotes keputusan itu.
“Kalau Mas Anies memutuskan, ya mestinya langsung diterima. Kenapa protes?" tutur Gus Choi.
Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh juga tidak menampik soal kemungkinan Muhaimin menjadi bakal cawapres Anies.
“Kemungkinan ke arah itu bisa saja terjadi, tetapi saya pikir belum terformalkan sedemikian rupa daripada itu. Jadi kita tunggu perkembangan 1-2 hari,” kata Surya Paloh di Kantor DPP Nasdem, Kamis malam.
Ia menjawab klaim Demokrat bahwa dirinya menyetujui pasangan tersebut. Akan tetapi, semua masih belum tuntas.
Surya Paloh juga menjelaskan soal dikhianati yang disampaikan Demokrat. Ia mengaku sedih mendengar tudingan Demokrat. Ia hanya menegaskan bahwa Nasdem menghormati segala sikap Demokrat dalam bertindak. Ia mengaku komunikasi masih terus berjalan di Koalisi Perubahan, tetapi nasib koalisi belum tentu.
“Sampai hari ini koalisi masih ada. Besok pagi masih ada atau setengah ada kita masih belum tahu juga," kata Paloh.
Anies sendiri sudah mulai serius 'berpacaran' dengan Muhaimin. Dalam rilis yang dikirim ke media, Kamis (31/8/2023), Anies berziarah ke empat makam pendiri Nahdlatul Ulama (NU) serta bersilaturahmi atau sowan kepada tokoh-tokoh penting di Jombang.
Salah satunya sowan ke Nyai Hj. Muhassonah Hasbullah di kediamannya di kompleks Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar, Jombang. Nyai Muhassonah merupakan ibu dari Cak Imin Nyai Muhassonah pun mendoakan untuk Anies.
Setelah berdoa, mereka berbincang dengan penuh akrab. Tidak banyak kalimat yang disampaikannya, yang pasti agenda tersebut melengkapi rangkaian kegiatannya selama di Jombang yang mendatangi tokoh-tokoh NU.
“Kami alhamdulillah bersyukur sekali bisa sampai di sini (Jombang)," tutur Anies singkat.
Mana yang Lebih Kuat antara Anies-AHY atau Anies-Cak Imin?
Analis politik dari Universitas Jember, M. Iqbal menilai, manuver Nasdem dan PKB dengan mengawinkan Anies-Cak Imin sebagai kejutan strategi komunikasi politik. Menurut Iqbal, kerja sama Nasdem-PKB tidak lepas dari kalkulasi kemenangan elektoral PKB lewat nahdliyin di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
“Secara politik, Capres Anies akan diuntungkan oleh gejala straight ticket voting, yaitu suara pemilih PKB sejalan dengan pilihan koalisi baru (jika jadi terwujud) antara Nasdem dan PKB. Efek ekor jas sangat mungkin mendongkrak suara partai jika pasangan Anies dan Cak Imin resmi maju kontestasi,” kata Iqbal kepada reporter Tirto.
Iqbal menilai, daya mesin partai nahdliyin di Jawa Tengah dan Jawa Timur relatif lebih solid dan dominan daripada mesin PKS maupun Demokrat di Koalisi Perubahan. Mesin ini masih cukup mumpuni dalam melawan dominasi PDIP di dua daerah tersebut.
“Maka, memilih Cak Imin sebagai cawapres Anies itu lebih realistis dan rasional terkait strategi straight ticket voting," kata Iqbal.
Iqbal juga melihat bahwa tekanan Partai Demokrat untuk menerima AHY akan memicu split ticket voting. Jika dipahami secara mudah, kata dia, suara Demokrat tidak cukup solid dan berpotensi terbelah antara ke Ganjar atau ke Prabowo. Di sisi lain, elektabilitas AHY kurang masih minim di Pulau Jawa, terutama di daerah lumbung suara.
“Mungkin pengaruh desakan intensif dari Demokrat dan rendahnya elektabilitas AHY inilah yang dianggap tidak strategis untuk memenangkan Anies di lumbung suara Jatim dan Jateng hingga berakibat Nasdem lebih memilih Cak Imin," kata Iqbal.
Di sisi lain, pasangan Anies-Cak Imin diharapkan bisa menyudahi spektrum magnitudo polarisasi di masyarakat yang makin keras ketika Anies dituduh atau dinarasikan mengusung politik identitas.
“Memilih Cak Imin yang merepresentasikan mayoritas kaum santri diharapkan polarisasi antarwarga kian melemah bahkan bisa terkikis. Pertimbangan kultural ini saya kira penting sebagai edukasi kedewasaan berdemokrasi," kata Iqbal.
Lantas bagaimana kondisi PKS ke depan? Iqbal melihat, PKS akan tetap fokus memenangkan Anies tanpa melihat kursi cawapres. Mereka masih memperhitungkan efek ekor jas dari kapasitas Anies.
“Apalagi jika ditujukan untuk ikut menyudahi polarisasi narasi politik identitas, konfigurasi Nasdem, PKB dan PKS dalam koalisi baru (jika jadi terbentuk) benar-benar merupakan kejutan bahwa pemilu memang bukan semata untuk memenangkan, tapi sekaligus juga menenangkan hati publik. Pemilu sudah semestinya tidak menegangkan atau mencengangkan, tapi menyenangkan pesta rakyat berdemokrasi," kata Iqbal.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz